Aku tidak tahu jika nasib dijodohkan itu akan seperti ini. Insecure dengan suami sendiri yang seakan tidak selevel denganku.
Dia pria mapan, tampan, terpelajar, punya jabatan, dan body goals, sedangkan aku wanita biasa yang tidak punya kelebihan apapun kecuali berat badan. Aku si pendek, gemuk, dekil, kusam, pesek, dan juga tidak cantik.
Setelah resmi menikah, kami seperti asing dan saling diam bahkan dia enggan menyentuhku. Entah bagaimana hubungan ini akan bekerja atau akankah berakhir begitu saja? Tidak ada yang tahu, aku pun tidak berharap apapun karena sesuatu terburuk kemungkinan bisa terjadi pada pernikahan kami yang rentan tanpa cinta ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon De Shandivara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Claire
Kak Alan menarik tanganku untuk menghampiri wanita yang menoleh atas panggilannya. Wanita cantik bersanggul kecil, tubuhnya yang ramping, perut tipis, kaki dan punggungnya yang seirama hingga membentuk postur yang tinggi semampai itu mengingatkanku dengan seseorang, tetapi siapa.
Dia mengenakan pakaian yang fit dengan tubuhnya, pakaian bergaya cheongsam.
Dia terlihat sangat cantik dan sekilas mirip seperti pramugari yang sedang bertugas di pintu pesawat terbang yang menyapa penumpang dan menanyakan boarding pass kepada mereka yang akan bepergian menggunakan maskapai penerbangan.
Wanita itu merentangkan tangannya, memeluk kak Alan seolah mereka sudah menjadi teman akrab yang lama tidak bersua.
"Claire, this is you?"
"Ya! Alan, I miss you so much, brother."
Mereka bercium pipi dan saling menanyakan kabar.
"Sudah lama tidak ada pameran semacam ini, begitu ada poster yang terpampang di media sosial aku langsung ingin datang."
"Iya, butuh waktu lama untuk aku menunggu Anastasya bangkit. Kamu tahu kan bagaimana dia?"
Kak Alan mengangguk-angguk, meski ekspresinya tidak bisa bohong jika ada kesedihan di sana saat wanita bernama Claire itu menyebut nama seorang wanita lainnya.
"She is your girlfriend?" tunjuknya padaku.
Kak Alan tertawa, lalu menggeleng. "Sadly no."
"Oh, right. Maybe as soon as possible, broh?"
"Maybe, yeah. I wish, hahaha!" kata kak Alan semakin menggoreng lelucon itu.
Kami berkenalan untuk pertama kalinya, meski penampilan Claire seperti bukan orang indo asli, tetapi dia paham bahasa sini. Jika dibayangkan, dia mirip seperti tokoh dalam film legenda wanita siluman ular dengan riasan dan pakaiannya itu.
Meski Claire terlihat lebih dewasa daripada aku, tetapi dia enggan kusapa kak atau nona. Claire hanya ingiin dipanggil namanya--Claire. Dia mudah membuka pertemanan bahkan denganku yang baru saja dia kenal, dia wanita yang baik.
Bersama Claire, dia mengajak kami berkeliling memutari pameran. Di setiap sudutnya ada karya seni yang dia kenalkan kepada kami dan berulang kali dia mengatakan jika ini hasil karya seseorang bernama Anastasya.
"Siapa Anastasya?" tanyaku selanjutnya. Sejak tadi hanya nama itu yang tersebut dari bibirnya di setiap Claire menjelaskan filosofi karya-karya yang terpampang.
"Kamu belum tahu siapa dia?" Aku pun menggeleng. Anastasya yang mana, aku tidak tahu.
"Anastasya, dia adikku sekaligus otak dari semua maha karya yang ada di sini."
Aku terperangah. Sebanyak ini? Semua ini hasil karyanya?
Kemudian, Claire menceritakan sepak terjang wanita bernama Anastasya itu. Betapa wanita itu sangat berbakat di bidang seni, bukan hanya satu jenis seni, tetapi semua seni yang ada di sini adalah hasil karyanya.
"Bisakah aku bertemu dengannya?"
"Sayangnya belum bisa, dia tidak bisa ditemui saat ini, Dita. Maaf, ya." Ucap Claire dengan nada sedihnya.
Lantas, tibalah kami di depan ruangan yang menyajikan desain fashion. Hanya satu yang menarik perhatianku cukup dalam, sebuah gaun berwarna kemerahan itu.
"Claire, Dita menyukai gaun itu. Dia tanya, apa gaunnya dijual? Dita mau beli."
Aku buru-buru mencengkeram tangan kak Alan, aku hanya bertanya apakah dijual? Bukan bermaksud membelinya langsung, jika gaun itu mahal, aku mana bisa membelinya.
"Kamu ingin memakainya, Dita?"
Aku menggeleng, sayangnya tidak. Tidak akan muat di badanku.
"Aku hanya terpesona dengan desainnya, itu cantik sekali jika dipakai oleh pemiliknya. Si wanita bertubuh ramping itu."
"Hahaha, absolutely. Kamu benar sekali, ini gaun teristimewa yang pernah Anastasya buat, tapi sayangnya gaun ini mempunyai kisah kelam. The fiancee dressess," kata Claire.
"Kisah kelamnya seperti apa?" tanyaku padanya.
Claire menceritakan, pemiliknya memesan gaun ini untuk dipakai pada acara pertunangan. Namun satu dan lain hal, mereka batal ke jenjang pernikahan.
"Karena sebuah tradisi, kepentingan, dan reputasi. Ya, kisah cinta yang rumit dan belum terselesaikan," jelas Claire.
Aku mengangguk mengerti, dapat pula aku merasakan sejak memandang gaun itu sejak kali pertama melihatnya.
"Ya, aku dapat merasakan sejak melihatnya."
"Kamu bisa melihat apa?"
"Seperti keindahan yang berbalut dengan kesedihan yang mendalam. Gaun ini bisa berbicara."
Claire diam saja atas komentarku.
"Dan sekali lagi, maaf, Dita. Gaun ini tidak pula dijual, mungkin hanya akan dijadikan bahan pameran."
"Tidak papa, boleh aku memotretnya?" tanyaku.
"Silakan."
Cekrek. Aku memostingnya di media sosial.
Gaun yang dapat berkisah. Menawan, sekaligus menyedihkan