Shana bersedia menjadi pengganti bibi-nya untuk bertemu pria yang akan di jodohkan dengan beliau. Namun siapa yang menyangka kalau pria itu adalah guru matematika yang killer.
Bagaimana cara Shana bersembunyi dari kejaran guru itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 28 Technical meeting
.......
.......
Latihan voli.
Terlihat di lapangan beberapa anak voli melakukan pemanasan sebelum memulai latihan. Sejak jam setengah 3 tadi mereka sudah melakukannya. Latihan kini makin intens karena tinggal beberapa hari saja.
"Heh, technical meeting besok, siapa yang berangkat?" tanya Mia.
"Kamu sama Bebi," kata Shana. Di sini kapten timnya adalah Mia.
"Aku enggak bisa." Bebi menolak sambil menggeleng.
"Aku lagi gak mood nih." Shana menjawab dengan malas.
"Ya, kalau begitu mending aku tunjuk aja. Besok kita bertiga yang berangkat buat technical meeting ke PKM." Mia ambil keputusan. Shana menoleh cepat. "Daripada aku ngajak salah satu dari kalian, lebih baik kan aku ngajak kalian berdua sekalian."
"Kamu enggak bisa ya kalau enggak sama kita?" tanya Shana.
"Emang iya. Lebih seru kalau ada kalian," ujar Mia. Bebi pun tersenyum mendengar ini.
"Iya deh, kita bertiga yang berangkat. Aku akan bilang ibu buat enggak bantuin buat arisan," ujar Bebi.
"Hah? Gak usah berangkat enggak apa-apa. Aku sama Mia aja." Shana langsung tahu diri.
"Benar, aku sama dia aja. Bukannya dia orang paling enggak sibuk di dunia," kata Mia seraya mendekat pada bahu Shana. Gadis itu melemparkan lirikan tajam padanya.
Terlihat anak basket berlari mengelilingi lapangan. Bola mata Shana tertuju pada Vino yang melintas.
"Vino itu emang cakep sih," ujar Mia tiba-tiba.
Shana yang sempat terpaku sama cowok itu terkejut. Bola matanya mengerjap menyelesaikan menatap cowok itu.
"Bener kan Beb?" tanya Mia yang ternyata bukan sedang menyindir Shana, tapi mereka memang lagi menggosip tentang cowok.
"Tapi dia sepertinya tertariknya sama Shana aja." Bebi kini menunjuk Shana dengan dagunya.
"Iya bener. Tuh liat aja sekarang dia sedang melihat ke arah Shana," kata Mia memperjelas.
Shana hanya diam tidak merespon.
Ya. Aku bahkan naksir cowok itu dulunya, tapi ... Dia lebih memilih temanku, ungkap Shana dalam hati. Ia tidak mau cerita soal itu. Gadis ini lebih memilih melakukan pemesanan dengan melihat ke arah lain. Namun yang terjadi justru bola matanya bertabrakan dengan Pak Regas yang muncul dengan Pak Nanang.
Kenapa mereka berdua ada di tempat ini sekarang? Keluh Shana.
Shana pikir latihan akan di mulai sebentar lagi, tapi ternyata Pak Nanang malah pergi. Meninggalkan Pak Regas yang juga berjalan pelan ke arah lain. Entah karena dorongan apa, tiba-tiba Shana menghentikan gerakan pemanasan dan setengah berlari menyusul Pak Regas.
Kedua temannya heran. Mereka juga menghentikan gerakan pemanasan sejenak.
"Mau bikin pengakuan salah itu anak?" tanya Mia.
"Entahlah ..." Bebi menggelengkan kepalanya. Mereka heran dengan tingkah temannya.
Saat itu langkah kaki Shana sudah mencapai di belakang pak Regas.
"Tunggu Pak Regas," panggil Shana menghentikan langkah kaki beliau. Mendengar ada yang menyebut namanya, beliau berhenti lalu membalikkan badannya. Sungguh mengejutkan karena ternyata yang memanggilnya adalah Shana.
"Kamu yang barusan memanggil?" tanya Pak Regas ragu. Karena ini pertama kalinya Shana berani memanggilnya lebih dulu.
"Iya, Pak." Shana mengatur napas sebentar.
"Ada apa?"
"Saya mau tanya soal kartu pelajar saya. Sampai kapan kartu pelajar saya ada di Bapak?" Sebuah pertanyaan berani. "Kan saya juga butuh itu Pak."
Regas tersenyum tipis yang bahkan Shana pun yang ada di depannya tidak tahu.
"Aku akan menyerahkan kartu pelajar itu jika pertandingan sudah di mulai."
"Besok technical meeting pertandingan Pak." Sedikit ada nada memaksa di sana.
"Kamu bisa melakukannya tanpa kartu pelajar. Bukankah itu di butuhkan hanya ketika kamu mau masuk ke arena pertandingan?" Pak Regas rupanya tahu soal itu.
