NovelToon NovelToon
Jodoh Tak Akan Kemana

Jodoh Tak Akan Kemana

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:466
Nilai: 5
Nama Author: EPI

Asillah, seorang wanita karir yang sukses dan mandiri, selalu percaya bahwa jodoh akan datang di waktu yang tepat. Ia tidak terlalu memusingkan urusan percintaan, fokus pada karirnya sebagai arsitek di sebuah perusahaan ternama di Jakarta. Namun, di usianya yang hampir menginjak kepala tiga, pertanyaan tentang "kapan menikah?" mulai menghantuinya. Di sisi lain, Alfin, seorang dokter muda yang tampan dan idealis, juga memiliki pandangan yang sama tentang jodoh. Ia lebih memilih untuk fokus pada pekerjaannya di sebuah rumah sakit di Jakarta, membantu orang-orang yang membutuhkan. Meski banyak wanita yang berusaha mendekatinya, Alfin belum menemukan seseorang yang benar-benar cocok di hatinya. Takdir mempertemukan Asillah dan Alfin dalam sebuah proyek pembangunan rumah sakit baru di Jakarta. Keduanya memiliki visi yang berbeda tentang desain rumah sakit, yang seringkali menimbulkan perdebatan sengit. Namun, di balik perbedaan itu, tumbuhlah benih-benih cinta yang tak terduga. Mampukah Asillah dan Alfin mengatasi perbedaan mereka dan menemukan cinta sejati? Ataukah jodoh memang tidak akan lari ke mana, namun butuh perjuangan untuk meraihnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon EPI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Keputusan berat,perpisahan sementara,dan harapan yg tak tersis

Asillah meninggalkan Alfin di tepi jurang, hatinya berkecamuk antara amarah, kecewa, dan cinta yang masih tersisa. Ia berjalan tanpa tujuan, pikirannya dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan, apakah ia harus memaafkan Alfin dan memberikan kesempatan kedua, ataukah ia harus mengakhiri semuanya dan memulai hidup baru tanpa Alfin.

Ia kembali ke villa, mengemasi barang-barangnya dan Aisyah. Ia memutuskan untuk pergi dari tempat ini, menjauh dari Alfin dan semua kenangan yang menyakitkan. Ia ingin menenangkan diri dan memikirkan semuanya dengan jernih.

Saat ia sedang mengemasi barang, Alfin datang menghampirinya. Tatapannya penuh dengan penyesalan dan kekhawatiran.

"Kamu mau ke mana, Asillah?" tanya Alfin, dengan suara lirih.

"Aku ingin pergi dari sini. Aku butuh waktu untuk sendiri," jawab Asillah, tanpa menatap Alfin.

"Jangan pergi, Asillah. Kumohon, jangan tinggalkan aku," pinta Alfin, mendekati Asillah dan mencoba meraih tangannya.

Asillah menghindar dari sentuhan Alfin. "Aku tidak bisa bersamamu sekarang, Alfin. Aku butuh waktu untuk memikirkan semuanya," kata Asillah, dengan nada yang tegas.

"Aku akan memberikanmu waktu sebanyak yang kamu butuhkan. Tapi, jangan pergi dariku. Aku tidak bisa hidup tanpamu," balas Alfin, dengan air mata yang mulai membasahi pipinya.

"Aku juga tidak tahu apakah aku bisa hidup tanpamu, Alfin. Tapi, aku tidak bisa terus hidup dalam kebohongan. Aku butuh kejujuran, aku butuh kepercayaan," kata Asillah, dengan nada yang semakin lirih.

"Aku janji, aku akan jujur padamu mulai sekarang. Aku akan melakukan apapun untuk mendapatkan kembali kepercayaanmu," ucap Alfin, dengan nada memohon.

Asillah terdiam sejenak. Ia menatap Alfin dengan tatapan yang penuh keraguan. Ia ingin mempercayai Alfin, tapi ia takut akan kembali dikecewakan.

"Aku tidak tahu, Alfin. Aku tidak bisa memberikanmu jawaban sekarang. Aku butuh waktu," kata Asillah, menghela napas panjang.

