Alden berjalan sendirian di jalanan kota yang mulai diselimuti dengan senja. Hidupnya tidak pernah beruntung, selalu ada badai yang menghalangi langkahnya.
Dania, adalah cahaya dibalik kegelapan baginya. Tapi, kata-katanya selalu menusuk kalbu, "Alden, pergilah... Aku tidak layak untukmu."
Apa yang menyebabkan Dania menyuruh Alden pergi tanpa alasan? Nantikan jawabannya hanya di “Senja di aksara bintang”, sebuah cerita tentang cinta, pengorbanan dan rahasia yang akan merubah hidup Alden selamanya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NdahDhani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25: Keheningan yang membisu
Beberapa hari berlalu sejak Dania memutuskan hubungannya dengan Alden. Kini semua terasa hening tanpa adanya kabar sedikitpun.
Alden mencoba untuk menghubungi Dania melalui pesan singkat. Pesan itu terbaca, tapi tidak ada balasan apapun dari Dania.
Alden mencoba menghubungi lagi, kali ini melalui panggilan telepon. Tapi panggilan itu selalu ditolak.
Alden menghela nafas panjang, ia tidak mengerti mengapa Dania menyuruhnya pergi tanpa alasan. Apa yang sebenarnya disembunyikan oleh Dania?
"Bu, aku keluar sebentar." ujar Alden yang langsung berlalu tanpa menunggu jawaban ibunya.
"Mau kemana, nak? Sudah mau malam!" teriak ibunya dari dalam kontrakan.
"Bentar aja, Bu!" sahutnya sambil berlari menjauh.
Alden terus berlari menjauh. Ia sama sekali tidak memperdulikan orang-orang yang berlalu-lalang. Ia merasa ada yang janggal dengan sikap Dania, tidak mungkin Dania seperti ini tanpa adanya alasan yang jelas.
"Maaf mas Alden, anda tidak boleh masuk." ujar seorang satpam yang berjaga di rumah Dania.
Alden merasa bingung, kunjungannya selama ini ke rumah Dania tidak masalah. Tapi kini, tiba-tiba saja ada larangan untuknya menginjakkan kaki di rumah mewah itu.
"Maaf Pak, Dania nya ada? Saya ingin berbicara, sebentar saja." ujar Alden sopan.
"Maaf mas, nona Dania tidak ingin bertemu dengan anda. Lebih baik silahkan pergi." ujar satpam itu sambil mengarahkan tangannya ke arah jalan.
"Tapi pak-"
Belum sempat Alden melanjutkan perkataannya, satpam itu langsung memotong pembicaraan nya. Suara satpam itu terdengar tegas, "Maaf mas, nona Dania sedang tidak ingin diganggu. Mohon pengertiannya."
Alden menghela nafas, langkahnya malam ini hanya sia-sia saja. Dania sepertinya memang tidak ingin berkomunikasi dengan Alden dalam bentuk komunikasi apapun.
"Baik pak, permisi." ujar Alden memaksakan senyum lalu berjalan pergi.
Baru beberapa langkah berjalan, Alden kembali berhenti dan menoleh ke arah kamar Dania. Ia melihat gorden di kamar itu bergerak dengan cepat. Alden yakin itu Dania yang menyadari kehadirannya.
"Kenapa kamu seperti ini, Dania?" batin Alden.
Beberapa menit Alden berdiam diri di tempat, dengan harapan Dania akan membuka gorden atau muncul di hadapannya. Tapi Dania sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa ia ingin bertemu dengan Alden.
Alden pun akhirnya melangkahkan kakinya menjauh dari pekarangan rumah Dania. Alden tidak ingin memaksa Dania jika ia tidak ingin berbicara dengannya, setidaknya untuk saat ini.
...✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧...
Dania berada di kamarnya, memandangi bintang-bintang di langit malam. Ia memikirkan apakah keputusannya adalah yang terbaik.
Jujur saja, berat rasanya Dania mengakhiri hubungannya dengan Alden. Terlebih Riza yang memanfaatkan situasi ini untuk mendekatinya lagi, membuatnya merasa sangat bersalah.
Ketika tiba-tiba Alden datang ke rumahnya dan menoleh ke arah jendelanya, Dania langsung menutup gorden dengan cepat. Jantungnya berdegup kencang, ia tidak menyangka bahwa Alden akan mengunjungi rumahnya setelah pesan dan teleponnya sama sekali tidak ada jawaban dari Dania.
Dania mengintip dari celah gorden, berharap apa yang dilihatnya hanya sebuah imajinasinya saja. Tapi, ini bukanlah sebuah ilusi melainkan Alden benar-benar ada di depan rumahnya.
