Diceraikan di malam pertamanya sebagai pengantin, membuat Embun terdiam dengan seribu bahasa.
Perceraian itu membuat ibunya kembali menjodohkan Embun dengan seorang tuan muda kaya raya. Mengetahui gadis itu pernah menikah dan bercerai, "Apa yang akan kau tawarkan agar aku mau menikahi mu?" seru tuan muda dingin itu padanya.
Waktu pun berlalu, tiga tahun kemudian setelah perceraian dengan Agra, mereka bertemu untuk pertama kalinya, "Milka, lihatlah betapa menyedihkannya dia. Selama tiga tahun ini apakah dia tidak bisa hidup dengan benar?" ejek Agra pada Embun, mantan istrinya.
Dia baru saja melempar bara api kehadapan istri seorang tuan muda Rendra.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon La_Sha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menyalahkan
Sebagai sesama insan yang pernah merasa kehilangan ayah yang disayangi, Embun benar-benar ikut larut di dalam kesedihan kakak beradik itu. Dia mendekati mencoba merengkuh tubuh Thalia, namun sebelum tangannya terulur sempurna Thalia dengan segera berdiri dan melayangkan tangannya di wajah Embun.
Plak!
"Menjauh dariku, jangan berusaha untuk mendapatkan simpati ku. Semenjak kehadiranmu dirumah ini, mama terlihat lebih menyayangimu daripada aku yang anak kandungnya sendiri." tangis Thalia semakin pecah karenanya, dia terus menyalahkan gadis yang bahkan tak tahu apa-apa.
"Tuan, jenazah tuan dan nyonya harus segera di kebumikan."
"Jangan sentuh mereka dengan tangan kotor kalian!" tandas Rendra tak suka, dia masih tak yakin dengan semua yang terjadi.
Mengapa begitu cepat mama dan papa pergi meninggalkannya? Bahkan tiga hari yang lalu tepatnya saat di acara pernikahan, wajah keduanya terlihat sangat bahagia. Ada yang salah, jelas ada yang salah.
Rendra tetap bersikukuh ingin meng-otopsi jenazah keduanya, namun karena desakan dan paksaan keluarga, kerabat yang ada di sekitarnya serta Thalia yang masih larut di dalam tangisannya membuat Rendra mengurungkan keinginannya.
"Tuan?" seru Alister dengan lirih sembari memegang pundaknya.
Dengan berat hati Rendra beranjak dari sisi mama dan papanya, membawa Thalia yang ia rengkuh menuju sofa ruang tengah.
"Pak Li, ambilkan air minum,"
"Baik tuan," kepala pelayan itu segera melangkah ke dapur untuk mengambil segelas air, lalu kembali lagi ke tempat tuan mudanya tadi, "Ini tuan, silahkan."
"Terimakasih pak Li, beritahukan kepada Alister untuk menyiapkan segala keperluan pemakaman mama dan papa," ucapnya seraya memberikan segelas air itu kepada Thalia, "Minumlah dan tenangkan dirimu."
"Segera saya sampaikan tuan, sekali lagi saya turut berduka cita... saya juga sangat terkejut saat mengetahuinya. Semua menjadi panik -"
Rendra mengangkat tangannya meminta pak Li untuk diam, "Pergilah."
"Bak tuan, saya permisi dulu."
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Malam larut hampir menenggelamkan jiwa-jiwa manusia di rumah utama ini, namun Rendra yang masih terjaga dari tidurnya terlihat sedang duduk di kursi ruang kerjanya.
Bahkan saat jam makan malam tadi sampai selesai makan malam, dia tak menunjukkan batang hidungnya. Hanya ada Embun saja di meja makan.
Ingin menyantap makanan yang sudah tersaji pun rasanya tidak akan nikmat, "Pelayan, simpan saja makanan ini... dan siapkan dua piring makanan terpisah, satu antarkan ke kamar nona Thalia. Dan yang satu lagi saya yang akan memberikannya kepada tuan muda."
Mereka pun menyegerakan apa yang diperintahkan nona muda Embun, satu pelayan bergegas mengantarkan satu piring makan malam dan segelas air minum ke kamar Thalia.
Sementara itu tepat di depan pintu ruang kerja, Embun mencoba untuk membuka pintu dengan hati-hati mengingat dirinya sedang membawa nampan berisi.
"Tuan?"
Yang dipanggil tak menggubrisnya, pria itu sedang menyandarkan kepalanya disandaran kursi sambil memijit keningnya.
Embun memberanikan diri untuk masuk kedalam dan meletakan nampan berisi itu di atas meja, "Tuan, lebih baik jika tuan makan terlebih dahulu... tubuh anda juga memerlukan stamina yang didapat dari makanan."
Gadis itu menundukan pandangannya dengan jemari yang saling meremas, dia merasa sudah banyak bicara dan membuat tuan muda melirik tajam padanya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Diwaktu yang sama namun berbeda tempat, jenazah mama dan papa sudah di pindahkan ke dalam peti, sebuah foto terpajang diantara deretan bunga berkabung.
Ruangan gelap menyelimuti, dingin, dan tak biasa. Pintu ruangan terbuka dan seorang pria memakai jubah hitam dengan masker yang sama warnanya, masuk kedalam ruangan itu.
Dia seperti sedang menggenggam sesuatu, dengan hati-hati dan tanpa menimbulkan kecurigaan dia memulai aksinya.
wlpn sultan klu aku mah ogah punya suami spt Rendra nih.percuma aja baik" lembut" tapi kepala batu selip dikit salah pasti kena hukuman