NovelToon NovelToon
SHE LOVE ME, I HUNT HER

SHE LOVE ME, I HUNT HER

Status: sedang berlangsung
Genre:Time Travel / Mengubah Takdir / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Dokter / Transmigrasi / Idola sekolah
Popularitas:24.5k
Nilai: 5
Nama Author: Noveria

Agatha Aries Sandy dikejutkan oleh sebuah buku harian milik Larast, penggemar rahasianya yang tragis meninggal di depannya hingga membawanya kembali ke masa lalu sebagai Kapten Klub Judo di masa SMA.

Dengan kenangan yang kembali, Agatha harus menghadapi kembali kesalahan masa lalunya dan mencari kesempatan kedua untuk mengubah takdir yang telah ditentukan.

Akankah dia mampu mengubah jalan hidupnya dan orang-orang di sekitarnya?


cover by perinfoannn

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noveria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Langkah Kedua

Setelah mendapatkan informasi plat mobil penculik Larast, Ayah Agatha, sebagai Ketua tim Cyber Crime, langsung bergerak cepat. Dengan mobil patroli yang menjadi andalannya, ia memacu kendaraan melintasi jalanan Jakarta yang mulai dipadati kendaraan.

Tim berupaya melacak jejak mobil kijang kapsul melalui rekaman CCTV di beberapa persimpangan dan jalan utama. Lokasi penculikan mengarah ke sebuah klub malam di Jakarta Pusat.

***

Sementara itu, di dalam klub yang remang-remang, seorang pengawal yang menculik kakak Larast menyadari bahwa polisi akan segera bergerak. Dengan tergesa-gesa, ia melapor kepada bosnya.

“Bos, kita harus segera pergi dari klub ini!” seru sang pengawal, dengan napas tersengal-sengal, memasuki ruangan bosnya.

Di dalam, sang bos tengah asyik menghitung tumpukan uang hasil rentenir dan pengelolaan klub malamnya. Mesin hitung uang manual berderak-derak, menghitung lembaran rupiah yang lusuh.

“Apa maksudmu?” tanya bos itu, mengerutkan kening. Ia berjalan mendekat, lalu keluar ruangan. Matanya langsung tertuju pada kakak Larast yang tergeletak tak sadarkan diri di sudut ruangan. “Kamu sudah dapat kakak laki-laki gadis itu?”

Tanpa menunggu jawaban, bos itu meraih segelas air putih dan menyiramkan nya ke wajah Dirga, kakak Larast, yang berhutang padanya 98 juta dan berusaha kabur.

Byur!

Dirga membuka matanya perlahan. Bos itu kembali menyiramkan segelas air ke wajah Dirga.

“Bangun, bodoh!” bentaknya, lalu menendang dada Dirga dengan kasar.

Dirga terbatuk, perlahan membuka mata, dan mengusap wajahnya yang basah. Ketika melihat sosok di depannya, nafasnya tercekat. Ia berusaha mundur, namun seorang pengawal lain menyeretnya kembali ke hadapan rentenir yang telah menjeratnya dalam lilitan bunga tinggi.

“Sialan! Mana uangku?!” bentak bos rentenir itu, menendang kaki Dirga.

Dirga, yang masih berlutut, segera menangkupkan kedua tangannya. “Maaf, Bos... beri aku sedikit waktu…” ucapnya gemetar.

“Waktu?!” Mata bos rentenir itu melotot. “Waktu untukmu kabur lagi, hah?!” gertaknya.

“Aku... aku lagi tidak ada uang, Bos,” lirih Dirga.

“Omong kosong!” Bos rentenir itu menendang kaki Dirga, kali ini lebih kuat hingga meninggalkan memar biru di kulit.

Bos rentenir itu lalu menyeret lengan kaos Dirga, hingga tiba di ruangan tempat Larast dikurung.

Brak!

Pintu dibuka dengan kasar, memperlihatkan Larast tergeletak di lantai dengan kondisi lemah, matanya tertutup dan tidak bergerak. Bau pengap dan asap rokok menusuk hidung.

“La-larast…” Dirga terkejut melihat adiknya berada di ruangan remang, tampak tak sadarkan diri.

“Lihat adikmu! Gara-gara kau kabur, aku harus menjadikannya tawanan!” Bos rentenir menarik rambut Dirga kuat-kuat.