"Baiklah, aku akan memberikanmu waktu. Tapi, berjanjilah padaku bahwa kamu akan kembali. Berjanjilah padaku bahwa kamu tidak akan meninggalkanku selamanya," pinta Alfin, dengan tatapan yang penuh harapan.

Asillah menatap Alfin dengan tatapan yang penuh cinta dan kesedihan. "Aku tidak bisa berjanji apa-apa, Alfin. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan," jawab Asillah, dengan nada yang lirih.

"Kumohon, Asillah. Jangan katakan itu. Aku tidak bisa kehilanganmu," kata Alfin, memeluk Asillah erat.

Asillah membalas pelukan Alfin, air matanya mengalir deras. Ia merasa sangat sedih dan bingung. Ia mencintai Alfin, tapi ia juga tidak bisa mengabaikan rasa sakit dan kekecewaan yang ia rasakan.

"Aku mencintaimu, Alfin. Tapi, aku tidak tahu apakah cinta ini cukup untuk mengatasi semua masalah kita," ucap Asillah, di antara isak tangisnya.

"Cinta kita akan cukup, Asillah. Kita akan mengatasi semuanya bersama-sama. Percayalah padaku," balas Alfin, mencium rambut Asillah dengan lembut.

Setelah berpelukan cukup lama, Asillah melepaskan pelukannya dan menatap Alfin dengan tatapan yang tegas.

"Aku akan pergi sekarang, Alfin. Aku akan pergi ke rumah ibuku. Aku akan menenangkan diri dan memikirkan semuanya dengan jernih. Jangan menghubungiku untuk sementara waktu. Biarkan aku sendiri," kata Asillah, dengan nada yang penuh ketegasan.

"Baiklah, aku akan menuruti permintaanmu. Tapi, berjanjilah padaku bahwa kamu akan baik-baik saja. Berjanjilah padaku bahwa kamu akan memikirkanku," pinta Alfin, dengan tatapan yang penuh kekhawatiran.

"Aku janji, aku akan baik-baik saja. Aku akan selalu memikirkanmu. Tapi, jangan khawatirkan aku. Aku akan kembali secepatnya," jawab Asillah, tersenyum tipis.

Asillah kemudian mengambil Aisyah dan barang-barangnya, dan pergi meninggalkan Alfin di villa. Alfin hanya bisa menatap Asillah dengan tatapan yang penuh kesedihan dan harapan. Ia berharap Asillah akan kembali padanya dan memberikan kesempatan kedua untuk cinta mereka.

Asillah pergi ke rumah ibunya, tempat ia merasa aman dan nyaman. Ia menceritakan semua yang telah terjadi pada ibunya. Ibunya mendengarkan dengan sabar dan memberikan dukungan moral padanya.

"Ibu mengerti apa yang kamu rasakan, sayang. Ini adalah situasi yang sulit. Tapi, Ibu percaya kamu akan membuat keputusan yang terbaik untuk dirimu dan Aisyah," kata ibunya, memeluk Asillah dengan erat.

"Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, Ibu. Aku mencintai Alfin, tapi aku juga merasa sangat marah dan kecewa padanya. Aku tidak tahu apakah aku bisa memaafkannya," ucap Asillah, dengan air mata yang kembali membasahi pipinya.

"Waktu akan menjawab semuanya, sayang. Berikan dirimu waktu untuk berpikir dan merenung. Dengarkan kata hatimu. Apa yang menurutmu benar, itulah yang harus kamu lakukan," kata ibunya, menasihati dengan bijak.

Asillah mengikuti nasihat ibunya. Ia menghabiskan waktu

Di tengah badai yang menerpa rumah tangganya, Asillah tidak pernah melupakan Aisyah. Putrinya adalah sumber kekuatannya, alasan ia bertahan, dan pengingat akan cinta yang pernah ada. Ia tahu, apapun keputusannya nanti, ia harus memikirkan yang terbaik untuk Aisyah.

