Lily Valencia seorang wanita yang cantik, yang mengandung dan membesarkan seorang anak seorang diri, tanpa tahu siapa yang menghamilinya.
Kehidupan yang keras ia lalui bersama Adam, putranya. Setelah Lily diusir karena di anggap aib oleh keluarganya.
Setelah Empat tahun berlalu, pria itu datang dan mengaku sebagai ayah biologis Adam.
"Dia anakku, kau tidak berhak memisahkan kami!"
"Dia lahir dari benih yang aku tanamkan di rahimmu. Suka atau tidak, Adam juga anakku!"
Lily tidak tahu seberapa besar bahaya yang akan mengancam hidupnya, jika ia bersama pria ini. Kehidupannya tak lagi bisa damai setelah ia bertemu dengan ayah dari anaknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Realrf, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mulai tumbuh
Bau darah itu menyeruak lagi. Meskipun samar Lily masih bisa menciumnya. Wanita itu duduk ditepi ranjang, ia menanti Aric yang sedang membersihkan dirinya di kamar mandi. Jam menunjukkan pukul setengah dua belas saat Aric pulang.
"Apa aku membangunkanmu?" Aric berjalan mendekat kearah ranjang setelah keluar dari kamar mandi.
Lily menggelengkan kepalanya pelan. "Aku memang belum tidur, kau baru pulang? kemarin tidur di mana?"
Aric tersenyum, ia duduk di samping sang istri yang tengah menatapnya dengan penuh selidik.
"Di kantor, di mana lagi. Apa Istriku ini sedang cemburu? Apa kau khawatir denganku?" tanya Aric dengan raut wajah penuh harap.
"Cih ... kalimat mana yang menunjukkan aku cemburu, aku hanya bertanya saja. Jangan berharap lebih!" Lily memalingkan wajahnya.
"Hah ...!"
Aric membaringkan tubuh, terlentang di depan sang istri.
"Tidak bisakah kau mengatakan kau cemburu dan curiga padaku," keluh Aric. Ia menatap langit-langit dengan wajah masam dan putus asa.
Lily mengerutkan keningnya, ia kemudian ia kembali menatap Aric. Tangan lentik Lily mencubit gemas hidung mancung suami manjanya itu.
"Kenapa aku harus bertingkah seperti itu? kita sudah dewasa, kenapa aku harus cemburu, hem." Lily melepaskan hidung suaminya yang telah memerah.
Aric menarik tangan sang istri yang hendak beranjak darinya, Pria itu menariknya dengan cukup kuat hingga Lily jatuh diatas dada bidang Aric.
"Kenapa?" tanya Lily, wajah Aric terlihat sendu.
Aric menggeleng kepala, bibirnya tersenyum menutupi kegelisahan di hatinya. Ia memeluk erat tubuh mungil Lily, seolah wanita itu akan pergi jika ia melepaskannya.
Lily merasa sesuatu yang aneh dari Aric, pria yang biasanya begitu cerewet dan manja itu kini lebih pendiam. Ia hanya terus memeluk erat dirinya. Lily merebahkan kepalanya di dada Aric, ia bisa dengan jelas mendengar degup jantung mereka yang saling bersahutan.
"Kau mendengarnya, dia berdetak untukmu." Aric mengusap lembut rambut Lily yang tergerai.
Lily hanya diam,ia terlalu malu untuk menjawab ungkap Aric. Pria itu selalu bisa membuatnya tersipu dengan kata-kata manisnya. Lily memejamkan mata, menikmati kulit mereka yang saling bersentuhan. Tubuh Aric terasa lembut dan dingin karena baru saja mandi.
Lily sungguh terbuai dalam pelukan hangat dua lengan kokoh yang mengapitnya. Ia sampai lupa dengan semua deretan pertanyaan yang ia siapkan sejak beberapa hari yang lalu.
Dengkuran halus terdengar, Lily menarik kepala agak sedikit menjauh. Di lihatnya Aric sudah memejamkan mata, Pria itu pasti kelelahan. Lily tersenyum, diam-diam ia mengecup lembut bibir Aric.
Di perhatikannya dengan seksama tubuh Aric yang polos, dan hanya menggunakan boxer. Tubuh itu nyaris sempurna, dengan semua otot yang yang kekar dan sangat menggoda. Namun, ada banyak bekas luka di sana, yang paling baru adalah luka di lengan Aric. Yang lainnya Lily tidak yakin kapan Aric mendapatkan luka itu.
