Wei Lin Hua, seorang assassin mematikan di dunia modern, mendapati dirinya terlempar ke masa lalu, tepatnya ke Dinasti Zhou yang penuh intrik dan peperangan. Ironisnya, ia bereinkarnasi sebagai seorang bayi perempuan yang baru lahir, terbaring lemah di tengah keluarga miskin yang tinggal di desa terpencil. Kehidupan barunya jauh dari kemewahan dan teknologi canggih yang dulu ia nikmati. Keluarga barunya berjuang keras untuk bertahan hidup di tengah kemiskinan yang mencekik, diperparah dengan keserakahan pemimpin wilayah yang tak peduli pada penderitaan rakyatnya. Keterbelakangan ekonomi dan kurangnya sumber daya membuat setiap hari menjadi perjuangan untuk sekadar mengisi perut. Lahir di keluarga yang kekurangan gizi dan tumbuh dalam lingkungan yang keras, Wei Lin Hua yang baru (meski ingatannya masih utuh) justru menemukan kehangatan dan kasih sayang yang tulus.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Novianti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 03
'Hm... Jika aku menjadi bayi di tempat ini, bagaimana keadaanku di duniaku yang dulu?' batin Wei Lin Hua, matanya yang bulat menatap langit-langit reyot rumah itu.
Bayi mungil dengan jiwa seorang assassin dari dunia modern itu kini berada dalam gendongan Wei Liu Han, kakak pertamanya.' Sebenarnya, dunia macam apa ini? Kenapa bangunan rumah ini benar-benar bobrok dan lusuh... dindingnya penuh tambalan, atapnya bocor di sana-sini,' lanjutnya dalam hati, sorot matanya yang tajam mengamati setiap detail ruangan.
Mata kecilnya menatap dengan seksama setiap sudut tempat yang kini menjadi tempat tinggalnya. Dinding yang penuh retakan, perabotan usang, dan aroma lembap yang menusuk hidung tidak luput dari perhatiannya. Wei Liu Han dan Wei Liu Yuan hanya bisa saling melirik, sebuah tatapan penuh arti yang hanya bisa mereka pahami berdua. Mereka menyadari bahwa hanya mereka berdualah yang dapat mendengar suara hati adik bayi mereka.
Selain itu, meski bingung dengan ucapan adik bayi mereka, mereka juga merasakan ada sesuatu yang berbeda. Adik mereka bukanlah bayi biasa. Apalagi Wei Lin Hua selalu mengatakan bahwa dunianya saat ini berbeda dengan dunianya yang dulu. Ada kemungkinan bahwa jiwa adiknya adalah reinkarnasi dari seseorang di dunia lain yang lebih maju.
"Sekarang, kita semua hidup di Dinasti Zhou...." Wei Liu Yuan menjelaskan keadaan dunia tempat mereka tinggal saat ini. Suaranya pelan, namun sarat akan informasi penting yang berusaha ia sampaikan pada adik kecilnya.
'Bagaimana bisa seperti itu... Sungguh tidak adil,' sahut Wei Lin Hua dalam hati, sebuah gumaman kecil yang hanya bisa ia ucapkan dalam benaknya, saat dia mendengar cerita dari kakak keduanya itu.
'Hanya bangsawan murni yang bisa mendapatkan ilmu sihir? Sedangkan rakyat kecil seperti kita tidak mendapatkan kesempatan itu?' lanjutnya, menggerutu kesal dalam hati atas ketidakadilan yang begitu nyata di depan matanya.
'Tidak mungkin! Dunia apa yang sebenarnya aku masuki ini? Fantasi? Sejarah? Atau perpaduan keduanya?' gumamnya kesal, merasa bingung dengan genre kehidupannya di dunia baru ini. Ia merasa seperti terlempar ke dalam sebuah novel yang belum jelas alurnya.
'He... Apakah ini yang namanya bertransmigrasi, seperti yang sering kulihat di novel-novel fantasi?' batinnya, sebuah kesadaran perlahan merayapi benaknya, menyadari bahwa apa yang terjadi padanya memiliki kemiripan mencolok dengan alur cerita fiksi yang sering ia dengar.