“Aku lagi nggak ada uang, Bos… aku juga baru keluar dari penjara,” ucap Dirga gemetar.

“Lalu? Kau rela jika adikmu aku jual ke orang lain untuk melunasi hutangmu!” ucap Bos rentenir, melepaskan cengkeramannya dan beralih mendekat ke Larast. Ia menendang kaki Larast dengan pelan, khawatir gadis itu bukan pingsan, melainkan sudah tak bernyawa. “Bangun! Kakakmu sudah datang.”

Namun, tubuh Larast tidak bergerak sama sekali. “Cek kondisinya!” perintah sang bos.

Pengawal mendekat dan mengecek denyut nadi di pergelangan tangan kanan Larast. “Masih ada, Bos. Sepertinya dia pingsan.”

“Sialan!” gerutu sang bos. “Kau tega menjual adikmu, katakan! Jika iya, aku anggap hutangmu lunas.” Bos rentenir memberikan tawaran sekaligus pilihan yang tak bisa ditolak.

Dirga menatap adiknya sesaat, lalu membuang muka. “Jika memang hutangku lunas, bawa saja adikku,” ucap Dirga.

Sang bos terkekeh. “Kau yakin?”

Dirga mengangguk keras.

Wiu! Wiu! Wiu!

Suara sirine mobil patroli terdengar semakin dekat.

Seorang pengawal yang berjaga di luar berlari masuk dengan napas terputus-putus.

“Bos, ada polisi!” ucap pengawal.

“Apa?!” Sang bos tampak terkejut. Ia melotot ke arah pengawal satunya yang membawa Dirga ke tempat ini. “Kau membawanya dan polisi tahu!” gertaknya.

“I-iya Bos, kan tadi aku sudah katakan untuk kita segera kabur,” jawab pengawal.

“Dasar bodoh!” sang bos menjitak kepala pengawalnya yang sembrono. “Bawa gadis itu lewat pintu belakang menuju pelabuhan!” Bos rentenir tampak kelabakan. Ia segera berlari ke ruangannya untuk mengamankan semua aset dan harta berharganya. Telepon genggamnya yang besar dan berat berdering, namun ia abaikan.

Sementara Dirga diseret dan dikurung ke ruangan tempat Larast sebelumnya berada.

“Lepaskan aku!” teriak Dirga, namun percuma.

Pengawal menggendong tubuh Larast dengan langkah cepat menuju pintu belakang. Sang bos mengikutinya dari belakang. Ketiganya lalu masuk ke dalam mobil Kijang kapsul yang sudah menunggu dan bergerak cepat menuju Pelabuhan Merak.

Tap! Tap! Tap!

Suara langkah berat polisi mulai memasuki klub. “Jangan bergerak!” Polisi menodongkan pistol, membuat para pekerja dan tamu di klub panik dan berteriak histeris. Asbak-asbak penuh puntung rokok bertebaran di meja-meja.

“Di mana bos kalian?” tanya Ayah Agatha pada seorang pelayan klub.

“Di-di belakang, Pak…” jawab pelayan dengan nada gemetar.

Polisi segera menyisir lokasi. Beberapa anggota tim mulai melakukan penggeledahan dan menahan anak-anak di bawah umur yang belum memiliki kartu tanda pengenal untuk digiring ke kantor polisi. Suasana klub malam itu mencekam.

“Tolong, tolong! Keluarkan aku!”

Seseorang berteriak dari sebuah ruangan yang terkunci. Dengan cepat seorang polisi mendobrak pintu dan menemukan Dirga, kakaknya Larast.

Ayah Agatha mendekat. “Di mana adikmu berada, katakan!” gertaknya.

Dirga pura-pura linglung dan bodoh.

“Jika kamu tidak katakan, akan aku penjarakan kamu!” tegas Ayah Agatha.

“Di… di… mereka me…membawa Larast ke pelabuhan,” jawab Dirga terputus-putus.

“Apa? Dan kau biarkan adikmu dibawa mereka!” Haris, Ayah Agatha, naik pitam mendengar jawaban Dirga.

Sementara Dirga hanya menunduk, lalu berusaha kabur. Seorang polisi yang berjaga di depan pintu segera menahannya dan membawanya ke mobil patroli.

