WANTED DILARANG JIPLAK !!! LIHAT TANGGAL TERBIT !!!
Karena ketidaksengajaan yang membuat Shania Cleoza Maheswari (siswi SMA) dan Arkala Mahesa (guru kimia) mengikat janji sehidup semati di hadapan Tuhan.
Shania adalah gadis dengan segudang kenakalan remaja terpaksa menikah muda dengan gurunya Arka, yang terkenal dingin, angkuh dan galak.
Tapi perjuangan cinta Shania tak sia sia, Arka dapat membuka hatinya untuk Shania, bahkan Arka sangat mencintai Shania, hanya saja perlakuan dingin Arka di awal pernikahan mereka membuat lubang menganga dalam hati Shania, bukan hanya itu saja cobaan rumah tangga yang mereka hadapi, Shania memiliki segudang cita cita dan asa di hidupnya, salah satunya menjadi atlit basket nasional, akankah Arka merelakan Shania, mengorbankan kehidupan rumah tangga impiannya ?
Bagaimana cara Arka menyikapi sifat kekanakan Shania.Dan bagaimana pula Arka membimbing Shania menjadi partner hidup untuk saling berbagi? ikuti yu asam manis kehidupan mereka disini..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dicederai
Arka menggelar kasur lipatnya di bawah seperti biasa, melihat Shania masih duduk di ranjang dan memainkan ponselnya tanpa peduli apa yang dikerjakannya. Setelah tergelar sempurna, Arka melengos ke arah dapur, menaruh susu bubuk di gelas dan menyeduhnya.
Segelas susu hangat dia sodorkan pada Shania,
"Minum, taruh ponselmu. Sudah malam !"
"Ga ditaroin racun kan ?!" tanya Shania.
"Mau bukti ?!" Arka meminum susunya duluan dan memutar di seluruh permukaan bibir gelas.
"Eh, " Shania melotot melihat itu.
"Saya ga apa apa kan ? sekarang kamu minum susu ini, karena saya ga mau bikin susu yang baru !" paksanya.
"Tapi itu ngapain bapak puterin bibir gelasnya pake mulut ?! kan jadi bekas bapak semua !"
"Biar kamu percaya kalo saya ga kasih racun atau semacamnya ! minum !" mau tidak mau Shania menerimanya dan mulai meminumnya, sama saja dengan menelan sisa saliva Arka si penjajah.
"Mau ke toilet dulu ngga, mau saya kunci pintu toiletnya ?" tanya Arka.
Shania menggeleng," engga !"
Arka mulai merebahkan dirinya dan memejamkan matanya. Shania yang awalnya masih terjaga pun mulai ikut terbawa suasana hening hingga ia tertidur.
Shania yang sudah mengepack peralatan bertanding keluar dengan tas hitamnya dengan tergesa. Ponselnya mati daya, jadi alarmnya tak berbunyi, alhasil ia terlambat bangun.
"Sarapan dulu, saya sudah buatkan nasi goreng !" Shania mengangkat alisnya sebelah, tumben. Biasanya Lelaki ini akan mengomel jika mendapati Shania bangun terlambat. Apa ini salah satu triknya agar Shania bisa kembali membuka hati untuknya, Shania menatap penuh selidik, tapi karena hari sudah mulai tergelincir menuju pukul setengah 8 pagi, tak ada waktu untuknya memikirkan itu. Shania panik mencari kunci motornya, seingatnya semalam ia menaruh kunci motor di bufet, tapi sekarang tidak ada.
"Cari apa ?!" tanya Arka.
"Kunci motor !" jawabnya kelimpungan.
"Saya antar !"
"Shania bisa sendiri, pake motor. Bapak kan ngajar, lagian pake mobil lama nyampenya."
Ini yang Shania tidak tau, sebelum memakai mobil, Arka memakai motor namun seringnya motor itu terparkir di garasi.
Arka mendorong motornya dari dalam garasi, Kawasaki KLX ×××. Membuat Shania tercengang.
"Kamu tidak akan terlambat, yu saya antar !" Arka menarik tangan Shania untuk mengekor.
"Bapak yakin ? ga akan jatoh di perempatan jalan kan ?" tanya Shania tak percaya.
Arka hanya tersenyum miring, "saya memang baru kali ini membonceng perempuan pake motor, tapi insyaallah akan baik baik saja, " jawabnya.
Bukan Arka tak mau, bukan Arka sombong selalu membawa Alya dengan mobil, tapi setidaknya ia menghindari bersentuhan dengan yang belum halal untuknya. Lain halnya dengan sekarang.
"Bangga banget sih ! jadi Shania mesti bilang wow gitu, jadi cewek pertama yang dibonceng bapak ?!" tanya Shania menyebalkan.
"Kunci pintu gerbang, pakai helmnya ! " pintanya. Shania berjalan, menutup pintu gerbang lalu memakai helm. Lebar jok yang sedikit sempit membuat Shania terpaksa harus mepet mepet dan menempel pada Arka.
"Pegangan, nanti kamu jatuh !" pinta Arka.
"Jangan modus ya pak !" sengitnya.
"Mau modus ataupun tidak, tidak bakal jadi dosa !" jawab Arka.
Mereka sampai di tempat dimana diadakannya pertandingan basket antar sekolah, riuh suasana dari ujung jalan sampai dalam gedung terlihat kentara.
"Stop ! stop ! disini aja, "
"Yang lain mana ?" tanya Arka ingin membuka helmnya.
"Eh, jangan dibuka helmnya ! kalo yang lain ada yang liat gimana ?!" larang Shania menahan tangan Arka. Dan benar saja rombongan sekolahnya satu persatu datang, termasuk Cakra. Lelaki itu memicingkan mata menatap sosok lelaki yang berada di atas motor mengantarkan Shania, dengan wajah tertutup helm.
