Mengisahkan seorang pemuda yang di idam-idamkan oleh banyak wanita. Bagaimana mungkin tidak menjadi incaran para wanita? Sudah berakhlak baik, sayang dengan keluarga, bertanggung jawab, dan juga di dukung oleh wajah yang tampan.
Dia bernama Devano Alfary seorang pemuda yang yang bekerja di perusahaan "Arkana Group" yang cukup punya nama di ibu kota. Orang yang jujur dan sangat bertanggung jawab pada pekerjaannya menjadikannya incaran para wanita di kantornya.
Manakah wanita yang akan menjadi tambatan hatinya? Temukan jawabannya .... Selamat membaca.
Salam hangat dari Author.
Vincar 💫
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vincar:), isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rumah Sakit
Devano pun mengambil keputusan mengikuti saran dari dokter demi kesembuhan ibunya. "Kevin ... lakukan saja apa yang di sarankan dokter. Kamu tanda tangani surat persetujuannya sekarang, biar ibu segera di tangani," kata Devano.
"Sekarang abang transfer biaya rumah sakit ibu ke rekening kamu. Kartu ATM mu sudah kau bawa kan?" tanya Devano.
"Sudah bang," jawab Kevin yang sesekali mengusap air matanya yang terus mengalir.
"Baik, kamu segera tanda tangan yah," kata Devano. "Tenang saja, abang akan secepatnya pulang melihat kondisi ibu."
Devano langsung menutup sambungan telepon dengan adiknya Kevin. Tanpa pikir panjang, dia langsung mentransfer dana ke rekening Kevin yang pasti di butuhkan untuk penanganan rumah sakit ibunya.
Syukur saja, Devano memiliki tabungan dalam rekeningnya. Gajinya setiap bulan sebagian besar masih tersimpan di rekeningnya. Kondisi ibunya benar-benar membuatnya khawatir, ingin rasanya ia berada di samping ibunya.
Akhirnya Devano memutuskan untuk pulang ke Surabaya pada hari itu juga. Dia mencari jadwal penerbangan menuju ke Surabaya melalui aplikasi online. Setelah mencari-cari, akhirnya Devano menemukan jadwal penerbangan tujuan ke Surabaya pukul 19:00 WITA.
Devano langsung memesan tiketnya dan mengambil cuti beberapa hari untuk mendampingi ibunya yang mungkin sedang berjuang untuk bertahan hidup. Dia tidak ingin kehilangan orang tuanya kedua kalinya.
Devano harus pulang untuk mendampingi kedua adiknya juga dan bersama-sama menghadapi ujian yang sedang menimpa keluarganya. Dia merasakan bagaimana kesedihan dan ketidakberdayaan kedua adiknya saat ini.
Entah kenapa tiba-tiba terlintas pikiran negatif dalam benaknya, di mana bisa terjadi sesuatu yang tidak di harapkan pada ibunya. "Tidak ... ibu akan kembali sehat, aku sangat yakin itu!" batin Devano yang sempat berpikir ibunya akan pergi meninggalkannya.
"Ibu harus sehat yah! Masih banyak yang ingin Devan lakukan untuk membahagiakan ibu," lanjutnya dengan penuh harap dan tanpa sadar air mata jatuh bebas membasahi pipinya.
Demi ibunya, Devano akan melakukan apapun. Pengorbanannya tidaklah seberapa di bandingkan pengorbanan ibunya yang banting tulang menghidupi kebutuhannya dan kedua adiknya. Ibunya berjuang seorang diri membesarkan Devano dan adiknya, melupakan kebahagiaannya demi kebahagiaan anak-anaknya.
Sungguh rasanya akan menjadi anak durhaka kalau saat ini ibunya terbaling lemah, Devano tidak berada di dekatnya. Lalu Devano membereskan semua pekerjaannya dan tidak lupa menghubungi relasinya untuk membatalkan pertemuan yang sudah di rencanakan esok hari.
Dia langsung meraih ponselnya dan menghubungi pak Niko soal keberangkatannya jam tujuh malam. Pak Niko pun menyetujui pengajuan cuti Devano karena memang alasan urgent. Pak Niko yakin bahwa Devano bisa mengkondisikan pekerjaannya dengan masalah pribadi keluarganya.
****
Pukul setengah tujuh, Devano sudah berada di bandara. Pikirannya berkecamuk memikirkan bagaimana kondisi ibunya sekarang. Tiba-tiba ponselnya berbunyi, lalu dengan cekatan Devano langsung menerima panggilan dari adiknya Diva.
"Bang ... ibu sudah di ruang ICU, sudah terpasang alat bantu nafas. Dokter tadi mengatakan bahwa ibu sempat henti nafas jadi di pasang ventilator," jelas Diva di sertai isak tangis. Entah seberapa banyak air mata yang keluar, membuat mata Diva sedikit bengkak akibat menangis.
"Diva ... tetap jagain ibu yah. Abang lagi di bandara nunggu keberangkatan pesawat menuju Surabaya. Kamu yang kuat dan jangan lupa berdoa, supaya ibu kembali sehat," kata Devano menguatkan adiknya Diva, walaupun dirinya sendiri pun sama dengan yang di rasakan adiknya.