'Tapi tidak mungkin... Aku tidak pernah sekalipun menyentuh novel, apalagi membacanya. Hidupku hanya diisi dengan darah dan belati, mana sempat aku memikirkan cerita fiksi?' lanjutnya lagi, menyangkal kemungkinan itu dalam hati.
Tanpa disadari oleh Wei Lin Hua, isi hatinya benar-benar membuat kedua kakaknya terkejut bukan main. Wei Liu Han menatap Wei Liu Yuan dengan tatapan tak percaya, keduanya benar-benar terkejut mendengar informasi bahwa adik kecil mereka adalah seorang yang bereinkarnasi ke dalam tubuh bayi mereka.
"Kakak, apakah kita harus memberitahu Ayah tentang ini?" bisik Wei Liu Yuan, nada suaranya sedikit ragu saat mendengar kalimat terakhir adik bayinya.
"Lebih baik jangan. Ayah hanya akan menganggap kita berdua sudah kehilangan akal sehat, jika kita mengatakan bahwa adik bayi kita adalah seorang pembunuh dari dunia lain," jawab Wei Liu Han, berbisik pelan agar tidak ada orang lain yang mendengar percakapan mereka.
Satu tahun berlalu... Waktu mengalir begitu cepat, membawa perubahan kecil namun berarti dalam kehidupan mereka.
"Tatata..." Wei Lin Hua kecil hanya bisa bergumam itu, bibirnya yang mungil bergerak-gerak berusaha membentuk kata. Usianya baru menginjak satu tahun, namun dengan mengejutkan, dia sudah bisa berjalan dengan tegap, meskipun belum mampu berbicara dengan jelas.
Gadis kecil itu menunjuk ke arah depan mereka dengan jari mungilnya, sorot matanya berbinar seolah melihat sesuatu yang sangat menarik perhatiannya.
"Kau mau apa, Lin Hua? Apa kau menginginkan bunga ini?" tanya Wei Liu Han lembut, pria itu membawa Wei Lin Hua kecil memasuki hutan untuk mencari hewan buruan. Aroma tanah basah dan dedaunan memenuhi udara di sekitar mereka.
'Ck... Kau ini benar-benar bodoh! Lihatlah baik-baik di depan mata mu itu... Di sana, di antara semak-semak, ada ayam hutan!' Wei Lin Hua merasa kesal dalam hati. Ia ingin sekali berteriak dan memberitahu kakaknya, namun suaranya masih belum bisa ia kendalikan.
Selain merasa kesal pada kedua kakaknya yang kurang peka, dia juga merasa frustrasi pada dirinya sendiri yang tak kunjung bisa berbicara dengan lancar. Hal itu membuatnya kesulitan untuk berkomunikasi dengan kedua kakaknya, meskipun selama satu tahun ini, kedua kakaknya tidak pernah mengecewakannya dan selalu berusaha memenuhi apa pun yang ia inginkan.
Wei Liu Yuan tertawa kecil saat mendengar adik kecilnya mengumpati kakaknya dalam hati. "Kakak, lihatlah! Di sana ada ayam hutan yang gemuk. Aku akan menangkapnya untuk makan malam kita," ucap Wei Liu Yuan, matanya berbinar melihat potensi hidangan lezat di depan mereka. Pria itu mulai berjalan dengan perlahan dan hati-hati, berusaha mendekati ayam hutan itu tanpa membuatnya kabur.
Dengan gerakan secepat kilat, Wei Liu Yuan berhasil menangkap ayam hutan itu. "Lihat Lin Hua, aku berhasil menangkapnya!" serunya bangga, mengangkat ayam hutan itu tinggi-tinggi agar adiknya bisa melihatnya dengan jelas.
Wei Lin Hua kecil hanya mendengus dalam hati. 'Cih, hanya menangkap ayam hutan saja bangga,' pikirnya sinis. Namun, di lubuk hatinya, ia merasa senang karena kakaknya berhasil mendapatkan makanan untuk mereka.
