NovelToon NovelToon
Kujual Tubuhku Demi Sesuap Nasi

Kujual Tubuhku Demi Sesuap Nasi

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Cinta Seiring Waktu / Romansa / PSK
Popularitas:5.4k
Nilai: 5
Nama Author: Qwan in

“Di balik seragam putih abu-abu, Nayla menyimpan rahasia kelam.”

Di usia yang seharusnya penuh tawa dan mimpi, Nayla justru harus berjuang melawan pahitnya kenyataan. Ibu yang sakit, ayah yang terjerat alkohol dan kekerasan, serta adik-adik yang menangis kelaparan membuatnya mengambil keputusan terberat dalam hidup: menukar masa remajanya dengan dunia malam.

Siang hari, ia hanyalah siswi SMA biasa. tersenyum, bercanda, belajar di kelas. Namun ketika malam tiba, ia berubah menjadi sosok lain, menutup luka dengan senyum palsu demi sesuap nasi dan segenggam harapan bagi keluarganya.

Sampai kapan Nayla mampu menyembunyikan luka itu? Dan adakah cahaya yang bisa menuntunnya keluar dari gelap yang menelannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qwan in, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

26

Suara ayam mulai terdengar bersahut-sahutan dari kejauhan, menandakan waktu perlahan merambat menuju pagi. Dari balik jendela kecil rumahnya, langit masih kelam, belum ada cahaya mentari yang menembus cakrawala.

Nayla masih terjaga. Sejak malam tadi, ia tidak menutup mata barang sekejap pun. Duduk bersandar di samping adiknya, Dio, ia terus menempelkan handuk hangat ke dahi bocah sepuluh tahun itu yang tubuhnya masih diguncang demam. Sesekali Nayla menunduk, meraba suhu tubuh adiknya dengan punggung tangan. Hatinya mencelos setiap kali merasakan panas yang tak kunjung reda.

Ketakutan itu selalu datang. Ia takut kehilangan. takut ditinggalkan lagi oleh orang-orang yang ia cintai, seperti yang sudah pernah ia rasakan. Ketika ibunya pergi meninggalkan mereka untuk selamanya.

Kepalanya terasa berat. Kantung mata menghitam jelas menghiasi wajah pucatnya. Ketika menoleh ke jam dinding yang berdetak lambat, jarum panjang sudah menunjuk angka dua belas, jarum pendek pada angka lima. Pukul lima pagi.

Dengan hati-hati agar tak membangunkan Dio maupun Lili, Nayla beranjak dari duduknya. Kakinya melangkah pelan menuju kamar mandi di belakang rumah, membawa timbunan cucian yang menunggu disentuh. Air sumur yang dingin menggigit kulit tangannya ketika ia mulai mencuci pakaian satu per satu. Nafasnya terlihat tipis, bercampur uap dingin fajar.

Setelah menjemur cucian, Nayla segera menyalakan kompor kecil. Aroma bawang goreng tipis memenuhi dapur sempit itu. Ia memasak sarapan sederhana untuk adik-adiknya, lalu memandikan Lili, memakaikan seragam, menyisir rambutnya rapi, dan menyelipkan pita kecil di ujung kepangan.

Sementara itu, Dio masih terbaring. Tubuhnya lemah, napasnya berat. Nayla mengusap peluh di kening bocah itu, lalu membantunya mengganti pakaian bersih. Hatinya terasa perih melihat kondisi adiknya yang semakin pucat, tapi ia tahu ia tak punya pilihan.

Sebelum berangkat, Nayla menyuapi Dio dengan bubur hangat dan menyodorkan obat. Ia duduk di tepi ranjang, menatap wajah adiknya penuh iba.

“Dio… maafkan Mbak, ya,” ucapnya lirih, suara bergetar.

“Mbak harus bekerja. Mbak janji, setelah selesai, Mbak akan segera pulang.”

