Devina adalah seorang mahasiswi miskin yang harus bekerja sampingan untuk membiayai kuliahnya dan biaya hidupnya sendiri. Suatu ketika dia di tawari dosennya untuk menjadi guru privat seorang anak yang duduk di bangku SMP kelas 3 untuk persiapan masuk ke SMA. Ternyata anak lelaki yang dia ajar adalah seorang model dan aktor yang terkenal. Dan ternyata anak lelaki itu jatuh cinta pada Devina dan terang-terangan menyatakan rasa sukanya.
Apakah yang akan Devina lakukan? apakah dia akan menerima cinta bocah ingusan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tami chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Devi sakit.
Devan memarkir motornya sembarangan, seakan tak bernilai motor sport seharga puluhan juta itu. Dia bahkan tak perduli jika motornya lecet ataupun hilang.
Dengan langkah panjang, Devan menaiki tangga besi menuju kamar Devi yang ada di lantai dua.
Langkah kaki Devan terhenti sesaat, saat pintu kamar yang ada di sebelah Devi terbuka. Dia lupa tak memakai masker ataupun hoodie, ah! sudahlah! Devan tetap melanjutkan langkahnya.
Dari pintu yang terbuka tadi, keluarlah seorang lelaki dan perempuan yang terlihat sangat mesra. Devan bisa melihat jika pakaian si wanita sedikit tersingkap di bagian dada. Devan mengalihkan pandangannya, wajahnya sengaja dia tolehkan ke arah yang berlawanan. Tak ingin membuat orang salah sangka.
"Eh? Devan kan ya?" pekik si wanita yang berumur sekitar 25 tahun itu.
"Devan siapa?" tanya si lelaki di sebelahnya, nada suaranya terdengar kesal dan marah.
"Artis, yank! artis! masa kamu nggak tau!"
"Masa sih?" si lelaki memperhatikan Devan dengan teliti.
Devan tersenyum, "bukan kok, cuma mirip aja. Permisi!" ucap Devan sambil berlalu. Buru-buru dia masuk ke kamar Devi setelah mengetuk pintu tiga kali.
Devan segera menutup pintu kamar dan bersandar di baliknya. Sejenak dia mengintip lewat jendela, melihat apakah dua pasangan kekasih itu sudah pergi.
"Kenapa?" tanya Devi. Suaranya masih terdengar lemas.
Devan tersadar, dan segera mendekati Devi.
"Kamu nggak apa-apa?" tanyanya khawatir sambil duduk di sebelah Devi.
"Nggak, cuma masih pusing aja..." gumam Devi.
"Makan dulu, ya?" Devan membantu Devi untuk bangun. Lalu dia mengambil bubur ayam yang tadi sudah di belinya dalam perjalanan menuju kos Devi.
Devan menyendok bubur itu, sambil meniupinya perlahan lalu menyuapkannya pada Devi.
Devi pun menurut dan makan perlahan.
Setelah hampir setengah jam, akhirnya Devi menghabiskan makanannya. Setelah itu, Devan menyediakan obat yang harus Devi minum.
Devi menurut. Entah kenapa dia sangat patuh saat sedang sakit.
Setelah selesai minum obat, Devi pun kembali merebahkan tubuhnya, dan sempet berkata pada Devan sebelum terlelap.
"Kamu pulang aja Dev, aku udah enakkan kok. Makasih ya."
Devan tak menjawab, dia hanya mengangguk sambil menepuk bahu Devi dengan lembut.
Devan duduk bersila tepat di samping Devi sampai Devi terlelap. Devan melihat keadaan kamar Devi yang sangat jauh dari kata nyaman. Dinding kamarnya lembab, lantainya pun dingin padahal mereka berada di lantai dua. Dan yang paling parah, Devi tidur di atas kasur yang sudah sangat tipis. Devan menghela napas sambil menatap Devi nelangsa.
Walaupun Devi menyuruhnya pulang, Devan enggan beranjak. Bagaimana dia bisa pergi dengan tenang jika Devi sakit dan sendirian seperti ini. Apalagi pintu kamarnya tidak di kunci, bagaimana kalau ada orang asing masuk lalu berbuat hal-hal aneh. Bulu kuduk Devan langsung berdiri.
"Sabar ya Dev, sebulan lagi kamu bisa pindah ke tempat yang lebih nyaman. Semoga kak Ivan cepat menemukan unit yang ku mau," ucapnya lirih.
.