"Ya ...," sahut Shana lemas. Padahal Shana hendak menggunakan alasan itu untuk mendapat kartu pelajarnya lagi. Beliau pun pergi meninggalkan Shana yang termangu.
"Oh iya Shana ...." Baru beberapa langkah, Regas sudah menyebut nama Shana lagi.
Shana yang tadinya menunduk seraya mengomel dalam hati, cepat-cepat mendongak. "Ya Pak?"
"Aku pasti memberikan langsung kartu pelajar itu padamu ketika pertandingan nanti. Jadi jangan kuatir," ujar Pak Regas dengan intonasi tenang.
Namun kalimat terakhir seakan mengejek Shana. Karena beliau tahu dirinya begitu cemas.
***
Pertandingan voli di adakan di lapangan milik universitas negeri di kota ini. Jadi Technical meeting juga di lakukan di PKM (Pusat Kegiatan Mahasiswa).
Seperti rencana kemarin, Shana dan Mia yang datang sebagai perwakilan dari sekolahnya. Terlihat area dekat pintu masuk gedung PKM ramai oleh motor. Semua sekolah baik swasta maupun negeri ikut dalam kompetisi ini.
"Kita dapat kenalan cowok enggak ya?" tanya Mia ketika baru turun dari motor.
"Kalau kamu niat, ya pasti dapat lah ... Kenapa? Bosan jomlo terus?" tanya Shana seraya menarik kunci motornya. Meskipun memakai motor milik Mia, tapi itu anak tidak mau jadi joki. Dia memilih duduk santai di belakang, sementara Shana menjalankan motornya.
"Iya. Masa, tahun-tahun sekolahku di isi dengan kalian berdua aja." Mia sok tidak butuh teman.
"Ya udah sono ... pergi dah cari cowok. Tuh banyak kan yang lewat." Shana dengan gemas mendorong tubuh Mia. Cewek itu malah panik karena tubuhnya tak sengaja menabrak cowok di belakang mereka.
"Hei, Shan. Maaf." Kepala Mia mengangguk merasa bersalah.
"Enggak apa-apa," sahut cowok itu dengan senyuman manis. Lalu pergi meninggalkan ledakan kegembiraan pada Mia.
"Dia manis banget."
"Dih, gayanya tadi aja sok-sokan mau nyari kenalan. Ternyata nyenggol dikit aja udah panik," cela Shana puas.
"Namanya juga kaget." Mia membela diri.
"Oh ... gemes sekali temen aku ...." Shana mencubit pipi Mia dengan gemas.
"Udah. Ayok masuk." Mia mengentikan cubitan Shana.
Mengikuti arahan dari panitia, mereka berjalan menuju masuk ke gedung PKM. Ternyata di dalam sudah lumayan banyak para wakil peserta dari sekolah masing-masing.
Ketika masih melihat ke arah lorong di depan, tak sengaja bola mata Shana menemukan sesosok yang membuat raut wajahnya muram di ujung jalan. Sebelum cewek itu melihatnya, Shana langsung membuang muka. Dia tidak ingin bertemu dengan cewek itu.
"Kenapa Shan?" tanya Mia yang tahu perubahan ekspresi temannya.
"Tidak. Tidak apa-apa." Kepala Shana menggeleng. "Sebaiknya kita duduk di sebelah sana aja," tunjuk Shana pada tempat duduk yang agak jauh dari tempat mereka berdiri sekarang.
"Jauh?" tanya Mia heran.
"Enggak. Kan hanya jalan kaki beberapa detik aja," sahut Shana sekenanya saja.
Bibir Mia terlipat karena sebal mendengar jawaban Shana. Karena pilihan Shana, mereka akhirnya masih harus berjalan mengikuti dinding gedung sebelah kiri. Namun ternyata sudah di isi orang, akhirnya mereka malah berjalan jauh ke kiri lagi.
"Ini gara-gara kamu ini." Mia menunjuk Shana dengan geram.
"Aku traktir pulang entar dah."
"Hah? Apa-apaan itu?" Mia berlagak tidak mau.
"Udah jangan banyak cincong. Ayo segera ke kursi itu, takutnya ada yang duduki lagi." Shana menarik lengan Mia. Akhirnya mereka bisa duduk.
"Kamu ya ..." Mia masih berlagak.
"Traktirannya bebas mau kemana," lanjut Shana.
"Itu ..." Telunjuk Mia terangkat menunjuk ke arah Shana.
"Apa? Eggak mau? Ya udah batal ..."
"Stop. Jangan menelan ludah yang sudah kamu buang." Mia langsung menahan pipi Shana. "Traktiran bebas kemana saja di terima. Oke."
Shana mendengus lucu. Aku masih enggak mau bertemu denganmu Rima.
...----------------...
Ig @lady_ve.01
keep fighting 💪