seorang perempuan yang mempunyai kesalahan untuk jatuh cinta terhadap seseorang, dari sekian banyaknya laki-laki di dunia ini mengapa ia pilih laki-laki itu untuk menjadi kekasih hatinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon naura hasna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 29
Kedua orang tua Hasna akhirnya memerintahkan seseorang yang kemarin di hubungi oleh Hasna, yaitu Davina.
"Davina? Ibu boleh minta tolong gak ya? Hasna dari kemarin melamun terus, tatapannya kosong—hasna juga sering berubah wujud gitu, tolong kamu cari tahu siapa pelaku santet di balik ini semua ya," Rani memohon bantuan kepada Davina untuk kembali mencari tahu siapa dalang dibalik pengiriman santet yang sedang di derita anaknya itu.
"InsyaAllah saya siap bu, jika harus mencari seseorang yang bernama Dafa itu di dunia nyata, itu gampang bagi saya," jawab Davina dibalik telepon.
"Oke makasih ya nak, sudah mau membantu ibu kabarin terus."
Rani mematikan atau memutuskan panggilan telepon tadi dan melanjutkan aktivitasnya.
Pov Davina
"Sebelum aku mencari seseorang yang bernama Dafa itu, aku akan cari kontak atau sosial media yang dia punya dulu—habis itu langsung ku cari orangnya," ucap Davina.
Semua media sosial sudah Davina cari, tapi tak kunjung di temukan tanda-tanda akun tersebut benar-benar milik Dafa yang ia tuju.
"Apa aku langsung turun aja ya ke jalanan, barangkali aku nemuin itu orang," gumam Davina.
Pada akhirnya, Davina mengambil kunci motornya lalu segera turun ke jalanan untuk mencari keberadaan Dafa terutama di jalan sebelah di rumah yang ia tempati.
Di tengah jalan raya dengan panas yang sangat terik, matahari sudah berada di hadapan Davina dan menyinari wajahnya. Tiba-tiba dari arah lain ada motor yang besar berwarna hitam dengan dikendarai oleh seorang laki-laki yang sepertinya tak asing di pandangan Davina, di belakangnya masih ada satu orang penumpang lagi perempuan yang usianya sekitar dua puluh lima tahun dengan raut wajah yang penuh dendam amarah semuanya bercampur aduk.
Motor kecepatan tinggi yang juga membuat amarah itu semakin melonjak tinggi.
"Kayak kenal tuh orang yang mengendarai motor yang gede warna hitam itu deh, postur tubuhnya juga gak asing—apa jangan-jangan itu si Dafa itu ya? Tapi yang satu lagi cewek siapa ya? Gue berhentiin aja kali ya motornya."
Wajahnya terlihat tenang di permukaan, namun di balik mata yang terpejam rapat, badai emosi sedang mengamuk. Rahangnya yang terkatup erat dan tangan yang mengepal menunjukkan usaha keras untuk menahan amarah yang menggebu-gebu di dalam hatinya. Otot-otot di wajahnya terlihat tegang, seperti sedang menahan beban berat yang tak terlihat.
Suara yang keluar dari mulutnya terdengar datar dan terkendali, namun ada getaran halus yang menunjukkan emosi yang berusaha ditahan. Matanya yang terarah lurus ke depan, seolah-olah menantang, namun ada kilasam kemarahan yang sesekali terlihat di sudut matanya.
Dia berbicara dengan nada yang pelan dan terukur, setiap kata dipilih dengan hati-hati untuk menghindari ledakan emosi yang bisa saja terjadi kapan saja. Namun, di balik ketenangan yang dipaksakan, ada api yang membara, menunggu untuk meledak jika ada pemicu yang tepat.
Tubuhnya yang tegap dan gerakannya yang terkendali menunjukkan kontrol diri yang kuat, namun ada ketegangan di setiap serat ototnya, menunjukkan bahwa dia sedang berjuang keras untuk menahan diri. Ini adalah pertarungan internal yang hanya dia yang tahu, pertarungan antara keinginan untuk meledak dan kebutuhan untuk tetap tenang.
"WOY SINI LU NGADEP GUA!" ketika melihat motor hitam besar mendekat, Davina sudah tak bisa lagi untuk menahan amarah. Matanya memerah, jantungnya berdebar kencang.
Dengan mendadak Dafa langsung mematikan mesin motornya yang sedang menyala itu dan langsung menghadap ke Davina.
Dengan keheranan Dafa bertanya. "Ada apa sih? Datang-datang langsung marah nada tinggi begitu."
Tanpa basa-basi apapun Davina langsung mengeluarkan kata-kata. "LO JUJUR SAMA GUA SEKARANG, APA BENER LO YANG SELAMA INI SANTET TEMEN GUE HASNA?! JAWAB!"
Dafa memang mendengar amarah yang Davina lontarkan—tapi entah kenapa mulutnya tiba-tiba terkunci diam dengan seribu bahasa.
"AYO JAWAB! ATAU GUE LAPORKAN LO KE PIHAK KEPOLISIAN! INI SUDAH MENYANGKUT KESELAMATAN SESEORANG DAF!!"
Seorang perempuan muda yang usianya sama dengan Dafa itu memilih maju menggantikan posisi Dafa yang berada di depan itu. "Biar saya saja yang menjawab pertanyaan Anda selama ini."
"YASUDAH, TERSERAH YANG SAYA MAU DARI KALIAN ADA KEJUJURAN!"
"Sebelumnya kenalin saya Ayra, saya memang bukan teman dari Dafa—tapi saya jujur saja memang berniat untuk berbuat jahat kepada teman mbak. Saya melakukan ini karena, saya sangat iri dengan pernikahan antara teman mbak itu dengan mantan pacar saya dulu, namanya Fardhan, begitupun sebaliknya," Ayra terpaksa memilih jujur mengucapkan apa yang ada dan apa yang terjadi.
"Dan Dafa juga termasuk ke dalam seseorang yang sudah menabrak Fardhan pada saat kemarin—kita semua iri dengan kehidupan teman mbak."
Davina sudah mendengar penjelasan dan kejujuran dari Dafa dan juga Ayra, Davina tidak menyangka kenapa bisa Dafa dan Ayra bisa bersekongkol untuk berbuat jahat kepada Hasna.
"Sudah cukup—penjelasan kalian membuat saya tidak menyangka kalian bisa memperlakukan seperti itu tanpa merasa bersalah sedikit pun."
Langkah kakinya berjalan menaiki motornya, seperti sudah terserah dengan kelakuan mereka yang sangat busuk itu.
"halo tante, aku mau kasih tahu nih kabar mengenai siapa yang ngirim santet kepada anak tante," Davina kembali menghubungi Ibu Hasna.
"Jadi kabarnya gimana nak? Siapa pelaku dibalik ini semua?" Suara isak tangis masih terdengar dari balik telepon.
"Pelakunya ada dua bu, Namanya Dafa dan ayra."
"Apa?! Itu kan seseorang yang muncul di mimpi anak tante selama di ICU itu, ibu benar-benar gak habis pikir banget,"
"Yasudah ya tante, saya mau pulang dulu."
Sambungan telepon pun terputus. Di rumah, kedua orang tua hasna panik tidak karuan—anaknya belum juga tersadar.