WARNING❗
Cerita ini, buat yang mau-mau saja, TAK WAJIB BACA JUGA
Mengandung banyak Flashback
Banyak nama tokoh dari novel-novel pendahulu mereka
Slow update
Alur lambat
So, yang gak suka silahkan cabut, dan berhenti sampai di sini ❗
⚠️⚠️⚠️
Kenzo akhirnya menerima permintaan sang bunda untuk menikahi putri sahabatnya semasa SMA.
Tapi ternyata gadis itu adalah adik tiri Claudia mantan kekasihnya. Dulu Claudia mencampakkan Kenzo setelah pria itu mengalami kecelakaan hingga lumpuh untuk sementara waktu.
Bagaimana lika-liku perjalanan pernikahan Kenzo dengan Nada? (yang selisih usianya 10 tahun lebih muda).
Di sisi lain, Nada masih terbelenggu dengan potongan ingatan masa kecil yang mengatakan bahwa ibunya meninggal karena mengakhiri hidupnya sendiri.
Apakah itu benar? Atau hanya dugaan semata? Lantas jika tidak benar siapa gerangan yang telah menghilangkan nyawa ibunya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bukti Yang Menarik
#33
“Hormat!”
Salah seorang polisi memberi hormat pada Marco yang baru tiba di lokasi setelah mendengar ada mayat pria tak dikenal, yang meninggal tepat setelah menabrak gerbang rumah Tuan Emir.
Petugas medis yang datang lebih dulu, kini sudah mengevakuasi jenazah pria tak dikenal tersebut.
Marco menyingkap kain putih yang menutupi wajah pria tersebut, “Bagaimana—” Namun, ia tak melanjutkan kalimatnya setelah melihat wajah si jenazah.
“Bukankah, dia—”
“Benar, dia adalah pria di foto itu.”
“Kalian sudah memeriksa isi mobilnya?”
“Sedang diperiksa, Kapt.”
Marco menghampiri dua anak buahnya yang memeriksa mobil si pria. “Apa yang kalian temukan?”
Dua orang yang memeriksa mobil si pria, menyerahkan box berisi barang-barang temuan mereka. Yang mana barang-barang tersebut, sudah dimasukkan ke dalam kantong plastik transparan satu persatu.
“Cari lagi! Jangan sampai ada yang tertinggal.”
Marco beralih ke tempat lain, yang mana Aric dan Tuan Emir sedang di beri pertanyaan seputar pria misterius tersebut.
“Saya tidak mengenalnya,” jawab Tuan Emir, “tapi saya bersedia kooperatif jika sewaktu-waktu polisi membutuhkan kesaksian dari saya.”
“Tuan Aric, apakah Anda mengenal pria itu?”
“Tidak, Pak.”
Marco tidak bertanya apa-apa lagi, dan beberapa saat kemudian, polisi dan petugas medis meninggalkan TKP, setelah mendapatkan apa saja yang mereka butuhkan untuk proses penyelidikan.
Aric tetap berdiri di tempatnya, memandang kepergian para polisi dengan wajah yang rumit.
“Aric!”
Lamunan Aric buyar, ketika Papa Emir memanggilnya, pria itu pun mendekat. “Ada apa, Pa?”
“Apa kamu terlibat?”
Aric menaikkan alisnya, “Apa maksud Papa?” tanyanya dengan suara tenang.
“Papa tak mau ada keributan,” sambung Papa Emir, tanpa memberikan jawaban dari pertanyaan Aric.
“Saya jamin, Pa.”
Papa Emir pun kembali masuk ke kamarnya, meninggalkan Aric yang masih diam mematung hingga beberapa saat.
Tak lama kemudian, Mama Laura mengendap-endap keluar dari kamarnya, wanita itu menarik lengan Aric agar mengikuti langkahnya.
“Ric, Mama takut.”
“Jangan takut, Ma. Mama tak bersalah, kan Mama hanya korban pemerasan pria itu."
P"Lalu kenapa pria itu—"
"Aku juga tak tahu, Ma."
Mama Laura mengangguk, raut wajahnya nampak cemas dan juga gelisah.
•••
Kenzo terbangun ketika ponselnya berdering, ia sudah terbiasa menerima panggilan di jam-jam istirahat seperti saat ini.
Pelan-pelan ia melepaskan pelukannya dari tubuh sang istri yang kini terlelap, tak sampai turun dari tempat tidur, pria itu meraih ponsel yang ia letakkan di atas meja lampu.
“Iya, Kak?” jawab Kenzo.
“Kakak mengganggumu?”
“Tidak, lagipula aku sudah terbiasa.”
“Seorang pria misterius ditemukan meninggal setelah menabrak gerbang rumah ayah mertuamu.”
“Hmm, lalu, Kak?”
“Setelah polisi memeriksa ponsel pria itu, termasuk memunculkan kembali pesan-pesan lama dari nomor yang sama, kami menemukan sesuatu yang cukup menarik,” tutur Danesh.
“Seberapa menarik?”
“Ini berkaitan dengan peristiwa kecelakaan yang menimpamu beberapa tahun yang lalu.”
Jeder!
Mata Kenzo seketika terbelalak, selama ini ia mengira kecelakaan yang menimpanya adalah murni, bukan sebuah sabotase atau sengaja di rekayasa. Rupanya ia salah, “Aku kesana sekarang!”
“Tak perlu,” cegah Danesh.
“Tapi, Kak—”
“Kamu cukup duduk manis, biarkan kami yang bekerja. Semoga kasus ini bisa kami temukan benang merahnya,” sela Danesh.
“Hmm, baiklah.”
“Istirahatlah lagi.”