" Sha, siapa?" tanya Cakra meneliti.
"Om !" jawab Shania tenang padahal hatinya sudah seperti genderang perang takut kalo diantara mereka ada yang mengenali perawakan tubuh Arka.
"Sha, kapan loe datang, ditungguin di sekolah juga malah udah disini duluan !" ujar Melan.
"Baru aja, takut keburu telat guenya, jadi langsung kesini."
Tak lama pihak dari sekolahnya memanggil, pak Nirwa menepuk nepuk tangan memanggil mereka.
"Udah dipanggil pak Nirwa, yu masuk !"
"Eh, anak anak yang lain kapan datang buat support ?!" tanya Adi.
"Ntar kalo dah balik sekolah !" jawab Cakra.
Cakra, Melan bersama yang lain membelah lautan manusia termasuk Shania, saat sampai di pintu masuk Arka menarik tangannya.
"Hati hati, semangat ! saya harus ngajar dulu, nanti setelah ngajar saya usahakan datang kesini bersama yang lain, " ucap Arka, Shania mengangguk.
"Saya pamit dulu !"
Shania masuk bersama tim sekolahnya. Tiap babak penyisihan sudah mereka lewati dengan tanpa kendala, berjalan sesuai rencana. Meskipun sempat beberapa kali berganti pemain, terjatuh dan tergores sudah menjadi hal biasa.
Tempat mulai di sesaki para penonton, yang rata rata dari sekolah peserta, siswa siswa yang mendukung sekolahnya masing masing termasuk sekolah BAKTI PERSADA.
"Gila, penuh banget !" ucapnya.
"Iya kaya demo 212, " jawab Roy.
Bersama beberapa siswa lainnya keduanya mencari tempat duduk di tribun penonton.
"Kata Cakra sih sekolah kita tim putrinya masuk ke babak semifinal," ujar Tri.
Akhirnya Shania bersama tum basket putri BAKTI PERSADA keluar untuk memperebutkan tiket menuju final.
"Itu yayang gue !" pekik Roy.
"Yeeee BAKTI PERSADA !!" pekik siswa siswi BAKTI PERSADA.
Entah disengaja ataupun tidak tim lawan memang tau beberapa punggawa sekolah BP yang harus mereka waspadai, termasuk Shania, mereka mengincar Shania.
"Nomor punggung 27 Shania waspadai, cecar dia sampai dapat, jangan dibiarkan bebas !"
Permainan berjalan begitu panas, mengingat kedua tim memperebutkan tiket menuju final, apapun akan mereka lakukan untuk menang.
Dari awal saja semua bisa melihat, posisi Shania selalu diincar tim lawan, ia lawan yang tangguh. Bahkan berkali kali Shania melakukan triple point. Tentu keadaan ini membahayakan nasib tim lawan.
"Shania !!!" beberapa kali namanya menggema disini. Tak terima skor timnya jauh tertinggal kapten tim lawan benar benar menghalalkan berbagai cara, termasuk main kasar pada setiap anggota tim basket SMA BP, membuat kedua tim bersitegang pada saat pertandingan berlangsung. Hingga kejadian protes yang dilayangkan membuat kisruh diantara keduanya. Emosi memuncak saat tim lawan dengan sengaja mencederai Shania yang akan melakukan shotting.
"Dukkk !" hanya hitungan sepersekian detik, kaki Shania disleding hingga sendi lututnya membentur lantai lapangan.
"Shania !!!!"
Wasit meniupkan peluit tanda pelanggaran, para official masuk ke lapangan, hingga membuat ricuh para pemain dan pendukung ikut terpancing emosi.
"Sha, loe ga apa apa ?! mana yang sakit ?!" Cakra segera berlari menolong Shania.
"Lutut gue !"
"Sha !!!" Melan meluruskan kaki Shania.
"Oke angkat," Cakra mengalungkan lengan Shania di pundaknya, membantu Shania berdiri.
"Aawwwsh ! sakit..sakit...!" desis Shania yang dibawa ke pinggir lapangan.
"Pak Nirwa sama pelatih termasuk pihak sekolah lagi melayangkan protes keras di lapangan !"
"Gila aja, men...itu mah keliatan banget ga terima kekalahannya, udah detik detik akhir, udah ga mungkin menang soalnya !"
"Mau di dis pun percuma, toh mereka emang ga akan lolos, yang ada kita besok gimana, pas final, Shania malah cedera !"
Begitulah obrolan yang di dengar, sementara ia mengaduh dan merintih sendi lututnya lebam dan bengkak seketika. Ia sampai menitikkan air mata saking sakitnya. Arka yang belum sempat melihat Shania dan anak anak BP bertanding karena sibuknya pekerjaan di sekolah harus menerima telfon begitu mendadak dan mengejutkan dari Inez.
"Pak ! saya duluan, saya dengar tim sekolah kita ricuh sama tim lawan, Shania dicederai pak, " Arka bergegas membereskan barangnya,
"Iya pak, barusan saya dengar kabar dari pak Nirwa, sekarang Shania sedang dibawa ke RS terdekat ! sebaiknya anda susul pak,"
.
.
.
.
nyambung dimana tuh panggilan? gak ada keren"nya gak sepaket amat. mereka masih muda bagusnya mommy daddy, ayah ibu ketuaan untuk mereka terlebih sih shania. kan kalau mommy kece buat shanian...hot mommy,..lah kenapa beda sama si lakinya berasa salah satunya orang tua sambung si xia😪
baru bener😪