Sebastian Adiwangsa. Nama yang selalu bergaung dengan skandal, pesta malam, dan perempuan yang silih berganti menghiasi ranjangnya. Baginya, cinta hanyalah ilusi murahan. Luka masa lalu membuatnya menyimpan dendam, dendam yang membakar hasratnya untuk melukai setiap perempuan yang berani mendekat.
Namun, takdir memiliki caranya sendiri. Kehadiran Senara Ayunda, gadis sederhana dengan kepolosan yang tak ternodai dunia, perlahan mengguncang tembok dingin dalam dirinya. Senara tidak seperti perempuan lain yang pernah ia kenal. Senyumnya membawa cahaya, tatapannya menghadirkan kehangatan dua hal yang sudah lama terkubur dari hidup Sebastian.
Namun, cara Sebastian menunjukkan cintanya pada Senara bermula dari kesalahan.
Riuh di Pameran Arya
Pameran karya Arya masih berlangsung dengan meriah. Seiring waktu, semakin banyak tamu undangan berdatangan, membuat suasana kian padat dan ramai. Namun, di balik keramaian itu, tersedia ruang khusus bagi tamu-tamu VIP seperti Bastian.
Di luar, sesi talk bersama Arya tengah berlangsung. Sementara itu, Bastian dan Sena memilih menunggu di ruangan VIP yang dipenuhi dekorasi artistik khas Arya, dimana setiap sudutnya memancarkan detail seni yang berkelas.
Tak hanya mereka berdua, di ruangan itu juga sudah ada beberapa teman lama Bastian. Kehangatan persahabatan bercampur dengan aura wibawa bisnis mereka, menciptakan atmosfer yang akrab sekaligus berwibawa.
“Hei, Bas! Akhirnya nongol juga nih orang,” sapa seorang pria berjas abu-abu dari sofa.
Sena tersenyum gugup. Ini pertama kalinya ia benar-benar masuk ke lingkaran pertemanan Bastian. Meski pernah bertemu sekilas saat pernikahan mereka, wajah-wajah itu tetap terasa asing baginya.
Dari antara mereka, satu sosok tampak paling bersemangat menyambut. Marvel. Ia bangkit dari sofa, sorot matanya langsung tertuju pada Sena, bibirnya terangkat nakal.
“Wah, jadi ini istri yang selama ini lo sembunyiin, Bas?” ujarnya sambil menjabat tangan Sena. Genggamannya bertahan sedikit terlalu lama.
Bastian mengawasi setiap gerak Marvel dengan tatapan tajam.
“Sena kan? Namanya secantik orangnya,” lanjut Marvel.
Sena sempat terkejut, tapi tetap membalas dengan ramah. “Iya, betul. Salam kenal ya… kamu siapa?” Wajah Marvel sangat terasa asing baginya. Sepertinya pria ini tidak hadir di pernikahannya.
“Marvel,” jawabnya dengan senyum penuh percaya diri.
“Gue nggak nyangka, Bas. Selama ini lo dikelilingi wanita-wanita spek rendah semua, ternyata ujung-ujungnya lo bisa punya selera bagus juga,” sindir Marvel, nadanya sengaja dibuat provokatif.
Sena mengerutkan kening. “Maksudnya spek rendah?”
Tatapan Bastian semakin menusuk ditunjukkan ke arah Marvel. Tapi Marvel tetap santai, bahkan terkesan menikmati.
“Maksud gue, Bastian ini dulunya hobi banget One Night Stand. Tiap malam beda-beda.”
Sena memiringkan kepala, polos. “One Night Stand? Apa itu?”
Marvel sampai melongo. “Lo nggak tau ONS?”
“ONS? Itu beda lagi, ya?” Sena makin bingung.
Bastian buru-buru memotong, suaranya dingin. “Udah cukup, Sena. Jangan didengerin omongannya. Nggak jelas.”
Tapi Marvel tetap ngotot. “Ayolah, Bas. Masa istri lo nggak tau? Jadi gini, One Night Stand itu hubungan singkat. Se*ks sekali habis itu selesai, nggak berlanjut.” Kalimat Marvel cukup berani kali ini.
“Oh…” Sena mengangguk pelan, lalu tanpa sadar menambahkan,
“Kayak waktu ada wanita yang kamu bawa ke rumah itu, ya?” Sena menolehkan kepalanya ke arah Bastian.
Ruangan sontak hening. Semua mata membelalak, termasuk Marvel dan Bastian yang langsung mengusap jidatnya sendiri.
“Bas?” Marvel menatap tak percaya. “Lo bawa wanita lain ke rumah kalian? Gila lo…”
“Terus lo marah nggak Sen?” lanjut Arya.
