Novel ini udah revisinya kalau masih ada kesalahan kata harap maklum🤗
Bismillahirohmanirohim.
Jihan gadis yang sudah dikhianati oleh sahabat sekaligus orang yang sangat dia cintai di hari-hari yang masih berduka di keluarganya.
Bahkan setelah pernikahan sahabat dan mantanya, Jihan sering mendapatkan sindiran dari orang-orang sekitar.
Sampai dia memutuskan pergi dari kampungnya untuk mecari kerja di kota.
Siapa sangka dia akan bertemu dengan seorang anak perempuan jenius yang akan dia asuh.
penasaran sama ceritanya yuk kepoin kisah Jihan, hanya di Noveltoon!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ilmara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#Kembali dingin
Bismillahirohmanirohim.
Cuaca yang cerah menggambarkan kebahagiaan untuk semua orang, tapi mungkin tidak untuk orang-orang yang sedang memiliki masalah. Mau cuacanya bagaimanapun, tetap saja buruk, ah, mungkin begitu kira-kira, setiap orang rasakan.
Nafisa baru saja pulang sekolah, seperti biasa Jihan akan selalu ada bersama bocah 6 tahun itu. Nenek Rifa ikut menemani Nafisa yang sedang bermain ditemani mbak Jihan tentunya.
"Nek, Nafisa pengin liburan ke kampung gitu, yuk nek rame-rame." Ucapnya.
Nafisa berkata sambil terus bermain, nenek Rifa mengelus pucuk kepala cucunya sayang, jika seperti ini nenek Rifa merasa bersalah melihat Nafisa tidak memiliki seorang bunda.
'Mungkin memang seharunya Radit sudah menikah, tidak ada salahnya untuk mencoba membiarkan Elsa datang, aku akan melihat dulu seperti apa interaksinya pada Nafisa nanti.' Batin nenek Rifa.
Beliau tidak ingin egois, bagaimanapun Nafisa butuh seorang bunda, nenek Rifa malah berharap Radit bisa mendapatkan istri seperti Jihan. Terlihat jelas sekali sifat keibuan yang Jihan miliki, selama ini Nafisa tidak pernah mau dekat dengan orang asing, bersama Jihan diluar dugaan Nafisa sangat menurut sekali pada Jihan.
Walaupun sesekali Jihan kewalahan menghadapi Nafisa yang begitu jahil. Nenek Rifa masih melamun, beliau belum menjawab perkataan Nafisa, "Nenek." Nafisa menyenggol pelan tangan nenek Rifa.
"Eh iya, ada apa Nafisa?" tanya nenek Rifa refleks.
Nafisa mencebik kesal, pasti neneknya tidak mendengarkan apa yang barusan dia katakan.
"Nenek Nafisa kepingin jalan-jalan ke desa. Lagian nenek mikirin apa sih."
"Tidak ada."
Nenek Rifa beralih menatap Jihan yang tengah sibuk pada mainan Nafisa, "Mbak Jihan kan dari desa, kita main ke rumahnya saja bagaimana."
"Hah!" kaget Jihan.
Serius Jihan tidak memperhatikan sama sekali apa yang sedang diobrolkan oleh nenek Rifa dan Nafisa, dia hanya sibuk membereskan mainan Nafisa saja.
"Boleh juga usulan nenek."
Jihan mengaruk kepalanya yang tertutup kerudung, padahal kepalanya tidak gatal sama sekali, dia bingung apa yang dibahas nenek Rifa dan Nafisa. Kenapa juga membawa namanya, apa sih yang mereka bicarakan mungkin begitu respon dari Jihan.
"Mbak Jihan setuju tidak?" tanya Nafisa tiba-tiba.
"Apanya yang setuju atau tidak Nafisa?"
Nenek Rifa dan Nafisa saling tatap sejenak, mereka paham mbak Jihan tak mendengarkan apa yang sedang dibahas oleh Nafisa dan nenek Rifa.
'Kerjain lah mumpung mbak Jihan lagi nggak tau apa yang dibahas sama Nafisa juga nenek.' Batin Nafisa tersenyum jahat.
Bocah kecil itu tertawa geli dalam hatinya sendiri suka sekali rasanya kalau mengerjai mbak Jihan, apalagi membuat mbak Jihan marah.
'Heheheh, Nafisa paling senang lihat muka marah mbak Jihan, saatnya bereaksi.'
Melihat gerak-gerik Nafisa nenek Rifa yakin sekali jika cucunya itu sedang ingin mencari gara-gara pada Jihan, biarkan sajalah pikir nenek Rifa apa yang ingin Nafisa lakukan. Nenek Rifa juga jadi kepo, luar biasa.
Hmmm, dehem Nafisa sebelum bicara, wajahnya berbuah jadi sangat serius sekali, padalah di dalam hatinya Nafisa ingin sekali tertawa. Kali ini dia harus menahan tawanya lebih dulu, Nafisa akan berpura-pura serius.