Dio hanya terdiam. Kelopak matanya tertutup rapat, napasnya naik turun pelan. Nayla mengusap kepala kecil itu dengan penuh kasih, menahan rasa tak tega yang menyesakkan.

Dengan berat hati, ia menggandeng tangan Lili, mengantarkannya ke sekolah sebelum akhirnya menuju tempat kerja.

...

Sesampainya di kantor, Nayla langsung mengambil kain pel dan ember. Ia mulai mengepel ruangan seperti biasa. Tubuhnya lemas, matanya berat, setiap gerakan terasa lambat. Semalaman ia tidak tidur, kini tubuhnya benar-benar menuntut istirahat.

Brak!

Ember yang ia bawa terlepas dari genggaman, airnya tumpah ke lantai, bahkan mengenai seseorang yang berdiri tak jauh darinya.

Deg!

Nayla menoleh, dan darahnya seakan berhenti mengalir. Sepatu mahal yang kini basah terkena air kotor itu dikenakan oleh pria yang paling ditakuti semua orang di kantor. Elvino, sang atasan.

Wajah Nayla seketika pucat. Ia buru-buru membungkukkan tubuhnya.

“M-Maafkan saya, Pak! Saya tidak sengaja…” suaranya bergetar hebat.

Beberapa karyawan yang melihat kejadian itu langsung terdiam, saling berbisik. Mereka tahu betul sifat Elvino, arogan, keras, tak segan menghukum karyawan yang melakukan kesalahan sekecil apa pun.

Namun, alih-alih langsung marah, Elvino hanya menatap tajam Nayla. Tatapannya menusuk, dingin, tapi seolah menyimpan rasa ingin tahu.

Dengan suara berat dan datar, ia berkata.

“Ke ruangan saya Sekarang.”

Tanpa menunggu jawaban, ia melangkah pergi, meninggalkan lantai basah dan karyawan-karyawan yang terbelalak.

Nayla hampir tak bisa bernapas. Tubuhnya gemetar saat buru-buru berjongkok, mengelap air yang tumpah. Jantungnya berdetak kencang, penuh rasa takut. Ia khawatir kesalahan ini akan membuatnya kehilangan pekerjaan.

Setelah memastikan lantai bersih, dengan langkah berat ia berjalan menuju ruangan Elvino. Jari-jarinya dingin saat mengetuk pintu besar itu.

“Masuk.” Suara bariton dari dalam membuat tubuh Nayla semakin kaku.

Perlahan ia membuka pintu, lalu masuk. Di hadapannya, Elvino duduk di kursi besar, bersandar dengan kedua tangan bertaut di meja. Tatapannya dingin, sulit terbaca.

Nayla berdiri dengan kepala tertunduk, kedua tangannya saling menggenggam erat.

“Apa yang terjadi?” tanya Elvino datar.

Nayla mengangkat wajahnya sedikit, bingung dengan pertanyaan itu.

“M-Maaf, Pak… saya tadi ceroboh. Embernya jatuh...”

“Aku bukan bicara soal ember.” Elvino memotong cepat, suaranya tajam namun terkontrol.

“Kau terlihat seperti orang yang tidak tidur semalaman. Ada apa?”

Pertanyaan itu membuat Nayla membeku. Ia tidak menyangka pria itu memperhatikan detail seperti itu.

“Tidak ada, Pak,” jawabnya cepat, mencoba menutupinya.

Namun Elvino bangkit dari kursinya. Ia berjalan perlahan mendekat, hingga berdiri tepat di hadapan Nayla. Tubuhnya yang tinggi menjulang membuat Nayla semakin merasa tertekan.

Tangannya terulur, menyentuh dagu Nayla, mengangkat wajahnya agar menatap langsung ke arah matanya.

“Jangan bohong.” Suaranya rendah, tapi menggetarkan.

Nayla terdiam beberapa detik. Ia sadar percuma berbohong. Suaranya akhirnya pecah, lirih tapi jujur.

