Nadia Zahira Wijaya (16th) baru saja menyelesaikan MPLS di sekolah barunya di jenjang SMA. Selama MPLS, Nadia mendapat perlakuan istimewa dari kakak kelasnya bernama Reno dan membuat kakak kelasnya cemburu. Di masa itu juga Nadia mendapat banyak teman baru, hingga memiliki teman akrab tiga orang bernama Widya, Dewi dan Riska. Mereka juga berada di kelas yang sama. Awal masuk semua baik-baik saja, dan masalah muncul ketika Riska naksir teman sekelasnya bernama Farhan, sedangkan Farhan naksir Nadia. Masalah itu pula menyebabkan perpecahan di antara mereka berempat. Sementara Nadia memiliki perasaan spesial pada Faizar, seorang mahasiswa yang sedang PPL di sekolahnya. Bagaimana Nadia mengatasi masalahnya di sekolah? Apakah dia memilih salah satu diantara mereka untuk meredam suasana atau tetap menjomblo hingga lulus sekolah? Apakah Faizar memiliki perasaan yang sama dengan Nadia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CumaHalu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perpisahan
"Eum, aku lagi ngerjain tugas dari guru, kak." Nadia gugup berdiri berhadapan dengan jarak yang sangat dekat dengan Faizar.
"Iya kakak tau, tapi kenapa kamu diluar?"
"Tadi aku ngelamun di dalam, jadi Bu guru marah sama aku." Nadia menundukkan kepalanya.
Faizar menghela napas panjang dan tersenyum melihat Nadia yang masih enggan mengangkat wajahnya. "Ya sudah, kamu selesaikan tugasmu. Kakak mau lanjut ngajar lagi ya," ucap Faizar.
Setelah Faizar berpamitan Nadia baru mau mengangkat wajahnya. Ia tersenyum dan mengangguk. Nadia menatap punggung Faizar hingga tak terlihat oleh kedua matanya.
Bel pulang berbunyi, guru matematika keluar dan meminta Nadia masuk ke kelas. Nadia menyerahkan tugas yang sudah ia kerjakan dan mengemasi buku-bukunya di atas meja. Tanpa mengucapkan sepatah katapun Nadia keluar lebih dulu dan masuk ke mobil jemputannya yang sudah menunggu sejak tadi.
"Mampir kemana dulu, Non?" tanya pak Agung sambil melirik Nadia dari kaca spion mobil.
"Langsung pulang aja pak," jawab Nadia singkat.
Sepanjang perjalanan Nadia diam dan mengabaikan banyak pesan dan panggilan dari teman-temannya. Pikirannya terus melayang-layang dan membayangkan bagaimana keadaannya di sekolah tanpa Faizar dan teman-temannya. Sampai di rumah Nadia bergegas keluar dan masuk ke kamarnya.
Bu Dena yang melihat tingkah putrinya yang tidak biasa merasa heran. Ia menyusul dan mengetuk pintu kamarnya. "Nadia, makan siang dulu, Nak?"
"Nanti dulu bunda," teriak Nadia dari dalam kamarnya.
Nadia menghempaskan tubuhnya di atas kasur dan menatap langit-langit. "Gimana aku bisa sekolah dengan tenang tanpa kalian semua kak, apa iya aku harus menerima salah satu cowok di sekolah untuk menghindari sikap sinis kakak kelasku. Tapi kalau aku malah kena teror kaya kemarin gimana," gumam Nadia.
Nadia bangkit dari kasurnya dan membersihkan tubuhnya. Selesai mandi Nadia keluar untuk makan siang. Di meja makan Nadia di temani kakaknya Alvin yang juga baru saja pulang dari kampus.
"Nadia, tumben makannya kaya ga semangat, ada apa?" Alvin melirik Nadia yang makannya terlihat malas.
"Gapapa kak, aku cuma masih sedikit kenyang aja. Tapi aku juga pengen makan," jawab Nadia tanpa menoleh.
"Lah gimana sih. Kalau ga lapar mending ya jangan makan."
"Iya juga sih, tapi ini makanan kesukaanku kak," jawab Nadia.
Alvin hanya manggut-manggut dan melanjutkan menghabiskan makan siangnya. Selesai makan Alvin meninggalkan Nadia sendirian di meja makan. Beberapa saat kemudian Nadia sudah menghabiskan makanannya dan pergi ke kamarnya lagi.
Nadia membuka buku pelajarannya dan mengerjakan beberapa PR dari gurunya. Selesai mengerjakan PR, Nadia kembali merebahkan tubuhnya di atas kasur dan menatap langit-langit hingga matanya terpejam dan tertidur pulas.
...KEESOKAN HARINYA...
Di pagi yang cerah namun tak secerah hati Nadia terasa sangat berat hati menghadapi hari ini. Setelah selesai dengan penampilannya, Nadia menghadap cermin meja rias dan menghela napasnya dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan.