Devi mengejapkan matanya. Dia merasa kepalanya sudah enakkan tak berat seperti tadi. Tubuhnya pun mulai terasa nyaman, bahkan rasa nyeri di sendinya kini telah menghilang. Ini semua pasti berkat obat yang di berikan Devan. Devi tersenyum lalu tersentak kaget karena dia melihat Devan masih di sini, bahkan tertidur di sampingnya, tanpa alas apapun.
"Astaga! Devan!" pekik Devi.
Devan tersentak kaget dan bangun dari tidurnya, "Apa? ada apa?' kagetnya.
"Kenapa kamu tidur di lantai! kalau sakit gimana!?" cerocos Devi.
Devan mengusap wajahnya, "aku kira kamu teriak karena apa!" Devan meluruskan kakinya dan meregangkan badannya.
"Gimana? udah enakan?" tanya Devan sambil memandangi wajah Devi yang sudah terlihat sehat tak sepucat tadi.
Devi mengangguk, "berkat kamu... Terima kasih ya, Dev..." ucap Devi dengan tulus.
Devan mendesah, "jangan bikin khawatir, ya! kalau sakit bilang, biar aku langsung datang."
"Kemarin aja waktu kamu sakit, kamu nggak kasih tau aku!" kesal Devi.
"Beda dong, Dev! aku di rumah ada Mama, ada Papa, tapi kamu di sini kan sendirian!"
Devi mengerucutkan bibirnya, kesal karena kalah debat dari Devan.
"Mau makan buah? aku beli jeruk," ucap Devan sambil mengambil buah jeruk yang ada di dalam kantong plastik. Devan mengupasnya lalu menyuapi Devi satu persatu buah jeruk yang sudah dia bersihkan dari seratnya.
"Manis?" tanya Devan.
Devi mengangguk sambil tersenyum, "banget! apalagi di suapin kamu."
Devan terkekeh, "nggak ada inisiatif, sukanya ikut-ikut!" ucapnya pura-pura kesal.
"Devan, udah malam loh, kamu nggak pulang?"
Devan melongok keluar jendela dan melihat langit yang sudah gelap di luar sana. Karena dia sempat tertidur tadi sehingga tak sadar jika hari sudah malam.
"Nggak apa, baru jam 7. Nanti jam 9 aku pulang," ucap Devan lagi sambil kembali menyuapi Devi buah jeruk.
"Kamu sudah ijin sama Tante Luci? takutnya dia khawatir," lanjut Devi.
"Udah nggak usah ngurusin aku! aku nginep di sini juga nggak apa-apa, kan? tadi aja ada pasangan kayak yang habis mesra-mesraan di dalam kamar! kos ini terlalu bebas! aku jadi nggak tenang!" kesal Devan.
Devi mendesah sambil tersenyum, "Aman kok, Dev. Kan pintu kamar selalu aku kunci, nggak akan ada yang bisa masuk. Palingan aku kebagian suara 'aah ah ahh'.. gitu," ucap Devi sambil terkekeh.
Devan mengernyit, sambil menggedikkan bahunya, geli.
"Memangnya kamu nggak pengen pindah?"
"Pengen lah! tapi apa daya..." Devi sengaja tak melanjutkan ucapannya.
"Sabar sebentar, ya," ucapnya sambil menepuk bahu Devi pelan.
Devi yang tak mengerti hanya mengangguk sambil tersenyum.
Devan menarik napas lalu menghembuskannya, lalu dia mendekati Devi, meletakkan punggung tangannya di dahi Devi. "Sudah nggak panas," gumamnya.
"Ya kan udah makan, minum obat, tidur, pasti sembuh lah..."
"Aku pulang, nggak apa-apa?" tanya Devan sedikit ragu.
"Nggak apa-apa, beneran. Besok kita ketemu lagi, aku pasti udah bisa nge-les in kamu lagi."
Devan menarik napas panjang, "kalau nggak bisa juga nggak apa-apa, yang penting kesehatan kamu dulu. Aku pulang, ya?"
Devi tersenyum sambil mengangguk.
Devan mengecup dahi Devi lalu bergegas keluar dari kamar sempit itu, meninggalkan Devi yang wajahnya kembali memerah bukan karena demam tapi karena malu dengan sikap Devan.
Devi langsung menenggelamkan wajahnya di bantal dan memekik lirih, "sakit tiap hari juga mau kalau di rawat si Devan!!!
termasuk saya yg baca🤭
restu belakangan..penting devan padamu🤭🤭🤭