“Saya semalam merawat adik saya yang sakit.”

Ruangan itu seketika hening. Elvino masih menatapnya dalam-dalam, seolah mencoba membaca isi hatinya.

“Apa sakitnya parah?” tanyanya lagi, kali ini nadanya lebih pelan.

Nayla menunduk, air mata mulai berkumpul di pelupuk.

"Adik saya, Demam tinggi, pak.”

Elvino terdiam. Ada sesuatu yang berubah di tatapannya. Ia menarik napas panjang, lalu berkata.

“Kau bodoh.”

Nayla terlonjak. “A-apa, Pak?”

“Bodoh, karena memaksakan diri bekerja dalam kondisi seperti ini.” Elvino berbalik, berjalan kembali ke kursinya.

“Bagaimana kalau kau pingsan di sini? Bagaimana kalau kau malah memperburuk keadaan adikmu?”

Nayla tidak tahu harus menjawab apa. Ia hanya bisa terdiam, menatap lantai.

“Pulanglah. Adikmu membutuhkanmu,” ucap Elvino tegas.

Nayla terperangah, menatap pria itu dengan wajah bingung.

“Tapi Pak. pekerjaan saya belum selesai. Saya tidak enak dengan pekerja lain kalau saya meninggalkan tugas saya begitu saja,” jawabnya lirih, ada rasa takut sekaligus sungkan di nada suaranya.

Elvino menghela napas, lalu menyulut rokok dan menghembuskan asap perlahan.

“Tidak usah pikirkan mereka. Pikirkan saja adikmu.”

Tangannya bergerak, membuka dompet hitam mewah yang tersimpan di saku jasnya. Dari dalamnya, ia mengeluarkan sebuah kartu ATM berwarna hitam. Kartu yang sama, yang dulu pernah ia sodorkan pada Nayla di masa lalu. Kartu itu seakan membawa kembali kenangan yang membuat dada Nayla sesak.

“Ambil ini. Bawa adikmu berobat,” ucap Elvino datar sambil menyodorkannya.

Nayla menatap kartu itu lama. Tenggorokannya terasa tercekat. Ia teringat bagaimana kartu itu dulu menjadi simbol keterikatannya pada pria ini, simbol dari masa-masa gelap yang berulang kali ingin ia lupakan. Perlahan, ia menggeleng.

“Maaf Pak. saya tidak bisa menerimanya.” Suaranya nyaris berbisik, namun cukup jelas untuk membuat rahang Elvino mengeras.

Elvino mendesah panjang, lalu memasukkan kembali kartu itu ke dalam dompet. Tanpa berkata apa-apa lagi, ia mengeluarkan beberapa lembar uang merah, jumlahnya cukup besar. lalu meletakkannya di atas meja, tepat di depan Nayla.

“Kalau begitu, ambil ini. Jangan banyak alasan.”

Nayla menatap uang itu. Kedua tangannya gemetar, hatinya diliputi keraguan. Sebagian dirinya ingin menolak, ia tidak ingin kembali terikat pada Elvino dengan cara apa pun. Tapi sisi lain dari dirinya sadar… Dio butuh obat. Dio butuh makanan bergizi, butuh sesuatu untuk membuatnya pulih. Dan ia tidak punya cukup uang.

Lama ia terdiam, sampai akhirnya jemari rapuh itu terulur perlahan. Dengan hati-hati, ia meraih uang tersebut, seolah menyentuh sesuatu yang berbahaya.

“Terima kasih, Pak.” suaranya bergetar.

“Saya janji… saat gajian nanti, saya akan mengembalikannya.”

Elvino hanya menatapnya tanpa ekspresi jelas, sorot matanya sulit ditebak.

“Kalau begitu, saya permisi.” Nayla membungkukkan badan sopan, lalu berbalik pergi. Pintu besar itu terbuka perlahan, sebelum menutup kembali dengan bunyi lembut klik.

Keheningan menyelimuti ruangan.

