Nathaniel Alvaro, pewaris muda salah satu perusahaan terbesar di negeri ini, hidup dalam bayang-bayang ekspektasi sang ibu yang keras: menikah sebelum usia 30, atau kehilangan posisinya. Saat tekanan datang dari segala arah, ia justru menemukan ketenangan di tempat yang tak terduga, seorang gadis pendiam yang bekerja di rumahnya, Clarissa.
Clarissa tampak sederhana, pemalu, dan penuh syukur. Diam-diam, Nathan membiayai kuliahnya, dan perlahan tumbuh perasaan yang tak bisa ia pungkiri. Tapi hidup Nathan tak pernah semudah itu. Ibunya memiliki rencana sendiri: menjodohkannya dengan Celestine Aurellia, anak dari sahabat lamanya sekaligus putri orang terkaya di Asia.
Celeste, seorang wanita muda yang berisik dan suka ikut campur tinggal bersama mereka. Kepribadiannya yang suka ikut campur membuat Nathan merasa muak... hingga Celeste justru menjadi alasan Clarissa dan Nathan bisa bersama.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nitzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27.Malam yang Berkilau
Malam itu, rumah keluarga Alvaro berubah menjadi lautan cahaya. Lampu kristal menggantung dari langit-langit, taman depan penuh bunga segar dan musik klasik mengalun lembut dari orkestra kecil yang diundang khusus oleh Madeline.
Para tamu berdatangan satu per satu para kolega bisnis, keluarga terpandang, bahkan beberapa pejabat daerah. Semuanya datang untuk merayakan ulang tahun Madeline, wanita yang selama ini dikenal anggun dan penuh wibawa. Tapi malam itu, semua mata tertuju pada satu hal: siapa yang akan mendampingi Nathan Alvaro, pewaris tunggal keluarga itu?
Clarissa berdiri di depan cermin kamarnya, menatap pantulan dirinya dalam gaun emas berpayet yang ia pilih sendiri dari butik. Gaun itu mewah, bahkan mungkin terlalu mencolok dibandingkan dengan gaun-gaun tamu lain yang lebih kalem. Tapi ia yakin Nathan akan menyukainya. Ia sudah membayangkan malam itu akan menjadi malamnya.
Namun kenyataan mulai terasa pahit begitu ia turun ke aula utama. Nathan sedang berdiri di samping Madeline, yang tersenyum cerah pada para tamu. Dan di sebelah Nathan… berdiri Celeste.
Bukan hanya berdiri, Celeste menyandang tangan Nathan dengan anggun, mengenakan gaun warna sage lembut yang membingkai tubuhnya dengan sempurna. Rambutnya disanggul sederhana, hanya dihiasi jepit berlian kecil yang dipinjamkan Madeline sendiri. Ia terlihat seperti putri bangsawan. Anggun. Tenang. Tidak mencolok, tapi justru membuat semua orang terpaku.
Clarissa terdiam di tengah anak tangga. Dunia seakan berhenti. Ia memandang Nathan, menunggu sesuatu, tapi pria itu tak segera bergerak. Nathan justru tampak terkejut melihat Clarissa muncul, seolah tak mengira bahwa gadis itu akan datang dengan pakaian seperti itu.
Celeste melihat Clarissa, senyumnya menipis sedikit, tapi tetap sopan. Madeline menoleh dan memberi isyarat pada Clarissa untuk turun.
"Clarissa," sapa Madeline ramah, tapi tanpa kehangatan. "Senang kamu datang. Gaunmu... sangat berani."
Clarissa menelan ludah, mencoba tersenyum. "Terima kasih, Nyonya."
Di antara para tamu, terdengar bisik-bisik kecil.
“Siapa dia?”
“Pelayan, katanya.”
“Kok berani banget pakai gaun seperti itu…”
Clarissa mendengarnya. Senyum di wajahnya mulai retak. Tapi ia tetap melangkah, bergabung bersama pelayan-pelayan lain yang berdiri di dekat meja kecil di sudut aula.
Sementara itu, Celeste dan Nathan berjalan berdampingan, menyapa para tamu. Nathan sebenarnya tidak nyaman. Ia tidak menyangka ibunya akan secara terbuka meminta Celeste menjadi pasangannya malam ini.
"Aku pikir… kau akan datang bersama Clarissa," bisik Celeste saat mereka berjalan.
Nathan menunduk sedikit. "Aku juga. Tapi Ibu tiba-tiba bilang, aku harus mendampingimu. Untuk tampil sebagai 'wakil keluarga'."
Celeste tertawa pelan. "Jadi aku ini wakil keluarga?"
“Sepertinya begitu.”
Malam itu, Nathan mengakui dalam hati: Celeste terlihat memukau. Bukan hanya karena gaunnya atau caranya berjalan, tapi karena pembawaannya. Ia tenang. Percaya diri. Tidak mencoba menjadi pusat perhatian, tapi justru berhasil menjadi sorotan semua orang.
Saat orkestra memainkan lagu dansa lambat, Madeline menepuk bahu Nathan. "Ajak Celeste berdansa."
Tanpa banyak bicara, Nathan menggandeng tangan Celeste dan membawanya ke lantai dansa. Semua mata mengikuti mereka. Termasuk mata Clarissa, yang berdiri di sudut ruangan, menggenggam gelasnya erat-erat hingga jemarinya memucat.
Langkah mereka menyatu. Celeste menatap Nathan, mencoba menjaga jarak emosi, tapi Nathan terlihat semakin nyaman. Ia tertawa pelan saat Celeste hampir tersandung, lalu memegang pinggang gadis itu dengan lebih mantap.
"Maaf. Aku kurang latihan," bisik Celeste.
"Nggak masalah. Aku juga," jawab Nathan.
Clarissa tak tahan. Ia keluar dari aula, menuju taman. Di sana, ia berdiri sendiri, menggigit bibirnya, menahan amarah. Ia merasa… tergeser. Terlupakan. Meski status hubungannya dengan Nathan masih rahasia, di hatinya ia sudah merasa memiliki. Tapi malam ini, semuanya terasa seperti sandiwara yang mempermalukannya.
Sementara itu, di balik layar pesta yang mewah, Ezra diam-diam mengamati dari kejauhan. Ia mencatat reaksi setiap orang, terutama tatapan Nathan kepada Celeste. Bukan hanya kekaguman, tapi juga ketenangan. Seperti… pria yang menemukan sesuatu yang tak ia tahu sedang ia cari.
Dan di sudut ruangan, Madeline menyesap sampanye-nya sambil tersenyum kecil.
"Bahkan tanpa kusuruh," gumamnya pelan, "dunia memilih siapa yang cocok berdiri di sisi anakku."