NovelToon NovelToon
49 Days

49 Days

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Mata Batin / Angst / Penyeberangan Dunia Lain / Hantu
Popularitas:17.3k
Nilai: 5
Nama Author: nowitsrain

Suri baru menyadari ada banyak hantu di rumahnya setelah terbangun dari koma. Dan di antaranya, ada Si Tampan yang selalu tampak tidak bahagia.

Suatu hari, Suri mencoba mengajak Si Tampan bicara. Tanpa tahu bahwa keputusannya itu akan menyeretnya dalam sebuah misi berbahaya. Waktunya hanya 49 hari untuk menyelesaikan misi. Jika gagal, Suri harus siap menghadapi konsekuensi.

Apakah Suri akan berhasil membantu Si Tampan... atau mereka keburu kehabisan waktu sebelum mencapai titik terang?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nowitsrain, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Day Four

Omong kosong yang Suri cibir ternyata malah terbukti benar. Tidak terasa, langkah yang terajut membawa dirinya dan Dean sampai di rumah sakit. Sungguh ajaib karena Suri tidak merasa kelelahan sama sekali. Setetes pun keringat bahkan tidak keluar dari tubuhnya. Seakan Dean betulan berhasil menyalurkan kekuatan hantunya kepada Suri, melalui genggaman tangan yang sampai saat ini masih terjalin.

Ah, benar!

Mengingat soal genggaman tangan, Suri langsung melepaskannya begitu mereka tiba di depan kamar rawat kekasih Dean. Perasaan Suri mendadak tidak enak. Kesannya seperti dirinya sedang mencuri kesempatan untuk bermesraan dengan kekasih orang lain. Meskipun mereka semua tahu keadaannya tidak seperti itu.

Suri berdeham cukup keras, sedikit salah tingkah saat seorang perawat lewat dengan troli obat-obatan. Tadinya Suri kira dirinya akan tertangkap basah. Mengenakan seragam SMA yang lecek di beberapa bagian, kepala celingukan, dan gerak-gerik canggung mencurigakan, Suri pikir akan membuatnya diseret keluar karena dianggap penyusup. Tetapi perawat tadi hanya lewat begitu saja, antara diburu waktu atau sekadar tidak cukup peduli pada sekitar.

"Ayo masuk."

Sudah dilepaskan, Dean malah kembali menyambar tangan Suri tangan permisi. Tidak ada canggung-canggungnya Dean menggandeng gadis lain, ketika hendak bertemu dengan kekasihnya.

Cih! Apa semua pria memang seperti ini?

Suri melirik sinis. Sayangnya, Dean tidak peka, tidak lupa peduli. Suri digiring masuk, dipaksa menyapa kekasih Dean dengan kikuk karena tangannya masih berada dalam genggaman pria itu.

"Ini," Suri bersikeras melepaskan tangannya, namun Dean juga sama keras kepalanya. "Lepaskan dulu!" sentaknya.

Mendadak tuli Suri rasa, Dean malah cuek saja menggeret kursi dan menyuruhnya duduk. Genggaman tangannya? Jangankan dilepas, yang ada malah semakin erat.

"Kau tidak merasa bersalah bersikap seperti ini pada gadis lain, di depan kekasihmu?"

Dean hanya melirik sekilas, lalu malah berbicara dengan kekasihnya. "Hari ini kami datang lagi," katanya, "kau akan bekerja sama, kan?"

"Dean. Coba lepaskan dulu." Suri masih berusaha melepaskan diri. Lengannya sampai melintir tidak keruan demi lepas dari genggaman Dean, tapi sia-sia saja usahanya. Tangan mereka seperti sudah disatukan dengan lem super.

"Ah, terserahlah!" Akhirnya Suri menyerah. Pasrah sudah menghadapi kekasih Dean sambil bergandengan tangan.

"Aku tidak bermaksud lancang, jadi tolong maafkan aku," katanya tulus pada kekasih Dean. Diliriknya sebal sosok hantu tampan yang berdiri menjulang di sebelahnya.