Sesampainya di rumah ibunya, Aisyah tampak bingung dengan suasana yang berbeda. Ia mencari-cari sosok Alfin, memanggil-manggil "Papa" dengan suara lucunya. Hati Asillah mencelos mendengar panggilan itu. Ia berusaha menahan air matanya dan memeluk Aisyah erat.

"Papa lagi kerja sayang... nanti Papa datang ya," ucap Asillah, berbohong demi menenangkan Aisyah.

Aisyah tampak mengerti dan memeluk Asillah balik. Namun, Asillah tahu, Aisyah merasakan ada sesuatu yang berbeda. Anak kecil memang memiliki insting yang kuat.

Hari-hari berlalu, Asillah berusaha untuk tegar di depan Aisyah. Ia bermain, bernyanyi, dan membacakan cerita untuk putrinya. Ia ingin Aisyah tetap merasa bahagia dan aman, meskipun hatinya sendiri sedang hancur berkeping-keping.

Namun, ada kalanya Asillah tidak bisa menahan kesedihannya. Ia menangis diam-diam di malam hari, saat Aisyah sudah tertidur lelap. Ia merasa bersalah karena telah membawa Aisyah ke dalam masalahnya dengan Alfin.

Suatu malam, saat Asillah sedang menangis di kamarnya, Aisyah terbangun. Ia menghampiri Asillah dan memeluknya erat.

"Mama... kenapa nangis?" tanya Aisyah, dengan suara polosnya.

Asillah terkejut dan segera menghapus air matanya. Ia tidak ingin Aisyah melihatnya bersedih.

"Mama nggak nangis sayang... Mama cuma kelilipan," jawab Asillah, berbohong lagi.

Aisyah menatap Asillah dengan tatapan curiga. Ia kemudian mengusap pipi Asillah dengan tangannya yang kecil.

"Nggak... Mama bohong. Mama sedih ya?" tanya Aisyah lagi, dengan nada yang lebih serius.

Asillah tidak bisa lagi menyembunyikan kesedihannya. Ia memeluk Aisyah erat dan menangis sejadi-jadinya.

"Iya sayang... Mama sedih. Mama minta maaf ya, sudah membuatmu sedih," ucap Asillah, di antara isak tangisnya.

Aisyah membalas pelukan Asillah dan mencium pipinya. "Mama jangan sedih lagi ya... Aisyah sayang Mama," ucap Aisyah, dengan suara yang menghangatkan hati Asillah.

Asillah merasa terharu dengan perkataan Aisyah. Ia merasa mendapatkan kekuatan baru dari putrinya. Ia tahu, ia harus berjuang demi Aisyah.

Hari-hari berikutnya, Asillah semakin dekat dengan Aisyah. Ia menghabiskan seluruh waktunya untuk merawat dan membesarkan putrinya. Ia berusaha untuk menjadi ibu yang terbaik bagi Aisyah, meskipun ia sedang menghadapi masalah yang berat.

Aisyah pun seolah mengerti dengan keadaan ibunya. Ia menjadi lebih manja dan seringkali menghibur Asillah dengan tingkah lakunya yang lucu dan menggemaskan.

Suatu hari, saat Asillah sedang bermain dengan Aisyah di taman rumah ibunya, Aisyah tiba-tiba bertanya tentang Alfin.

"Mama... Papa ke mana? Kenapa Papa nggak datang-datang?" tanya Aisyah, dengan nada polos.

Asillah terdiam sejenak. Ia tidak tahu bagaimana harus menjawab pertanyaan Aisyah.

"Papa... Papa lagi sibuk sayang. Nanti kalau Papa sudah nggak sibuk, Papa pasti datang kok," jawab Asillah, mencoba mengulur waktu.

"Tapi, Aisyah kangen Papa... Aisyah mau ketemu Papa," kata Aisyah, dengan nada sedih.

Asillah merasa hatinya semakin sakit mendengar perkataan Aisyah. Ia tahu, ia tidak bisa terus berbohong pada putrinya.

"Mama juga kangen Papa, sayang. Tapi, sekarang Papa lagi ada masalah. Kita berdoa saja ya, semoga masalah Papa cepat selesai dan Papa bisa

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!