NovelToon NovelToon
Bukan Dukun Beneran

Bukan Dukun Beneran

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Mata Batin / Kumpulan Cerita Horror / Hantu
Popularitas:17.2k
Nilai: 5
Nama Author: Gerimis Senja

_Simple Komedi horor_

Demian, seorang anak miskin yang mencoba kabur dari bibi dan pamannya malah mendapat kesialan lain. Ya.. ia bertemu dengan seorang pemuda sebayanya yang tidak masuk akal dan gila. Lantas apakah Demian akan baik-baik saja??

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gerimis Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Licik di Balas Kelicikan

Alsid menatap Demian dengan wajah cemas. Matanya yang biasanya penuh percaya diri kini terlihat redup, seperti ada beban besar yang sulit ia ungkapkan dengan kata-kata.

“Deym… ini bukan hal bagus,” katanya pelan tapi tegas. “Elu nggak ngerti aja, Kirana itu seribu kali lebih licik dari elu yang polos itu. Sekali aja elu lengah, dia bisa bikin elu abis.”

Demian hanya menunduk, memainkan jari-jarinya di atas meja kecil kamar kontrakan yang masih berantakan. Ia tahu Alsid bicara serius. Tapi hatinya menolak untuk mundur begitu saja.

“Aku ngerti maksudmu,” ujar Demian lembut. “Tapi aku juga pengin tahu, Sid… sebenarnya apa yang dia mau dariku? Dia ngotot banget nyuruh kamu balik ke rumah. Kalau memang tujuannya sederhana, harusnya bisa dia lakuin tanpa muter-muter begini, kan?”

Alsid mendengus, mengacak rambut hitamnya sendiri dengan gusar. “Deym, kalau soal Kirana, nggak ada yang sederhana. elu kira gampang? Kalau dia udah buka permainan, kita cuma pion. Pion yang bisa dikorbankan kapan aja.”

Demian mengangkat wajahnya, menatap temannya itu dengan sorot mata yang berbeda. Bukan hanya penasaran, tapi juga penuh tanda tanya.

“Kalau dia orang ketiga dalam keluargamu… kenapa sampai sekarang dia belum menikah sama papamu? Kalau memang tujuannya menyingkirkan mamamu, harusnya dia udah menang dari dulu. Tapi yang aku lihat, dia tetap selingkuhan, meskipun difasilitasi macam-macam sama papamu. Aneh, kan? Jangan-jangan ada alasan lain di balik semua itu… termasuk alasan dia ingin kamu balik ke rumah.”

Pertanyaan itu membuat Alsid terdiam lama. Ia menggertakkan rahang, seakan menahan sesuatu yang tak ingin ia akui. Lalu, ia berkata lirih, “Gue cuma tahu satu hal, Deym. Kalau elu udah main di lapangan Kirana… kemungkinan elu buat menang itu kecil banget. Bahkan bisa dibilang nggak ada.”

Demian menghela napas panjang. Di satu sisi, ia menghargai kekhawatiran Alsid. Tapi di sisi lain, justru ucapan itu semakin membakar rasa penasarannya. Semakin besar risiko, semakin besar pula keinginannya untuk tahu apa yang sebenarnya tersembunyi.

“Kalau gitu, izinin aku ketemu dia. Biar aku coba sendiri. Aku janji nggak gegabah.”

Demian menatap Alsid lurus-lurus. Ada keyakinan dalam sorot matanya yang membuat Alsid tak bisa membantah lebih jauh.

“Ya Allah…” gumam Alsid sambil menutup wajah dengan telapak tangan. “Elu bener-bener keras kepala. Ya udah, kalau emang elu nekat… lakuin aja. Tapi jangan pernah percaya sama dia sepenuhnya. Jangan kasih tahu siapa elu sebenarnya. Satu kata salah aja, bisa jadi bumerang.”

Demian tersenyum kecil. “Aku ngerti. Makasih, Sid.”

.........

Keesokan paginya, Demian bangun lebih cepat seperti biasanya. Melaksanakan shalat subuh di masjid lalu kembali ke rumah. Udara masih dingin ketika ia melangkah keluar, berjalan menuju tempat yang sudah ditentukan. Di jalanan yang masih lengang, pikirannya terus bergemuruh. Apakah ia siap menghadapi Kirana? Apakah ia bisa menjaga dirinya tetap aman dalam permainan ini?

Sungguh, rasanya begitu berdebar tapi ia sangat senang. Serasa menunggu waktu ujian, tapi kita sudah belajar dan memahami semua materinya.

