Jia, gadis periang yang tumbuh di balik bayang-bayang perfeksionis sang ibu, sedangkan Liel, pemuda pendiam dan berusaha menjaga jarak dari dunia yang tidak pernah benar-benar dia percaya.
Mereka tidak pernah menyangka, bahwa dimulai dari sekotak rokok, pertemuan konyol di masa SMA akan menarik mereka ke dalam derita penuh luka.
Kisah manis yang seharusnya tumbuh dan tampak biasa, justru menemukan kenyataan pahit. Cinta mereka yang terhalang, rahasia keluarga, dan tekanan dari orang-orang berpengaruh di sekitar mereka, membuat semuanya hancur tanpa sisa.
Mampukah Jia dan Liel bertahan dalam badai yang tidak mereka minta? Atau justru cinta mereka harus tumbang sebelum sempat benar-benar tumbuh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Avalee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kembali ke Rumah Sakit?
Sopir taksi itu keluar dari mobil dan memapah Jia untuk masuk ke dalam kursi penumpang. Melihat wajah Jia yang pucat, penuh luka di tangan dan lebam di bibirnya serta baju yang bersimbah darah, Sopir tersebut memaksa dan membawa Jia ke rumah sakit. Jia tidak kuasa menolak, karena dirinya sudah sangat lelah.
Jia di bawa ke Rumah Sakit yang sama, tempat pertama kali dia dirawat dulu. Perawat dan tim medis lainnya segera membawanya ke ruang IGD untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Namun, ditengah rasa sakit yang mendera, Jia berpapasan dengan Liel yang hendak keluar dari ruang IGD. Mata mereka saling bertemu satu sama lain. Terlihat jelas pada wajahnya, bahwa Liel terkejut bukan main melihat kondisi Jia saat ini.
“Sial!! Apa itu Liel? Haaa … semoga dia tidak melihatku!!” Gumam Jia seraya memejamkan matanya.
Jia memalingkan wajahnya, berharap Liel tidak menyadarinya. Namun dengan langkah yang cepat Liel menghampiri Jia seraya bertanya terkait kondisi Jia saat ini.
“JIAAA, APA YANG TERJADI???” Teriak Liel disertai rasa panik yang hebat.
Jia tidak mampu menjawab, berusaha menghindari interaksi antara dirinya dengan Liel. Seketika Liel menyadari bahwa dirinya hanya akan mengganggu prosedur dan tindakan yang akan dilakukan tim medis pada kondisi Jia.
Hingga salah satu dokter IGD menepuk bahu Liel “Maaf, apakah anda salah satu dari keluarga pasien? Apa anda tahu mengapa kondisi pasien seperti ini? Kami harus melakukan tindakan operasi ringan pada tangan kiri pasien.”
Liel menjawab dengan cepat tanpa keraguan. “Benar, saya keluarganya, namun saya tidak tahu bahwa dia mengalami cedera … Ah, Maaf, operasi??? Apa harus sampai seperti itu?
“Luka pada telapak tangannya mengenai saraf, agar telapak tangan pasien dapat bergerak normal, di butuhkan tindakan operasi kecil sesegera mungkin!!”
Liel terdiam. Dia merasa bingung dengan permintaan keputusan yang langsung ditujukan kepadanya. Sementara tatapan dokter pada dirinya begitu penuh harap, meminta Liel untuk segera memutuskan.
“Saat ini perawat hanya akan membersihkan pada area yang terluka dan mengompres luka memar pada …”
“Apa? Memar? Aku tidak melihat selain ada di wajahnya?
“Pada bagian perut pasien terdapat luka memar yang sudah membiru…” Balas dokter tersebut seraya membetulkan kacamatanya.
“Astagaa … baiklah dok, lakukan saja operasi itu sekarang!! Aku akan mengurus administrasi dan yang lainnya.”
Dokter tersebut segera meninggalkan Liel yang masih mematung. Namun dia segera sadar dan bergerak cepat mengurus administrasi Jia dan keperluan lainnya.
Kemudian dia keluar dari Rumah Sakit menuju parkiran mobil. Matanya liar, menatap tajam sekelilingnya. Kemudian dia menatap kosong ke langit malam yang indah.
“Sebenarnya … apa yang terjadi padamu? Dari mana kesalahan ini terjadi? Apa yang sudah ku lewatkan??” Bisik Liel lirih seraya membuka pintu mobilnya.
***
Waktu menunjukkan pukul 19.34 wib. Liel datang kembali membawa sekotak makanan dan air minum. Wajahnya terlihat putus asa, meskipun sudah berusaha disembunyikannya dengan baik. Matanya terlihat sendu saat melihat luka Jia di tangan yang telah di jahit serta di perban.
“Jangan menatap kasihan padaku seperti itu … oh iya, apa urusanmu berada di sini, pakaianmu … tampak sangat formal???” Tanya Jia sambil mengernyitkan dahi.
“Aku baru selesai bertemu kakekku.”
Jia berusaha tersenyum, meski luka di sudut bibirnya membuatnya kesakitan. “Oh, begitu, baiklah, sekarang pulanglah.”
Liel menatap tajam seraya menaruh makanan dan air minum di meja. “Sekarang, jelaskan apa yang terjadi padamu???”
Alih-alih menjawabnya, Jia menatapnya dengan penuh kerinduan. Hanya dengan sedikit perhatian dan kekhawatiran Liel padanya, perasaan bahagia itu muncul kembali, menyeruak ke atas permukaan, setelah sebelum nya tenggelam.
“Aiih sudah gila!! Mengapa aku merindukan pria sial4n ini!!” Batinnya dalam hati.
“Mengapa diam! Jawab aku Jia! Semua luka, memar di perut dan bekas sundutan rokok di tanganmu itu apakah perbuatannya?”
Jia menarik napas panjang. “Haaa … Liel, dengar!! Aku berterima kasih atas kebaikanmu, karena masih sudi untuk menolongku, padahal aku sudah menyuruhmu untuk menjauh.”
Liel menatap Jia lekat dengan penuh kesedihan dibalik sorot matanya yang tajam. “Berterima kasihlah pada sopir taksi yang segera membawamu kesini!! jika tidak, mungkin jari jempolmu tidak bisa digerakkan lagi! Setidaknya jaga dirimu baik-baik selama kamu mengusirku dari hidupmu! Jika seperti ini bagaimana bisa aku …”
“Aku harus kuat karena lawanku adalah perempuan gila yang terobsesi padamu!!” Potong Jia seraya memegang perutnya yang sakit.
Liel melebarkan matanya, kali ini dia tidak dapat menyembunyikan ekspresi marahnya. “Kay?? Berarti benar dia yang melukaimu??? Apa ada CCTV di sekitar tempat kejadian?”
“Tidak ada, sepertinya dia pintar dalam memilih tempat! Liel, Sebaiknya khawatirkan saja dirimu sendiri, karena kamu paling dekat dengannya!” Balas Jia sembari menahan rasa nyeri akibat luka jahit pasca operasi.
Liel pun segera menyuruh Jia untuk beristirahat. Tanpa sepatah kata pun dia menggenggam tangan kanan Jia. Kekhawatiran yang dicurahkan Liel begitu besar terhadap Jia, hingga dia tidak menyadari, bahwa dia sendiri juga berada dalam bahaya.
“Jia … kurasa kamu benar. Kita memang harus menjauh, melupakan satu sama lain untuk sementara waktu. Kay bukanlah lawan yang mudah! Jadi … aku mohon, jaga dirimu baik-baik!” Ucapnya seraya menundukkan kepala.