Elvino bersandar di kursinya, menatap pintu yang baru saja menelan punggung ramping gadis itu. Untuk sesaat, ia hanya diam. Lalu ia mendongak menatap langit-langit ruangan, menghembuskan napas berat.

Tangannya terangkat, mengusap wajahnya dengan kasar. Jantungnya berdetak terlalu cepat, terlalu keras, seolah mencoba menerobos keluar dari dadanya.

Bayangan tadi kembali menyeruak dalam kepalanya, saat ia menyentuh dagu Nayla, merasakan kelembutan kulit itu di ujung jarinya. Ingatannya melayang, berputar ke masa lalu, ke malam-malam panas yang pernah mereka lalui. Malam di mana bibir ranum gadis itu menjadi miliknya, malam di mana tubuh Nayla menjadi candu yang kini menghantuinya.

Ia merasakan debaran aneh saat menyadari, betapa sulitnya melupakan semua itu. Bibir itu… tubuh itu… adalah kenangan yang tak pernah bisa ia hapus, meski sudah berulang kali ia mencoba.

1
NNPAPALE🦈🦈🦈🦈
waduuuuhhh kayaknya kalo menyangkut konplik orang tua dan perjodohan bakalan berat nih, apalagi saingannnya yg syar'i syar'i pasti dibanding bandingin trus nih....
Dzimar
Thor kmren2 sering triple bab😍
Her$a: besok kak insyaallah,, tapi cuma 2 bab pr hari... GPP yaa😉
total 1 replies
Dzimar
gak rela klu Nayla di tinggal nikah SMA elvino Thor ..elvino juga udh cinta bngt ke nayla
Dzimar
up Thor udh jam 6 blm up... menantikannya
Her$a: masih proses kak😁 agak terkendala hari ini
total 1 replies
Dzimar
Nayla pasti TLP elvino....ayo elvino datang&liat kondisi Nayla yg hdupnya hancur karena keadaannya 😭
Siti Aminah
trs lanjut ya kak AQ suka banget ceritanya.
Siti Aminah
seru banget . tlng di lanjut episode selanjutnya
Her$a: terima kasih 😘
total 1 replies
NNPAPALE🦈🦈🦈🦈
semangat kakak othor... aku gak tau mau bikin ulasan apa,,, tapi sejauh ini ceritanya bagus banget....
Her$a: Terima kasih 😘
total 1 replies
Bunda Dzi'3
hp Thor ..smngts bnyk pembaca karyamu thor👍
Bunda Dzi'3: smngtsss🖤
total 2 replies
Bunda Dzi'3
beban nya Nayla berat bngtt😭
Bunda Dzi'3
Aulia sma elang aja..sma2 bersih...biar Nayla sma elvino...krna Nayla udh di tidurin elvino biar Elvino tanggung jawab...Nayla khawatir hamil saat elvino nikahin Aulia...trs elang yg nikahin Nayla 😭😭
Bunda Dzi'3
ervino udh cinta sma Nayla...
Bunda Dzi'3
lanjutttt🖤
Bunda Dzi'3
buat aja Nayla hamil biar di nikahin Elvino Thor
Bunda Dzi'3
😭😭😭
Bunda Dzi'3
Elvino udh Cinta mungkin sma Nayla tapi gengsi...Dia pikir Nayla gak lebih dri pemuas ranjangnya...pdhl elvino udh ada rasa sblm kjdian MLM pertama...Haa khayalan Qu sperti ini ..nikahin Elvino buat Nayla bhgia👍
Bunda Dzi'3
elvino knpa gak di nikahin aja Nayla&angkat derajatnya Nayla..biar gak bnyk dosa&Dio gak benci lagi😭
Bunda Dzi'3
😭😭😭
Bunda Dzi'3
lanjut thor
Bunda Dzi'3
i
kasian Nayla hancur N merasa bersalah bngt pastinya ..ibunya mninggal karna tau kerjaan nayla😭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!