Kemudian Nadia keluar dari kamarnya dan memasang wajah ceria di hadapan keluarganya. Ia tidak mau masalahnya membuat keluarganya khawatir. Di meja makan Nadia bertemu dengan ayahnya dan kedua kakak laki-lakinya. Ia menyapa ketiganya dan bundanya yang sedang mengambil minuman di dapur, lalu duduk mengambil sarapan dan menyantapnya.
"Ayah, bunda, aku udah selesai sarapan. Nadia berangkat dulu ya," ucap Nadia sambil beranjak dari tempat duduknya dan mencium tangan kedua tangan orang tuanya.
Dan melambaikan tangan ke kedua kakak laki-lakinya. Setelah itu Nadia ke depan menemui pak Agung. Nadia masuk ke mobil dan pak Agung melajukan mobilnya perlahan seperti biasanya. Sampai di sekolah Nadia menatap sekolahnya beberapa saat.
"Non, ada yang ketinggalan ya?" tanya pak Agung membuyarkan lamunan Nadia.
"Eh, eum, nggak pak. Nggak ada yang ketinggalan kog. Ya sudah aku masuk sekolah dulu ya."
Nadia keluar dari mobil dan masuk gerbang sekolahnya. Ia masih melihat beberapa kakak PPL yang berjaga di dekat gerbang sekolah. Dalam hatinya terus membayangkan jika mereka sudah tidak ada, akan seperti apa hidupnya nanti di sekolah.
"NADIA!!"
Nadia menghentikan langkahnya dan menoleh. Ia melihat Dewi dan Widya berlarian mendekat ke arahnya. "Tumben kalian pagian datangnya," sapa Nadia begitu dua sahabatnya ada di dekatnya.
"Iya, tadi bapakku mau kerja pagi, jadi aku harus berangkat lebih awal," jawab Dewi.
"Udah ayo ngobrolnya di kelas aja," ajak Widya.
Nadia berjalan beriringan bersama dua sahabatnya. Mereka sesekali melempar canda tawa dan sampai di kelas Nadia terkejut ada bucket bunga di mejanya.
Nadia menghampiri mejanya dan mengambil bucket bunga tersebut. Dewi dan Widya saling lirik dan tersenyum. "Wah, dari siapa Nad?" tanya Dewi sambil tersenyum lebar.
"Ga tau, ga ada nama pengirimnya. Disini cuma ada kata-kata mutiara bijak."
"Kata-katanya seperti apa?" tanya Widya meraih secarik kertas yang di pegang oleh Nadia.
"Jangan pernah takut menghadapi apapun yang ada di hadapanmu. Jangan pernah merasa lemah dan yakinlah pada kemampuan yang ada pada dirimu sendiri."
"Kira-kira siapa ya yang ngirim bucket ini," ucap Dewi mengerutkan dahinya.
Nadia mencium bucket bunga tersebut dan memperhatikannya. "Sangat indah, tapi aku ga tau kamu dari siapa. Lebih baik aku simpan saja bunga ini, kalau aku buang takutnya pengirim bucket ini akan kecewa padaku," batin Nadia sambil memasukkan bucket bunga ke dalam tasnya.
Bel masuk berbunyi, seperti biasanya Riska dan Farhan masuk barengan dan keduanya saling melempar senyum hingga duduk di bangkunya masing-masing. Tidak lama kemudian kakak-kakak PPL masuk dan tidak hanya Faizar, tapi juga beberapa mahasiswa dan mahasiswi lainnya.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, selamat pagi adik-adik. Wah, pagi ini terlihat semangat semua ya. Kamu semua datang kesini ingin mengucapkan terimakasih karena kehadiran kami semua diterima dengan baik oleh adik-adik dan dengan sangat berat hati kami sampaikan pada hari ini kita datang kesini untuk berpamitan pada adik-adik sekalian. Dimana setiap pertemuan pasti ada perpisahan, dan kami semua juga ingin minta maaf jika ada salah tutur kata atau sikap kami selama mengajar disini," ujar Faizar yang berdiri di tengah sahabatnya di depan Nadia dan teman-teman sekelasnya.
"Yah, kog cepet banget sih kak. Padahal kita lebih nyaman di ajar sama kakak-kakak PPL daripada guru," celetuk Edo.
"Ya tapi kita disini cuma magang dek, suatu saat kita pasti bertemu. Dan kalau kita ketemu di luar sekolah, kalau kakak ga lihat dan kalian lihat kakak. Kakak minta kalian sapa kita ya, kalau kita yang lihat kalian, kita yang akan sapa kalian," ucap Faizar sambil tersenyum manis.
Nadia diam seribu bahasa, matanya mulai mengembun dan ia segera menundukkan kepalanya. Sementara tanpa disadarinya Faizar terus memperhatikan dirinya sejak masuk ke kelas.
cieeee disapa duluan lagi/Joyful/
haiiiii.....✋
nanti tak tungguin dipinggir gang trus aku tumbuk KLO Lwat