"Hmm," demenya lagi, nenek Rifa gemas sediri melihatnya, dia juga tambah ikut penasaran sekali.
"Mbak Jihan mau jadi bunda Nafisa." Ucap Nafisa enteng.
Deg!
Jihan menahan nafasnya bagaimana bisa Nafisa bicara di depan nenek Rifa.
'Astagfirullah.' Batin Jihan ketakutan.
Jihan takut nenek Rifa berpikir yang tidak-tidak, Nafisa sudah tertawa puas di dalam hatinya melihat keterkejutan mbak Jihannya. Nenek Rifa juga sejenak kaget atas ucapan Nafisa, tapi tak berselang lama nenek Rifa akan mengikuti jejak cucunya berakting pada Jihan.
Nenek Rifa pura-pura menatap Jihan, tatapan yang sekaan meminta penjelasan, akting nenek Rifa dan Nafisa sungguh apik, sampai membuat Jihan ling lung dia tidak tau harus bagaimana.
'Ya Allah Nafisa, kamu menambahkan beban mbak Jihan saja.'
"Nenek aku tidak tau kenapa Nafisa bisa bicara seperti itu, aku tak pernah mengajarkan pada Nafisa." Jelas Jihan takut, dia tidak mau terjadi salah paham diantara mereka.
"Mbak Jihan jawab saja, mbak Jihan mau tidak jadi bunda Nafisa, benarkan nek?"
Luar biasanya nenek Rifa mengangguk, dia dan cucunya sudah bekerjasama. Tadi mereka membahas desa, tapi tiba-tiba jadi membahas seorang bunda.
"Jihan jawab mau tidak jadi bunda Nafisa!" nenek Rifa menuntut jawaban dari Jihan.
"Eh, nek aku jadi pengasuh Nafisa saja sudah sangat senang, tak mungkin juga akan menjadi bunda Nafisa."
Jihan tidak tau kenapa kata-kata itu bisa keluar begitu saja dari mulutnya, nenek Rifa maupun Nafisa seperti merasa kecewa atas jawaban yang Jihan berikan tapi mereka tida bisa memaksakan kehendak bukan, Jihan punya hak untuk dirinya sendiri.
"Sudah-sudah, tidak usah canggung begitu Jihan, Mama sama Nafisa hanya becanda saja."
"Huh," lega Jihan.
Mereka kembali mengobrol, sampai mendengar suara orang mengucapkan salam.
"Assalamualaikum, ayah pulang." Salam Radit.
"Ye, Waalaikumsalam." Jawab Nafisa dia berlari keluar ingin menemui Radit.
Deg!
Nafisa tak lagi melanjutkan langkahnya, dia segera berbalik ke tempat semula, nenek Rifa dan Jihan heran melihat Nafisa.
Raut wajah Nafisa kembali berubah dingin seperti dulu lagi, "Aku tau hari ini akan tiba, tapi sampai kapanpun ayahku tak akan pernah menikah dengan wanita itu.' Batin Nafisa.
"Mbak Jihan, ayo kita ke kamar." Ajak Nafisa.
Suara dinginya kembali lagi, "Ada apa?" itulah pertanyaan yang ada di kepala nenek Rifa dan Jihan.
"Lo kok mau ke kamar itu ayah datang, bawa tamu." Ucap nenek Rifa sedikit keras.
Jihan langsung berbalik.
Deg! dan pandangannya tak sengaja bertemu dengan Radit, tapi secepat kilat Jihan menghindari tatapan itu.
"Tidak papa nek, nenek saja yang menemui tamunya, aku ingin tidur siang bersama mbak Jihan."
Radit dapat mendengar jelas suara dingin yang keluar dari mulut anaknya.
'Kenapa dia kembali dingin seperti itu.' Pikir Radit merasa heran.
"Ayo mbak Jihan." Nafisa menarik tangan mbak Jihannya agar mau ikut denganya.
"Eh, iya." Jihan hanya bisa ikut Nafisa saja.
"Mama, Jihan nemeni Nafisa dulu ya." Ucap Jihan, Nenek Rifa mengangguk sambil tersenyum.
'What mama, kanapa pengasuh itu bisa memanggil ibunya Radit mama? Kalau dia boleh memanggil nyonya di kediaman Amran mama, aku juga boleh dong, secara aku calon menantunya.' Batin Elsa pede.
"Ma, aku bawa Elsa." Ucap Radit.
Seperti biasa Radit akan menyalami orang tuannya, Elsa merasa malas, tapi dia harus berakting dengan apik.
"Mama apa kabar?" tanya Elsa pura-pura akrab.
"Jangan panggil mama, panggil saja tante." Sahut nenek Rifa tersenyum ramah pada Elsa.
Elsa membulatkan bola matanya tak percaya belum, apa-apa sudah dicegah oleh mama dari Radit.
"Hehe, iya maaf tante."
"Tak apa ayo duduk."
banyak kata yg typo, banyak kata yg tidak sesuai maksud dan penempatannya...