Sena masih sempat melanjutkan dengan polosnya. “Aku sih nggak marah kalau cuma bawa ke rumah, tapi kesal aja karena mereka berhu—”
“Sena, cukup.” Suara Bastian terpotong tegas, dingin. Tatapannya mengunci pada istrinya, “Sekali lagi bahas itu, kita pulang darisini.” Kalimat itu membuat Sena otomatis menutup mulut.
Marvel terkekeh. “Santai aja kali, Bas. Sena orangnya asik banget loh. Nggak kayak lo.”
“Diam, Lo.” Bastian mendesis.
Tapi Marvel tak menyerah. Ia kembali menyenggol Sena, nada suaranya lebih intim. “Eh, Sena, cerita dong. Kok bisa sih lo nikah sama Bastian?”
Sena sempat terdiam, lalu menunduk menatap perutnya. Ada kilatan perasaan getir sebelum ia memaksakan senyum. Ingatannya tentang perilaku Bastian yang ingin menghilangkan anaknya masih jadi bayangan paling menakutkan.
“Mungkin lebih ke… takdir aja.”
“Takdir, ya?” Marvel menyeringai. “Kalau gitu gue harus sering-sering berdoa biar dapet takdir kayak Bastian, nikah sama orang kayak lo.”
Sena menahan tawa kecil, meski jelas canggung.
Marvel semakin berani. “Tapi jujur, lo sering dipaksa Bastian kan? Gue bisa kok jadi tempat lo cerita.” Suaranya merendah, nyaris seperti bisikan.
“Mau gue kasih nomor gue? Kalau Bas macam-macam, lo bisa langsung hubungin gue. Gue juga punya kekuasaan, sama kayak dia.”
Sebelum Sena sempat menjawab, suara berat Bastian menggema.
“Marvel.”
Hening. Semua kepala menoleh karena nada yang berbeda dari Bastian.
Marvel berhenti, menatap Bastian sejenak, lalu terkekeh canggung. “Bro, bercanda. Santai aja.”
Tapi Bastian tidak bereaksi. Tatapannya dingin, penuh ancaman. Aura tegasnya membuat ruangan itu seakan membeku.
Sena menunduk, merasa terjepit di antara mereka. Saat ia hendak menarik tangannya ke pangkuan, Bastian tiba-tiba meraih jemarinya. Genggaman hangat itu mengejutkan. Jarang sekali Bastian memperlihatkan kemesraan di depan orang lain.
Sena menoleh sekilas, wajahnya memerah, tapi bibirnya tersungging tersenyum tipis.
… … …
Acara akhirnya berakhir. Tanpa banyak basa-basi, Bastian menggenggam erat tangan Sena, menariknya keluar dari ruangan. Ia nyaris tak berbicara apa pun.
“Hei, Bas. Sena. Makasih udah datang, ya,” ucap Arya sambil menepuk pundak Bastian lalu memeluk singkat Sena.
Bastian hanya melirik sekilas.
Sena membalas ramah, “Terima kasih udah undang kami, Arya. Semua karyanya luar biasa.”
Arya tersenyum, tapi Bastian hanya memberi anggukan kecil sebelum menarik istrinya menuju mobil.
...****************...
Perjalanan pulang berlangsung sunyi. Tidak ada musik, hanya suara mesin mobil dan tarikan napas mereka.
Sena akhirnya menyentuh paha Bastian, berusaha mencairkan suasana. “Hei, kenapa diam terus? Kamu kelihatan lagi nggak suka banget.”
Bastian menoleh dan menatap Sena dalam. Tatapannya bukan lagi sekadar dingin, melainkan campuran cemburu dan… sedikit kekanak-kanakan. “Kamu terlalu gampang ramah sama orang.”
Sena mengerjap “Dengan Marvel tadi?”
“Dengan semua orang.”
”Aku hanya berusaha sopan, Bas. Aku nggak mungkin bersikap ketus di depan teman-temanmu kan?”
“Tetap saja” Bastian mengalihkan pandangannya.
“Jangan terlalu terbuka dengan orang walaupun itu temanku sendiri. Jangan seperti wanita yang mudah digoda siapapun” Bastian kembali mengeluarkan ucapan pedasnya.
Sena menyandarkan tubuhnya dan tersenyum tipis.
“Maaf, ya” ucap Sena, kali ini diraihnya lengan pria disebelahnya dan mengusap lembut lengan Bastian.
Getaran hangat menjalari tubuh Bastian. Ia menoleh sejenak, suaranya menurun, dalam dan menggoda. “Kalau mau nyentuh, tunggu di rumah. Nanti aku balas sentuhanmu.”
Sena sontak menarik tangannya, wajahnya merona. Bastian terkekeh puas, meninggalkan ketegangan manis di antara mereka.
...----------------...
^^^Cheers, ^^^
^^^Gadis Rona^^^