Tut! Tut! Tut!
Panggilan berakhir, dan Kenzo benar-benar kehilangan kantuknya.
•••
Flashback
Hari Kenzo mengalami kecelakaan, bertepatan dengan acara syukuran menyambut kelahiran si kembar Gavin dan Gian.
“Uncle! Mau ikut,“ rengek Ryu, ia bahkan sudah memeluk kaki pemuda tersebut, agar keinginannya dikabulkan. Tapi alih-alih mengabulkan, Kenzo justru mengayun-ayunkan kakinya, hingga Ryu terlihat seperti bergelantungan di ranting pohon.
“NO!” tolak Kenz, pemuda itu mau berkencan, mana mungkin membawa anak-anak. Bukannya kencannya berhasil, mungkin dirinya justru dikira duda yang sedang mencari ibu untuk anaknya.
“Janji deh, Ryu akan jadi anak manis.” Ryu masih tak mau menyerah.
“Sejak kapan kamu manis?” tanya Kenzo geli.
“Sejak lahir, aunty-aunty follower Papa dan Mama yang bilang. Kalau tak percaya, baca komentar mereka.”
“Gak sempat!” jawab Kenzo ketus. Jika semasa anak-anak dirinya kerap dianggap anak bau kencur oleh Darren, kini tiba saatnya Kenzo membalas perlakuan Darren terhadapnya.
“Iihh ntar kualat sama anak ganteng sepertiku.”
“Bodo amat! Kak, anakmu nih!” Akhirnya Kenzo meminta pertolongan pada Darren.
Tapi Darren yang sejak kecil jadi predator alami bagi Kenzo, justru senang melihat derita Kenzo, “Nggak bisa, kamu gak lihat, aku sedang gendong bayi, Abang malah gendong Kian dan Kai,” cetus Darren.
“Ish … semakin tua semakin menyebalkan.” Mendengar ocehan Darren, Kenzo balas menggerutu.
“Siapa yang tua, Uncle?” tanya Ryu polos.
“Papamu.”
“Dih, Uncle ngasal, Papa Ryu masih muda, Mama malah bilang, Papa Ryu ganteng.” Anak itu dengan bangga membela Papanya.
“Berarti, Mamanya Ryu sedang sakit mata, kalau dia bilang papa Ryu ganteng. Jelas-jelas udah tua.”
“Sudah-sudah, kamu ini kayak anak kecil saja,” tegur Bunda Emira.
“Bunda, tolong, aku udah janji nih.” Kenzo merengek pada Bunda Emira, berharap sang Bunda memberinya izin.
“Bisa kan, kamu kirim pesan dulu?” jawab Bunda Emira dengan kembali bertanya. “Kayak hidup di era 80-an saja.”
“Tapi, Bund—”
“Tunggulah, satu jam lagi, hormati kakakmu yang sudah susah payah mengadakan acara ini, supaya kita bisa ngumpul bareng. Lagian kamu sekarang jarang ngumpul kalau hari minggu, sibuk terus sama Claudia, Bunda gak mau kamu jadi lebih mementingkan Claudia dibandingkan keluargamu.”
“Pacaran itu, bukan malah menjauhkan yang dekat, tapi justru harus bisa mendekatkan yang jauh. Artinya merangkul orang baru, agar mau bergaul dengan keluarga kita, bukan malah sebaliknya,” nasehat Bunda Emira, dan agaknya ceramah Bunda Emira, mampu membuat Kenzo berpikir, ia terdiam sejenak, membenarkan ucapan sang bunda.
“Iya, Bund. Perginya nanti saja,” jawab Kenzo patuh.
Bunda Emira tersenyum lega, “Bukan berarti Bunda gak setuju kamu berpacaran dengan Claudia, kamu boleh kok, berhubungan dengan gadis manapun, asal dia baik, bertingkah laku baik juga.”
Bunda Emira menepuk pundak Kenzo. “Bunda juga ingin kamu kenalkan Claudia pada keluarga kita secepatnya, semakin cepat dia bisa bergaul dengan kita, Itu akan semakin baik.”
Kenzo mengangguk dengan wajah berbinar, memang ia ingin mengenalkan Claudia, tapi belum ada waktu yang pas. Dan detik berikutnya, ia sudah nampak bahagia menemani Ryu bermain bola. Bahkan Pelangi pun tak segan-segan ikut menggiring bola.
•••
“Bye.” Claudia melambaikan tangan usai Kenzo mengantarnya sampai di depan gerbang. Rumah itu adalah rumah lama Tuan Emir, sebelum mereka pindah ke rumah baru yang berukuran lebih besar.
Kenzo melaju tenang, karena lalu lintas sudah sangat sepi, tadi ia dan Claudia pergi ke sebuah kafe, menyaksikan live perform dari salah satu band indie.
Kenzo ingat, malam itu suasana jalanan sangat lengang ketika ia melaju dengan kecepatan sedang, sampai-sampai Kenzo tak menyadari ada sebuah truk yang melaju dari arah berlawanan.
Tut!
Tut!
Klakson berbunyi nyaring, namun, respon Kenzo tak cukup cepat untuk menghindari truk tersebut. Kenzo banting setir ke arah lain, naasnya motor yang ia kendarai hilang kendali hingga roboh dan terseret body truk.
Kenzo terlempar cukup jauh, dengan kaki bersimbah darah, karena ikut terseret bersama motor yang ia kendarai. Tiba-tiba—
Boom!
Motornya meledak di lokasi kejadian.
Flashback end.
hmmm siapa kah lelaki yang nabrak pagar? apakah orang suruhan Kanaka itu??
next Thor..