"Aku tidak tahu kenapa kekasihmu bersikap begini, tapi mari kita berpositif thinking, mungkin dia pikir dengan begini bisa membantumu bangun? Ah, tidak masuk akal. Kenapa juga dia pikir dengan begini bisa membantumu bangun?"

Suri nyerocos sendiri. Berkali membangun opini, berkali-kali pula mematahkannya dengan argumen susulan yang dibuatkan sendiri. Sedangkan Dean, pria itu tidak melakukan apa pun. Diam seribu bahasa, menatap lekat wajah kekasihnya yang tertutup selang oksigen.

"Oh, ayolah, katakan sesuatu," desaknya tidak tahan.

Benar, sih, Dean akhirnya mau buka suara. Tetapi yang pria itu katakan malah membuat Suri menganga.

"Tolong kerjasamanya. Waktu kita tidak banyak, kau tahu itu."

Suri merasa tidak nyaman dengan nada suara Dean. Terdengar terlalu tegas untuk ukuran seseorang yang sedang berbicara dengan orang terkasihnya.

"Kau ini kenapa? Biasa saja bicaranya." Suri menegur atas nama solidaritas sesama perempuan.

Dean menoleh, sorot matanya kembali menunjukkan tumpukan perasaan yang asing. Beberapa detik lamanya tatapan mereka beradu, sampai Dean memutus kontak lebih dulu sambil menghela napas berat.

"Kau tahu aku tidak sedang marah," katanya. Tatapan Dean jelas tertuju pada kekasihnya, namun entah kenapa Suri merasa ucapan itu ditujukan untuknya. "Aku hanya ingin ini berakhir dengan baik. Kau tahu itu, kan?"

Suasananya langsung berubah tidak enak. Menyadari genggaman tangan Dean sedikit melonggar, Suri memanfaatkannya untuk melepaskan diri. Dan berhasil, gandengan mereka terlepas, Suri pun langsung menyembunyikan kedua tangannya di atas pangkuan agar Dean tidak menyambarnya lagi sembarangan.

"Mood-mu sedang aneh, naik-turun tidak jelas," kata Suri, cenderung terdengar seperti gerutuan tidak jelas.

Dean hanya diam saja, tidak menyahut.

"Sebaiknya kau keluar saja, biar aku bicara empat mata dengan kekasihmu."

"Baiklah." Dean setuju begitu saja. Dia memandang kekasihnya semakin dalam kali ini.

"Mengobrollah, aku akan kembali." Dean mengusap punggung tangan kekasihnya lembut sebelum pergi. Pandangan Suri mengikuti sampai Dean keluar pintu.

"Apa dia biasanya memang seperti itu?" tanya Suri begitu pintu kamar rawat tertutup sempurna. Kepalanya belum sepenuhnya menoleh lagi ke arah kekasih Dean saat bertanya.

"Dia aneh," komentarnya lagi. "Seperti kesurupan hantu--ah, dia yang hantu." Sambungnya seraya menepuk jidat. "Kenapa aku sering lupa kalau dia itu hantu, ya? Apa karena tingkah lakunya yang tidak mencerminkan sosok hantu pada umumnya?"

Krikkk... Krikkk... Krikkk...

Terasa hening sekali. Suri terlampau kikuk sampai menggaruk lehernya yang tidak gatal. Ternyata ditinggalkan berdua saja dengan seseorang yang tidak bisa menyahuti ucapannya, rasanya canggung sekali.

Tapi Suri tidak bisa mundur. Dia sudah berjanji akan berusaha sebaik mungkin membantu kekasih Dean bangun. Oleh karenanya, Suri segera putar otak. Mencari topik obrolan baru meski tidak akan ada sahutan.

"Mmm...." Dia berpikir sebentar, mengetuk-ngetukkan jemarinya ke paha. "Kau suka kucing tidak? Kemarin aku baru mengadopsi seekor kucing. Badannya gendut, matanya berwarna biru, gemas sekali. Hanya saja ... sayang sekali, dia bisu dan tuli."

