Azzam Bernabas Dirgantara, seorang Milyader berhati dingin. Bagi Dirga, hatinya sudah lama mati. CEO dari Dirgantara Group tersebut sudah mengubur dalam cintanya bersama sang tunangan yang pergi untuk selama-lamanya.
Lalu tiba-tiba muncul wanita seperti alien yang mulai mengusik kedamaian Dirga. Apa Dirga akan bertahan menjadi perjaka tua sampai akhir hayat karena cintanya yang sudah mati? Atau jangan-jangan pria seperti kanebo kering itu malah berpindah haluan, ketika hidupnya diusik sosok gadis yang sama sekali tidak akan membuatnya jatuh cinta lagi.
Dirga berani bersumpah, ia akan membujang selama-lamanya. Percaya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sept, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Obat Insomnia
Dinikahi Milyader Bagian 26
Oleh Sept
Rate 18 +
Meski tidak sepenuhnya percaya, dengan terpaksa Reza mengijinkan Dirga menginap. Mungkin juga tidak enak, karena Dirga sudah membantu sebagain besar urusan mereka. Sedangkan mamanya sendiri dan sang adik, malah tidak menampakan batang hidung mereka.
Padahal, ia sudah menghubungi mama Dona. Tapi, sang mama hanya bertanya soal uang saja. Reza jadi marah dan kesal pada sikap ibu kandungan tersebut. Dulu, waktu sehat mama Dona sayang pada sang papa. Setelah sang papa tidak berdaya, mungkin cinta itu luntur dan lama-lama hilang. Seperti sekarang, suami meninggal, eh istrinya malah tidak muncul di pemakaman.
Hotel Anston
"Ma ... jangan pergi. Reva takut kalau wanita itu mengejar Reva!" Gadis itu memegangi sebelah tangan sang mama. Takut karena sepertinya sang mama mau pulang setelah mendengar kabar meninggalnya sang suami.
"Kamu!!!" Wajah mama Dona campur aduk. Ada kesal, emosi, sedih, marah jadi satu.
Tapi, di sisi lain dia juga lega. Seolah lepas dari beban yang selama ini mengelayut di pundak. Mama Dona dilema, separuh hatinya berkata harus pulang dan menghadiri pemakaman, separuh lagi ia harus bertahan di sisi Reva.
"Kenapa kamu nusuk Mama dari belakang?" sentak mama Dona yang sangat kecewa dengan anak yang ia bangga-bangga kan.
Reva mengengam tangan mama Dona. Dengan menangis ia meminta maaf pada mamanya tersebut.
"Jangan marah, Ma! Reva hanya ingin beliin Mama barang bagus, bisa bawa papa berobat ... Reva bisa sukses, beli ini beli itu ...Reva mau punya apapun."
Settttt ...
Mama Dona langsung menarik tangannya.
"Sejak kapan Mama suruh kamu ganggu suami orang? Dan ... ya ampun. Kamu hamil? Mama harus bagaimana? Mama gak punya muka lagi. Sekarang istri sutradara mesumm itu cari-cari kamu. Kamu sudah berakhir Reva ... Mama sudah gak bisa bantu lagi."
"Maaaa!" Reva langsung berjongkok. Ia memegangi kaki sang mama.
"Tolongin Reva, Ma... Jangan tingalin Reva!"
Mama Dona menahan napas. Wanita patuh baya itu akhirnya duduk di tepi ranjang. Kemudian mengirim pesan pada Reza. Sepertinya, ia dan Reva akan pergi ke luar pulau untuk saat ini. Mereka akan bersembunyi sampai suasana kembali tenang. Dan itu artinya mereka butuh banyak uang.
Meminta Levia tidak mungkin, yang mama Dona tahu, anak tirinya itu sama sekali tidak punya uang. Jadi, ia akan meminta pada Reza. Setahu mama Dona, Reza punya tabungan untuk membeli rumah baru. Karena mereka tidak mungkin selalu tinggal bersama. Demi Reva, mama Dona terus meneror putra pertamanya itu.
***
Pagi hari, kediaman Levia.
"Sudah bangun?" sapa Dirga.
Levia yang baru keluar kamar dengan mata sembab pun kaget. Kenapa ada mahluk tersebut di dalam rumahnya. Ini masih sangat pagi, rasanya tidak etis bertamu.
Namun, matanya kemudian memindai dari atas sampai bawah penampilan Dirga.
[Baju Mas Reza? Apa dia semalam menginap?]
"Baru bangun, Lev? Ayo sarapan. Mas pesankan makanan kesuakaanmu. Bubur ayam depan ruko seberang!" ucap Reza. Ia mencoba bersikap biasa, meski tahu adiknya itu masih berduka.