Saat sampai di warung kopi kecil di pinggir jalan—tempat yang dulu mempertemukan mereka—ia melihat Kirana sudah duduk menunggu. Wanita itu tampak anggun dengan blus sederhana berwarna putih dan rambut panjang yang tergerai rapi. Senyumnya manis, tapi Demian tak bisa menyingkirkan rasa waspada yang menggantung di dadanya.

“Demian,” sapa Kirana ramah, sambil melambaikan tangannya. “Tepat waktu sekali kamu.”

Demian mengangguk, lalu duduk di hadapannya. “Kamu juga datang lebih dulu. Aku jadi gak enak nih, harus bikin kamu nunggu."

Pelayan warkop segera menghampiri, dan mereka memesan makanan sederhana. Suasana sejenak terasa canggung, hanya ada denting sendok dan suara orang mengaduk kopi di meja lain. Kirana akhirnya membuka percakapan.

“Kamu masih pakai baju itu,” ujarnya sambil tersenyum samar, matanya menatap kaus kebesaran milik Alsid yang dipakai Demian. “Aku pikir… kamu udah coba barang yang aku kasih kemarin. Nggak suka, ya?”

Demian menatap sebentar, lalu menjawab pelan, “Aku suka. Cuma… aku takut bajunya kotor kalau dipakai. Lagipula, bajunya Alsid ini keliatan bagus kan? Oversize. Aku jadi keliatan imut gak, kayak idol-idol korea?"

Kirana terkekeh kecil, tapi tatapannya tajam seperti sedang mengukur sesuatu. “Polos sekali jawabanmu. Jarang aku ketemu anak muda kayak kamu.”

"Anak muda? Tapi kan kamu juga masih muda? Ku pikir kayaknya kita cuma beda beberapa tahun." sahut Demian.

"Memang. Ngomong-ngomong, kamu juga kayaknya keturunan bule, rambutnya keemasan, apa kamu cat?"

Demian hanya tersenyum tipis. Ia sadar setiap kata bisa menjadi jebakan. Maka ia harus hati-hati, meskipun ingin terlihat senatural mungkin.

"Oh ya, sejauh ini... apa reaksi Alsid waktu aku ketemu kamu?"

Demian menyelis sekelabat, "Marah. Dia bilang aku gak boleh ngomong lagi sama kamu."

Kirana tak terkejut. "Terus, kamu nanya apa alasan dia ngelarang kamu kayak gitu?"

Demian terdiam dan menatap Kirana. Agaknya gadis ini ingin tau, apakah Alsid sudah mengatakan sesuatu tentangnya atau belum.

"Nanya sih, tapi dia bilang jangan nanya-nanya. Karena kamu itu licik. Cukup di jauhin aja." ujar Demian, berlagak polos seolah tidak ada percakapan kemarin. "Lagian juga aku takut nanya banyak-banyak tentang keluarganya. Dia kayaknya marah banget." lanjutnya.

"Terus, kamu kenapa tetep mau deketin aku dan gak dengerin dia?"

Demian menyipitkan sebelah matanya, berpikir. "Ku pikir kamu orangnya baik. Jadi gak mungkin kamu licik. Ketemuan ini pun dia gak tau, kalau nanti dia nanya, tinggal ku bilang lagi jalan-jalan aja. Syaratnya, kamu gak perlu repot-repot nganterin aku ke rumah." Kirana mengangguk mendengarnya.

Percakapan berlanjut ringan. Mereka membicarakan soal sekolah, kebiasaan, hingga hal-hal sepele. Namun perlahan, arah obrolan bergeser. Kirana mencondongkan tubuhnya sedikit, menatap Demian dengan tatapan penuh rasa ingin tahu.

“Aku penasaran, Demian. Kamu ini sebenarnya siapa? Dari mana asalmu? Bagaimana bisa kamu dekat dengan Alsid? Jarang sekali ada orang luar yang bisa masuk ke kehidupannya.”

Demian sempat terdiam sejenak. Ia tahu, inilah saatnya ia memainkan peran. Dengan suara pelan, ia mulai bercerita.

“Aku anak yatim piatu. Dari kecil hidup di kampung kumuh, rumah reyot yang hampir roboh. Untuk bertahan hidup, aku ngamen di jalanan. Hidup seadanya. Sampai suatu hari… aku pergi dari rumah dan tanpa sengaja ketemu Alsid. Dari situ… ya, aku mulai kenal sama dia.”