Setelah obrolan berakhir, tubuh Devano terasa lemas. Dia terduduk di kursi tunggu bandara yang saat itu tidak terlalu ramai. Devano sengaja memilih tempat yang tidak lewati pengunjung lainnya. Tidak terasa ada genangan air menggenang di matanya, namun Devano langsung menghapusnya. Dia harus kuat dan tidak mau terlihat cengeng,
Devano hanya perlu sabar dan ikhlas melewati ujian untuk keluarganya. "Ibu akan baik-baik saja, ibu akan segera pulih dan sehat kembali," batin Devano yang berusaha berpikiran positif.
Satu hal yang bisa dia lakukan adalah berdoa pada yang Maha Kuasa. Devano berdoa meminta kesembuhan ibunya, dan dia yakin Allah maha pengabul doa.
Tak lama kemudian, pesawat tujuan Surabaya pun akhirnya datang. Devano langsung bersiap-siap untuk berangkat menuju Surabaya.
****
Penerbangan Devano menuju Surabaya berjalan lancar. Kemudian Devano melanjutkan perjalanan menuju rumah sakit tempat di mana ibunya di rawat. Jam satu dini hari, Devano baru sampai di rumah sakit.
Tampak Devano berjalan memasuki lobi dengan perasaan tak menentu, jantung berdebar lebih kencang. Di lihat sekitar banyak orang yang di rawat, ada juga tangisan yang Devano dengar salah satu ruangan menandakan orang-orang dalam ruangan tersebut sedang berduka. Hal tersebut membuat Devano menjadi khawatir dengan kondisi ibunya saat ini.
Dia berjalan dengan tergesa-gesa menuju ruang ICU yang berada di lantai empat. Devano menghampiri salah seorang petugas security, dan menjelaskan maksud kedatangannya untuk menjenguk ibunya di ruang ICU. Petugas tersebut pun mengizinkan Devano memasuki area ICU di lantai empat.
Setelah keluar dari lift di lantai empat, Devano berjalan cepat mengikuti petunjuk arah menuju ruang ICU. Devano melewati ruang operasi, recovery room, ruang bersalin, dan beberapa ruangan lainnya. Saat Devano melewati ruang bersalin, dia mendengar kembali suara tangisan, ya ... sepertinya ada pasien yang baru saja melahirkan.
Kemudian langkah Devano terhenti di depan ruangan yang bertuliskan ICU di atas pintu masuknya. Dengan pelan Devan mendorong pintu masuk, ternyata Devano memasuki ruang tunggu pengunjung ICU.
Pandangan Devano seketika tertuju pada wanita berambut panjang yang sedang duduk sambil membaca buku yang terlihat dari arah samping. Wajahnya tidak terlihat jelas karena tertutup oleh rambutnya. Tampak Devano celingak-celinguk melihat dalam ruangan, namun tidak ada pengunjung lain di ruang tunggu tersebut.
"Kemana Diva dan Kevin?" Kenapa tidak terlihat?" batin Devano sambil berjalan mendekati perempuan itu, bermaksud menanyakan sesuatu.
"Permisi, Mbak."
"Iya, Mas. Ada yang bisa di bantu?" tanya wanita itu sambil menoleh ke arah sumber suara.
"Eh ... mas Devan!" kaget wanita itu.
"Naura .... "
Ternyata wanita yang ada di depannya adalah Naura. Wanita yang beberapa hari kemarin selalu terlintas dalam pikirannya dan bayangannya selalu ia usir dari benaknya. Sekarang wanita itu ada di hadapannya.
Naura pun tersentak kaget melihat sosok seseorang yang lebih dari dua bulan ini tidak bertemu dengannya. Mereka saling bertatap, seakan ini merupakan pertemuan pertama di antara mereka.
"Mas Devan, sudah sampai?" Sebuah pertanyaan yang tidak perlu di jawab, karena memang sudah jelas Devano sudah sampai di depannya. Tampak dari matanya, Devano menempuh perjalanan yang cukup melelahkan.
"Naura ... apa kamu sendirian di sini? Mana Diva dan Kevin? Sepertinya aku tidak melihat kedua adikku," kata Devano.
"Saya nggak sendirian kok, Mas. Saya di sini sama Diva, dan tadi saya suruh Diva untuk istirahat di dalam, di ruang istirahat penunggu pasien. Kasihan Diva belum istirahat, sejak siang tadi dia terus menangis. Oh yah ... silahkan duduk dulu, Mas."
Devano pun duduk di samping Naura. Dan melepaskan ranselnya dan menyimpannya di kursi yang kosong di depannya.
"Kevin mana, Naura?"
"Kevin sudah saya suruh istirahat di rumah. Tadi dia di antar oleh ayah, katanya besok ada ujian praktek. Tadi dia berisi keras untuk tidak pulang, tapi saya paksa suruh pulang, akhirnya mau."
"Kebetulan juga besok saya gak ke kampus karena gak ada jadwal kuliah, jadi lebih baik saya nemenin Diva di sini. Bagaimana pun juga saya menganggap ibu sudah seperti ibu saya sendiri," lanjut Naura menjelaskan dengan suara pelan.
"Terima kasih banyak ya Nau ... kamu jadi ikut repot," kata Devano mengucapkan terima kasih.
...~ Bersambung ~...
Om Ocong Vs Mbak Kunti ngasih iklan