Sebenarnya Reza juga jengkel sekali, pagi tadi sang mama terus saja minta transferan uang. Padahal kemarin sudah 20 juta. Tapi Masih minta lagi. Entah buat apa.
"Duduklah, jangan lama-lama berdiri. Kamu pasti masih pusing!" seru Dirga sambil menarik kursi untuk Levia.
"Terima kasih!"
Mereka bertiga makan seperti di jamuan terakhir. Suasana hening, hanya denting jam dinding yang terdengar. Dan bunyi sendok yang beradu dengan piring.
Selesai makan, Levia masuk ke dalam kamar. Ia pamit mau istirahat. Padahal, ia kembali menangis di dalam sana.
Reza dan Dirga sama-sama bisa mendengar lagu yang menyayat hati tersebut.
"Maaf, bukannya mengusir ... anda mau pulang kapan?"
[Tenggil juga nih orang! Gak ada sopan-sopannya sama yang lebih tua. Ish ... hanya gara-gara dia kakak Levi, jadi belagu]
Dirga yang semula terenyuh karena melihat kesedihan Levia, langsung dongkol seketika.
"Hem ... ini mau pulang!"
***
Orchid Royal Apartment
Bukkkk ...
Dirga langsung melempar tubuhnya di atas ranjang. Sebenarnya ia juga sangat lelah, hingga akhirnya ia ketiduran sampai sore menjelang.
Drettt ... Drett ...
Dirga terbangun, getar ponsel di sebelahnya membuat ia bangun.
"Hallo?"
"Di mana?"
Dirga langsung menoleh kanan Kiri, pria itu kemudian menatap jam tangan miliknya.
"Lama sekali aku tidur?"
Dirga seperti orang kebingugan. Karena sekian lama, akhirnya ia bisa tidur berjam-jam. Padahal, semalam ia seperti tidur ayam. Tidur bangun lagi, begitu seterusnya. Apa mungkin karena rumah Levia banyak nyamuk?
Dan sekarang, pulang dari rumah Levia, ia malah bisa tidur dengan sangat nyenyak.
"Hallo ... Mas ... Mas Dirga!" teriak Diska di telpon.
"Nanti Mas hubungi, Mas repor!"
Tut Tut Tut
Di rumahnya sana, Diska langsung sebal. Bicara belom selesai, tapi langsung diputus.
Sedangkan Dirga, ia buru-buru menghubungi dokter Robert. Ia konsultasi lewat telpon, menceritakan apa yang sudah terjadi.
"Bagus, perkembangan sangat pesat. Bisa jadi ini karena rasa nyaman saat seharian bersama. Melewati banyak moment bersama," terang dokter Robert.
"Benarkah?" tanya Dirga tidak yakin. Namun, matanya berbinar-binar. Sepertinya ia semakin yakin untuk membuat Levia segera berada di sisinya.
"Untuk sekedar therapy, coba untuk tidak bertemu. Kita lihat bedanya."
"Maksud Dokter?" Dirga sebenarnya protes.
"Untuk melihat bedanya, siapa tahu itu bukan karena wanita yang tadi."
Dirga nampak berpikir sejenak. Kemudian akan mencoba saran sang dokter.
Malam hari, Dirga memutar-mutar ponsel Levia di atas meja. Levia sama sekali tidak ingin mengirim pesan padanya. Karena ingat saran dokter, dan untuk uji coba, ia berusaha keras untuk tidak ke rumah Levia. Alhasil, ia terjaga sampai jam 4 subuh esok harinya.
Baru hari pertama, effectnya mengena sampai tulang. Jam 8 pagi, Dirga langsung ke tempat praktek dokter Robert.
"Sepertinya memang karena gadis itu!" komentar dokter Robert saat melihat kantung mata Dirga.
"Lalu saya harus apa, Dok?"
"Sepertinya, gadis itu benar-benar obatmu. Ya sudah ..."
"Ya sudah bagaimana?"
"Nikahi saja, dia tidak punya kekasih kan?"
"Dia tidak punya kekasih, tapi selalu menolakku, Dok?"
"Hah? Memangnya kenapa? Apa yang kurang? Kalau aku seorang gadis, aku pasti tidak menolak!"
Dirga tersenyum kecut, gadis karbolnya itu antik. Ia sendiri tidak tahu, tipe Levia seperti apa.
***
Tiga hari kemudian
Levia terhenyak kaget, begitu membuka pagar rumah, ada manusia seperti zombie berjalan ke arahnya.
[ASTAGA, ada apa dengannya?]
"Eh ....!"
Dirga langsung saja main peluk. Levi kan jadi terkejut.
"Lev ... janjimu aku tagih. Tidurlah bersamaku!" ucap Dirga lirih.
[PRIA GILA!]
BERSAMBUNG
Biji terong kurang tidur, nggak bisa tidur tepatnya. Hehehe... Golek konco turu diaaa. Hihihih.