Beberapa menit Dania kucing-kucingan memandangi Alden dari celah gordennya, akhirnya Alden pun pergi dari tempat itu. Dania terduduk di lantai kamarnya, ia membenamkan wajahnya di antara kedua lututnya.
Tetesan air mata mulai turun membasahi pipinya. Dania meremat rok yang ia kenakan, ia tidak tahu mengapa rasanya begitu sakit berjauhan dengan Alden sementara ini adalah keinginannya sendiri.
"Maafkan aku, Al. Aku tidak layak untukmu," gumamnya lirih sambil menangis tersedu-sedu.
Sementara itu, di sisi lain Alden membaringkan tubuhnya di atas tempat tidurnya, dengan tangan yang dijadikannya sebagai tumpuan untuk kepalanya.
Alden merasa ada yang aneh dengan Dania. Alden yakin ada sesuatu yang Dania sembunyikan darinya. Tapi Alden tidak tahu apa itu.
Boneka beruang untuk hadiah ulang tahun Dania lalu, masih Alden simpan di dalam kamarnya. Ia menoleh ke arah boneka beruang yang ia letakkan di atas meja.
Argh, rasanya Alden terasa Dejavu mengingat momen bersama boneka beruang itu. Niatnya ia berikan boneka itu untuk hadiah ulang tahun Dania, justru ia yang diberikan hadiah perpisahan oleh gadis cantik itu.
"Aku yakin ada sesuatu yang kamu sembunyikan Dania." Gumamnya lirih.
Alden sangat yakin ada yang tidak beres dengan Dania. Hatinya begitu yakin bahwa Dania sebenarnya tidak ingin mengakhiri hubungan mereka.
Alden mengirimkan pesan lagi, berharap Dania akan membalas pesannya kali ini. Beberapa lama Alden menunggu, lagi-lagi tetap tidak ada balasan dari Dania.
Alden memandangi langit-langit kamarnya, tatapannya kosong. Pikirannya sudah melayang kemana-mana, ia merasa bahwa ia perlu mencari tahu tentang Dania.
Ting!
Suara notifikasi masuk di layar ponselnya. Alden tersenyum ia yakin itu balasan dari Dania. Tapi, ketika ia membuka ponselnya senyum yang sempat terpancar kini mulai sirna. Pasalnya yang mengirimkan pesan bukanlah Dania, melainkan Rani.
"Hai, Al. Besok bisa temanin aku gak?"
Alden menghela nafas, mengapa Rani bisa tiba-tiba akrab dengannya lagi setelah sebelumnya memilih untuk menjauhkan diri. Alden ragu-ragu sejenak, akhirnya ia pun menyetujui. Harap-harap ia bisa menanyakan sesuatu tentang Dania mengingat kedekatan keduanya yang begitu akrab.
Alden sendiri tidak mengetahui bahwa hubungan antara Dania dan Rani sudah tidak baik-baik saja saat ini. Yang ia tahu, mereka berdua sudah jarang bersama karena kesibukan masing-masing.
"Oke, setelah toko tutup ya?"
Alden mengetikkan balasan dan langsung mematikan ponselnya tanpa menunggu balasan dari Rani. Ia berpikir bahwa Rani pasti tahu sesuatu tentang Dania.
Baru saja memejamkan matanya, tiba-tiba Rani menelponnya. Alden enggan mengangkat panggilan itu.
Selain bukan dari orang yang diharapkannya, Rani juga terkesan mengejar-ngejar Alden. Terlebih beberapa hari lalu Rani memang terlihat dengan sengaja mendekati Alden di toko rotinya.
Alden membiarkan ponselnya berdering beberapa kali sampai akhirnya panggilan telepon itu berhenti. Ia tidak ingin berbicara dengan Rani untuk saat ini, apalagi jika membahas hal yang tidak perlu.
Rani mulai mencari-cari perhatian Alden, terlihat jelas dari respon dan tindakannya yang terkesan mencolok. Sementara Dania, gadis yang diharapkan kabarnya oleh Alden justru hening membisu.
Kontras antara sikap Rani dan Dania membuat Alden semakin penasaran. Mengapa Rani begitu agresif dalam mendekatinya, sementara Dania memilih untuk menjauh?
"Apa ini ada kaitannya sama Rani?" batinnya.
Ia mulai merasa ada yang janggal dengan hubungan keduanya. Jika memang Rani menganggap Dania sebagai teman baiknya, maka tidak mungkin bagi Rani untuk mendekati Alden setelah hubungannya dengan Dania usai. Meskipun Rani memang sempat menyatakan perasaannya kepada Alden beberapa waktu lalu.
^^^Bersambung...^^^