Ia berhenti sebentar, menunduk, seolah kisah itu terlalu berat untuk dilanjutkan. Padahal, dalam hatinya ia sedang mengukur reaksi Kirana.

Benar saja, wajah wanita itu berubah. Ada kilatan iba di matanya. “Kamu… benar-benar hidup seperti itu?” tanyanya pelan.

Demian mengangguk. “Aku bahkan belum pernah masuk ke rumah besar, rumah gedongan kayak yang sering aku lihat di TV. Nggak kebayang gimana rasanya tinggal di dalamnya.”

Kirana menatapnya lama, lalu menghela napas panjang. Ada senyum samar di bibirnya, seakan sebuah ide baru muncul di kepalanya.

“Kalau gitu… mau ikut aku. Aku mau tunjukkin sesuatu.”

Demian mengerutkan kening. “Tunjukkin sesuatu?”

Kirana bangkit dari kursinya, menatapnya dengan penuh keyakinan. “Ya. Kamu penasaran kan, rasanya tinggal di rumah besar? Aku bisa mengajakmu melihatnya. Rumahku gak jauh dari sini.”

Jantung Demian berdetak lebih cepat. Nalurinya segera membaca maksud terselubung dari tawaran itu. Dan entah kenapa, ia merasa rumah yang dimaksud Kirana bukan sembarang rumah—melainkan rumah yang pernah di tinggali oleh teman satu kesannya.

Namun ia menahan ekspresi, hanya tersenyum tipis. “Boleh. Aku ikut.”

Mereka pun berjalan berdua menuju tempat itu. Jalanan yang dilalui terasa semakin lengang, dan suasana di hati Demian semakin menegang. Ia tahu, langkahnya kali ini bisa membawanya masuk ke dalam pusaran masalah yang jauh lebih besar dari dugaan siapa pun.

Saat gerbang besar itu mulai tampak di kejauhan, napas Demian tercekat. Ia mengenali rumah itu. Rumah yang pernah disebut-sebut Alsid sebagai istana sekaligus penjara. Rumah keluarga Alsid.

Demian berhenti sejenak, menatap bangunan megah itu dengan tatapan penuh arti. Dalam hatinya, ia berbisik, Akhirnya… aku sampai juga di sini. Dan aku akan cari tahu… apa sebenarnya yang disembunyikan olehmu, Kirana.

Bersambung...

1
Nana Colen
🤣🤣🤣🤣🤣ampuuuuun deh udah trgang tegangan terus ngakak gara-gara nehara 🤦‍♀️🤦‍♀️🤦‍♀️
Ayanii Ahyana
blajar masak sama crlia kayaknya
a_
kotak hitamnya dikemanakan ya, apakah ditinggal dirumah itu
lanjut thor kerenn/Smile/
Debby_🦐
aaaaa senangnyaaa ada novel baru ..
ada kun sm agam ga ini
RY22
seruuuuuu
Ika Ratnasari
hebattt😍😍😍
Ayanii Ahyana
heran kenapa crita sebagus ini sepiiiiii ..ayo dong ramein tmen tmen biar naik novel ini
Nurindah
lanjut y kak /Heart//Heart/
Nacita
anjirlah seruuuu 😍😍😍
Nana Colen
lanjut thooooor dari yang dukun KW sekarang mulai merambat ke dukun benerean hehehe aku pada mu ka rima 😍😍😍😍
Ika Ratnasari
apa mungkin pesugihan yaa
Lisyati Supriyati
jangan2 keluarga alsid punya perjanjian gaib , pesugihan kali yak ,,,,,begini nih klo baca on going , penasaran ga jelas/Facepalm/ tebak2 buah manggis,,ga taunya meleset jauh /Casual/ semangat menanti update buat diriku and semangat up buat mu thoorrr/Drool//Angry/
Dinda Putri
lanjut
Nana Colen
laaah jadi terhubung ke alsid yaaaa... makin dbuat penasaran aja thooooor🥰🥰🥰🥰
Rere Emon
dari anak orang kaya berubah jd dukun/Facepalm/
Arlena Lena
dan sya nunggu Kun selanjutnya 😁
Arlena Lena
yg dapet nma si sid..yg usaha di deym
Lisyati Supriyati
lama2 jd dukun beneran itu alsid somplak 🤪 ,,,untung demiy sabar ya ngadepin temen ga da akhlak model alsid😂 semangat demiy
Ranucha
woooaahh ikutan tegang, lanjut kak/Grin/
Nurindah
semangat kak upnya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!