Cherry Yang, yang dipaksa mendonor darah sejak kecil untuk adik tirinya, setelah dewasa ginjalnya diambil paksa demi menyelamatkan sang adik.
Di malam itu, ia diselamatkan oleh Wilber Huo—pria yang telah mencarinya selama delapan tahun.
Kehidupan Cherry berubah drastis setelah pertemuan itu. Ia bahkan terpaksa menikah dengan Wilber Huo. Namun, tanpa Cherry sadari, Wilber menikahinya dengan alasan tertentu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
Wilber perlahan menundukkan wajahnya, bibirnya menyentuh bibir Cherry dengan sentuhan lembut, seolah khawatir istrinya akan menolak.
Cherry terdiam, tubuhnya kaku, jemarinya menggenggam erat sprei kuning keemasan di bawahnya. Jantungnya berdegup tak terkendali, wajahnya memerah menahan cemas. Namun Wilber tidak tergesa-gesa. Ia kembali mencium bibir istrinya, kali ini lebih dalam, berkali-kali, penuh kesabaran.
"Aku akan melakukannya malam ini… apakah kau sudah siap?" tanya Wilber lirih, matanya menatap tajam namun sarat kelembutan.
Cherry tampak canggung dan malu. Perlahan ia mengangguk, meski kegugupan jelas terlihat dari sorot matanya.
Wilber tersenyum tipis, tangannya menyentuh pipi istrinya dengan hati-hati. "Jangan takut. Aku tidak akan kasar."
Ia kembali mencium bibir Cherry, lembut dan penuh perasaan. Ciuman itu semakin dalam, semakin lama, hingga Cherry tanpa sadar mulai memejamkan mata, pasrah dalam dekapannya. Tangan kanan Wilber bergerak pelan, membuka satu per satu kancing baju istrinya, hingga bagian depan tubuh Cherry terbuka.
Suasana kamar menjadi semakin hening, hanya terdengar napas keduanya yang mulai tidak beraturan. Wilber pun menanggalkan kemejanya sendiri, memperlihatkan tubuhnya di hadapan istrinya.
Ciumannya menuruni leher Cherry, mengecap perlahan di sisi kanan, lalu di sisi kiri, membuat tubuh gadis itu bergetar. Cherry menggigit bibir bawahnya, berusaha menenangkan diri.
"Cherry, jangan takut… Kakak Huo adalah suamimu. Melakukan hubungan suami istri sudah seharusnya dilakukan," batin Cherry, meyakinkan dirinya sendiri meski jantungnya berdegup semakin kencang.
Tak lama, Wilber melepaskan seluruh pakaiannya, lalu dengan lembut menyingkirkan pakaian istrinya hingga ia bisa merengkuh tubuh Cherry sepenuhnya. Pria itu menatap istrinya lama, seolah ingin memastikan sekali lagi.
"Aku tidak akan menyakitimu," bisiknya sebelum mendekap Cherry erat, meniduri istrinya dengan penuh kesabaran dan kelembutan.
Tidak lama kemudian, Wilber mulai melakukan penyatuan dan bergerak maju mundur di atas tubuh istrinya.
Tubuh mereka akhirnya benar-benar menyatu. Cherry terhenyak, tubuhnya menegang, rasa perih yang menusuk membuat keringat dingin membasahi dahinya.
“Akh…” suara lirih lolos dari bibir Cherry, matanya terpejam rapat menahan rasa sakit yang asing dan menyiksa. Jemarinya mencengkeram erat sprei, hampir merobek kainnya.
Wilber merengkuh tubuhnya erat, tidak berhenti memberi ciuman lembut seakan ingin mengalihkan rasa sakit istrinya dengan kasih sayang.
Cherry hanya bisa memejamkan mata lebih erat, membiarkan air matanya jatuh, menahan sakit yang menusuk, sambil menggenggam punggung Wilber seakan itu satu-satunya tempat ia bisa bertahan.
Semakin lama gerakan Wilber semakin cepat, tangannya menahan pinggang istrinya erat. Cherry menggigil, tubuhnya terhentak mengikuti ritme sang suami. Hingga akhirnya, dengan satu gerakan terakhir, Wilber mencapai puncak kenikmatan.
Nafasnya terengah, keringat membasahi pelipisnya. Ia menunduk, mencium bibir istrinya dengan lembut, berbeda dengan hasrat liar beberapa saat sebelumnya.
“Cherry, akhirnya kau benar-benar menjadi milikku,” batin Wilber, penuh rasa puas namun juga haru.
Keesokan harinya.
Cherry terbangun dengan tubuh lemah. Matanya masih sedikit sayu, namun ia mencoba menguatkan diri. Mengenakan pakaian tidur sederhana, ia duduk di ranjang sambil merapikan rambutnya. Tangannya mengais-ngais di atas kasur, mencari sesuatu.
“Di mana handphoneku? Kenapa tidak ada?” gumam Cherry bingung.
Ia mengangkat selimut, memeriksa bantal, bahkan meraba bagian ranjang. Matanya lalu tertuju pada bantal yang digunakan Wilber semalam. Dengan hati-hati, ia menyelipkan tangan ke bawahnya.
“Kenapa bisa di sini?” ucap Cherry heran begitu menemukan handphonenya. Namun bersamaan dengan itu, sesuatu ikut tersingkap—sebuah dompet kulit hitam.
Cherry menatap benda itu dengan bingung. Ia mengambil dompet tersebut, lalu berbisik pelan, “Apakah ini dompet Kakak Wilber? Bukankah Kakak sudah berangkat kerja…? Aku akan mengantarnya setelah mandi.”
Baru saja ia ingin turun dari ranjang, pintu kamar terbuka. Wilber masuk dengan langkah cepat, ekspresinya tegang. Tanpa berkata apa-apa, ia langsung merebut dompet dan handphone dari tangan istrinya. Gerakannya agak kasar, membuat Cherry terkejut.
“Ini handphoneku, tadi aku salah ambil.” Wilber buru-buru menukar benda itu dengan handphone Cherry yang warnanya memang mirip. Tatapannya seakan menyimpan rasa takut kalau istrinya menyadari sesuatu.
Cherry terdiam, sedikit gugup. “Maaf… aku tidak sengaja menyentuh handphone dan dompetmu. Aku hanya sedang mencari handphoneku dan baru menemukan dompetmu. Tadinya aku ingin mengantar ke perusahaanmu,” ucap Cherry.
Wilber menghela napas, mencoba menormalkan sikapnya. “Tidak apa-apa. Istirahatlah dulu. Nanti Roby yang akan mengantarmu ke rumah sakit,” ucapnya singkat, lalu segera melangkah pergi tanpa menoleh lagi.
Cherry menatap punggung suaminya hingga hilang di balik pintu. Ada rasa kecewa yang menusuk hatinya.
“Kenapa reaksinya seperti itu? Seolah menyembunyikan sesuatu dariku… Handphone dan dompet itu… ada apa sebenarnya?” gumam Cherry dalam hati.
Ia menggenggam erat handphonenya, lalu menatap kosong ke arah pintu kamar.
“Seharusnya tadi aku lebih berhati-hati…”
"Kakak Huo walau telah menjadi suamiku, Tapi aku masih belum memahami semua tentangnya. Seorang suami kalau tidak ingin istrinya menyentuh dompet dan handphonenya, itu artinya dia memiliki rahasia yang tidak bisa diketahui istrinya. Seharusnya aku tidak boleh ikut campur. Aku harus sadar diri, Kakak Huo sudah banyak membantuku," ucap Cherry sambil mengaruk kepalanya