Dengan sangat hati-hati, Lily melepaskan diri dari pelukan Aric. Dengan susah payah ia membenarkan posisi tidur suami besarnya itu, setelahnya Lily berbaring di samping Aric. Menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka berdua.
"Selamat malam suamiku," bisik Lily lirih. Ia tidak ingin menganggu tidur sang suami.
Terbiasa bersama, terbiasa mendengar suaranya. Rasa itu mulai tumbuh dalam hatinya, rasa yang seharusnya ada sebelum sebuah janji pernikahan diucapkan. Terlambatkah jika rasa itu mulai tumbuh sekarang? Tidak, tentu tidak. Lily sudah memutuskan untuk menerima Aric, mereka sudah bersama dalam ikatan pernikahan.
.
.
.
.
.
Sementara Aric sedang menikmati ranjang empuknya, seorang laki-laki paruh baya sedang memohon untuk bisa bernafas esok hari.
"Aku sudah menolongmu, aku melakukan apa yang kau katakan. Aku mengagalkan transaksi mereka, tolong ampuni aku sekarang, lepaskan dia" Tiger wu bersujud di kaki seorang laki-laki yang tengah duduk dihadapannya.
"Hem ... mengampuni, untuk apa? kau melakukan yang terbaik bukan?"
"Iya ...iya aku melakukan yang terbaik," jawab Wu.
"Kalau begitu sebagai rasa terima kasih aku tidak akan membunuh putrimu," Pria itu bangkit dari duduknya, ia berjalan mendekati seorang wanita muda yang terikat di tiang dekat mulut tertutup plester.
"Terima kasih, lepaskan Angel. Aku akan melakukan apa saja untukmu."
Pria itu menyeringai, ia membelai pipi Angel dengan ujung pistol.
"Angel, nama yang indah. Bagaimana kalau kau menghangatkan ranjangku?"
Mendengar ucapan pria itu, Tiger merasa marah. Dengan susah payah ia bangkit lantai dengan tongkat, kakinya masih terasa sakit karena luka tembak dari A, lengannya pun baru selesai di jahit.
"Kau bedebah, lepaskan putriku. Kau berjanji akan melepaskannya saat aku berhasil mengagalkan transaksi A!" teriak Tiger.
Laki-laki itu menoleh kearah Tiger, ia tersenyum licik.
Krak.
Pria itu menyobek gaun yang di pakai Angel, hingga bagian tengahnya terbuka.
"Emh ....!" Angel menjerit keras, tapi tertahan plaster di mulutnya. Air mata gadis berusia 19 tahun itu meleleh dari matanya yang sembab.
"Hai ... Bajingan! lepaskan putriku!" Tiger wu menodongkan senjata pada pria itu.
Semua anak buah Pria berkulit putih itu bersiaga, memegang senjatanya masing-masing.
"Hahaha ... kau mau apa? membunuhku? lihat sekelilingmu, Macan Tua. Kau bahkan tidak bisa memastikan nafasmu besok, apa kau ingin melihat kulit mulus putri kesayangan mu ini aku nikmati. Katakan?"
Tiger wu mengeratkan genggaman tangan di pistolnya. Jika pria itu mau, hanya dengan menjentikkan jari , nyawa Tiger wu akan hilang.
"Aki tahu dendammu, tapi aku tidak bisa terlibat lebih jauh. A sudah tahu itu aku," jawab Tiger wu sendu.
"Kalau begitu aku tidak membutuhkanmu."
Dor.
Sebuah peluru menembus kepala Tiger wu. Angel memekik keras, menjerit melihat papa yang membesarkannya meregang nyawa dihadapannya.
"Keluarga hanya akan menjadi penghambat, seperti dirimu. Papa mu begitu bodoh untuk percaya akan melepaskan mu setelah dia menyelesaikan misi," Ucap pria itu pada Angel.
Angel menatap tajam pada Pria itu, tatapan penuh dendam dan membunuh.
"Hangatkan ranjangku, dan aku akan membuatmu hidup lebih lama."
"Bersihkan dia, lalu bawa ke kamarku!" perintah pria itu pada anak buahnya.
"Baik Tuan!"
lucunya liat anne yang masih kecil tapi dah nurut ke adam apa mereka bakal berjodoh