"Ayo, kita pulang. Ayah pasti sudah menunggu kita," ajak Wei Liu Han, menggandeng tangan mungil Wei Lin Hua. Mereka bertiga berjalan menyusuri jalan setapak di dalam hutan, dengan Wei Liu Yuan memimpin di depan sambil membawa ayam hutan hasil buruannya.
Setibanya di rumah, aroma masakan sederhana namun menggugah selera menyambut mereka. Ayah mereka, seorang pria pekerja keras dengan wajah yang selalu tampak lelah, sedang berusaha menyiapkan makan malam di dapur kecil mereka.
"Kalian sudah pulang? Wah, dapat ayam hutan! Hebat sekali Liu Yuan," puji Ayah mereka dengan senyum tipis yang menghangatkan hati.
Wei Liu Yuan tersenyum bangga mendengar pujian ayahnya. "Ini semua berkat Lin Hua, Ayah. Dia yang melihat ayam hutan itu pertama kali," jawabnya merendah, meskipun ia sendiri merasa senang karena berhasil berburu.
Ayah mereka menatap Wei Lin Hua dengan tatapan lembut. "Anak pintar. Kau memang selalu membawa keberuntungan bagi keluarga kita," ujarnya sambil mengelus rambut halus Wei Lin Hua dengan tangannya yang kasar.
Wei Lin Hua hanya bisa menatap ayahnya dengan mata bulatnya, berusaha menyampaikan rasa terima kasihnya meskipun ia belum bisa berbicara. Ia merasa terharu dengan kasih sayang yang selalu diberikan oleh keluarganya. Meskipun ia adalah seorang assassin yang dingin dan kejam di kehidupan sebelumnya, namun di dunia ini, ia merasakan kehangatan dan cinta yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Malam itu, mereka makan malam dengan lahap. Ayam hutan yang dimasak oleh Ayah mereka terasa sangat lezat, meskipun hanya dibumbui dengan garam dan rempah-rempah sederhana. Wei Lin Hua makan dengan tenang, menikmati setiap suapan makanan yang masuk ke mulutnya. Ia merasa bersyukur atas kehidupan yang telah diberikan kepadanya di dunia ini, meskipun ia tahu bahwa kehidupan mereka tidaklah mudah.
Setelah makan malam selesai, Wei Lin Hua bermain-main di halaman rumah mereka yang sederhana. Ia merangkak di antara pepohonan, menikmati udara segar dan pemandangan indah di sekitarnya. Kedua kakaknya mengawasi dirinya dari dekat, memastikan bahwa ia tidak terluka atau tersesat. Mereka tahu bahwa sebagai anak yang paling kecil, Wei Lin Hua adalah tanggung jawab mereka.
Saat matahari mulai terbenam, Wei Lin Hua merasa lelah dan mengantuk. Ia menghampiri ayahnya dan menarik-narik ujung bajunya, berusaha menyampaikan bahwa ia ingin tidur.
Ayah mereka tersenyum lembut dan menggendong Wei Lin Hua ke dalam rumah. Ia membaringkan Wei Lin Hua di tempat tidur yang sederhana dan menyelimutinya dengan selimut yang agak lusuh namun terasa hangat. "Tidurlah yang nyenyak, sayang. Mimpi indah," bisiknya sambil mencium kening Wei Lin Hua dengan penuh kasih sayang.
Wei Lin Hua memejamkan matanya dan perlahan-lahan tertidur. Dalam tidurnya, ia bermimpi tentang masa depannya di dunia ini. Ia berharap bahwa ia bisa menjalani kehidupan yang bahagia dan damai bersama keluarganya, meskipun ia tahu bahwa kehidupan mereka tidak akan selalu mudah.
Namun, jauh di lubuk hatinya, ia juga menyadari bahwa dunia ini tidak sesederhana yang ia kira. Ada banyak misteri dan bahaya yang mengintai di sekitarnya. Sebagai seorang assassin yang bereinkarnasi, ia merasa memiliki tanggung jawab untuk melindungi keluarganya dan mengungkap kebenaran tentang dunia tempat ia berada saat ini. Ia tahu bahwa ia harus menjadi kuat dan siap menghadapi segala tantangan yang mungkin akan datang, meskipun saat ini ia masih terlalu kecil untuk melakukan apa pun.