“Kerahkan semuanya ke Pelabuhan Merak!” perintah Haris kepada anggotanya. Ia meraih radio panggil dan memberikan instruksi yang sama.

“Siap, Komandan!”

Polisi kembali berhamburan keluar klub, kemudian masuk ke dalam mobil patroli, dan menuju ke Pelabuhan Merak.

Tepat pukul 21.00 WIB, Larast belum ditemukan.

Sementara, Agatha dan Reza yang baru tiba di lokasi klub dengan motor bebek butut mereka, melihat beberapa mobil patroli melaju ke sisi lain. Mereka segera mengikuti.

“Apa Larast sudah ketemu, ya?” gumam Agatha.

“Sepertinya belum, Bro,” sahut Reza dari boncengan. “Kita ikutin aja, Bro!”

Agatha menoleh dengan wajah kesal. “Sudah tahu! Mending kamu diem! Aku kalau lihat muka kamu rasanya pengen aku tonjok!” gerutu Agatha.

Reza menelan ludah, lalu menutup mulut rapat-rapat dan tidak berbicara.

Di jalanan menuju Merak, Ayah Agatha memacu mobil patroli secepat mungkin. Lampu rotator berputar-putar di atap mobil, membelah kegelapan malam. Ia terus menghubungi timnya melalui radio panggil, meminta informasi terbaru tentang Kijang Kapsul yang membawa Larast.

“Laporkan perkembangan!” perintah Ayah Agatha melalui radio. Suara statis mendominasi percakapan.

“Komandan, kami kehilangan jejak Kijang kapsul di sekitar Cikupa. CCTV di area tersebut sedang diperiksa,” lapor seorang anggota tim.

“Cikupa... sial!” Ayah Agatha mengumpat.

Sementara itu, di Pelabuhan Merak, Bos Rentenir dan pengawalnya berusaha menyusup di antara kerumunan penumpang yang hendak menyeberang. Larast, yang masih pingsan, didorong menggunakan kursi roda oleh sang pengawal. Mereka harus segera naik ke kapal feri sebelum polisi tiba. Bau laut dan asap knalpot bercampur menjadi satu.

“Cepat! Kita tidak punya banyak waktu!” desis Bos Rentenir, matanya awas mengamati sekeliling. Ia menyeka keringat yang membasahi pelipisnya.

Bersambung.

Duh, kira-kira Larast mau di bawa kemana nih? Semoga Agatha segera menemukan Larast sebelum kapal itu bergerak dari pelabuhan.

1
Dewi Ink
aku yakin pasti ketemu. polisi gitu loh😎
Dewi Ink
jahat bgt kamu jadi orang
Dewi Ink
emang dasar bocah 😂 jewer aja bu
Oksy_K
aku kira larast ini tipe yg kalem, wow di luar ekspektasi. bagus bgt thor😂🤭
Oksy_K
jgn terlena dulu agatha, pembalasanmu belum berakhir
Oksy_K
hajar terus jgn kasih kesempatan😂
Oksy_K
wkwk hajar sampe babak belur, dan putus hubungan juga. jgn mau punya temen yg nusuk dari belakang kek reza
Nuri_cha
hmm... gombal. bentar lagi larast bakal jd adik kamu. jd terbangnya jgn tinggi2 ya ries
Nuri_cha
hahaha... bisa jadi, ries
Nuri_cha
agtha nih, tangannya gak mau diem bgt ya
Nuri_cha
harus dipanggil bapaknya dulu, Agatha baru mau nurut
𝙋𝙚𝙣𝙖𝙥𝙞𝙖𝙣𝙤𝙝📝
ngak benjol kan kepalamu agatha? 🥴🤣
Xlyzy
ah bos uang mu boleh banyak sekarang tapi liat aja nanti pas kau mati ga ada gunanya tu uang
sunflow
semangat ries..
sunflow
waduh .... jalan buntu. pinjem pintu doraemon ris
rokhatii
kasian ternyata reza😭
rokhatii
ayo baikan😄😄
Dasyah🤍
wkwk Dia punya kekuatan super makanya lari dia laju 🤣
Dasyah🤍
wkwkwk jangan gitu dong saking Pengen nya kamu mengulang kembali Waktu sampai kejedot kan ( nada bercanda)😭🤣
TokoFebri
sepertinya tidak pak Haris.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!