"Aku memberinya nama Paw," lanjutnya, seraya tertawa kecil. "Tidak ada alasan khusus. Aku hanya tidak pandai memberi nama hewan peliharaan. Karena itu, saat melihat bagian paw yang berwarna merah muda, aku langsung berpikir untuk menjadikannya nama."

"Paw aku tinggalkan sendirian di rumah." Suri menegakkan tubuhnya, sorot matanya sudah tidak lagi fokus pada sosok kekasih Dean, melainkan mulai mengabur, menghadirkan bayangan Paw di hadapannya. "Tadinya aku khawatir untuk meninggalkannya sendirian. Seperti yang sudah aku bilang, Paw itu bisu dan tuli, jadi aku khawatir dia akan kesulitan saat aku tidak ada."

"Tapi Dean bilang Paw adalah tipikal kucing yang mandiri karena keterbatasannya. Dia hanya akan bersikap clingy kalau sedang berada di sekitar manusia yang membuatnya nyaman."

Suri mengulum senyum. Sentuhan bulu-bulu halus Paw terasa jelas, seperti makhluk bulu itu betulan hadir di sini sekarang.

"Oh, by the way," Nada suara Suri berubah antusias. "Dean terlihat aneh setelah ada Paw. Tadinya aku kira karena dia tidak suka hewan, tapi nyatanya dia lebih mengerti soal Paw. Jadi, kenapa kira-kira dia begitu?"

Tentu saja Suri tidak akan dapat jawaban. Seketika, antusiasmenya merosot tajam.

"Aku benar-benar ingin tahu banyak hal soal Dean," gumamnya setengah sadar. Begitu kesadarannya penuh, dia buru-buru meralat. "Jangan salah paham. Maksudku, aku ingin tahu banyak hal tentang dia supaya tidak bingung cara menghadapi mood anehnya itu. Kalau boleh jujur, aku agak kewalahan."

Ocehan Suri berhenti di sana. Sesungguhnya karena dia sedang memikirkan kalimat selanjutnya yang hendak dikatakan, namun fokusnya justru buyar karena distraksi lain yang tidak terduga.

Tatapan Suri fokus menelusuri selimut yang membalut tubuh kekasih Dean. Warna putihnya membuat noda sekecil apa pun, akan mudah ditangkap mata. Bahkan jika itu berupa sehelai bulu halus tak lebih panjang dari satu ruas jari.

Tangan Suri terulur, menjumput sehelai bulu itu dengan hati-hati, lalu membawanya mendekat untuk diamati lebih lanjut.

"Gosh ... kenapa bisa ada bulu kucing di sini?"

Bersambung....

1
Marta Rahayu
GK hati hati suri,,, jatuh kan,,,
Marta Rahayu
anak nie bsa liat hantu jha y pasti,,,
Marta Rahayu
ap suri,,,
Marta Rahayu
kluarga dean bneran baik GK nie,,,
Marta Rahayu
mgkin mereka tkut krna kamu bsa liat hantu suri,,,
Marta Rahayu
curcol suri,,,
Marta Rahayu
suri sumbu pendek x,,, marah trs,,,
Marta Rahayu
iy jga y,,, clare GK bsa d lempar bantal tp dean bsa d pegang,,,
Marta Rahayu
menyadari ap suri,,, menyadari klu dean GK perlu sembunyi y,,,
Marta Rahayu
pantas dean syang skali dg kekasih na,,, ad rsa iba jga pasti na,,,
Marta Rahayu
kkk suri centil,,,
Marta Rahayu
dean hantu knpa hrus kau ajak semunyi suri,,,
Marta Rahayu
waduh ad yg dtang,,,
Marta Rahayu
dean harus sabar klu mau suri bantu sampe ahir,,, jgn desak trs dean
Marta Rahayu
knpa bsa tersentrum y,,,
Marta Rahayu
knpa suri,,,
Marta Rahayu
mgkin sedang memperhatikan dari jauh,,,
Marta Rahayu
ada sja omongan mu suri,,,
Marta Rahayu
dean kan bsa masuk dluan nembus pintu,,, tp malah nungguin suri kkk
Marta Rahayu
suri mmg galak y,,, lucu
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!