Entah kesalahan apa yang Malea lakukan, sehingga dia harus menerima konsekuensi dari ibunya. Sebuah pernikahan paksa, jodoh yang sang ayah wariskan, justru membawanya masuk dalam takdir yang belum pernah ia bayangkan.
Dia, di paksa menikah dengan seorang pengemis terminal. Tapi tak di sangka, suatu malam Malea mendapati sebuah fakta bahwa suaminya ternyata??
Tak sampai di situ, dalam pernikahannya, Malea harus menghadapi sekelumit permasalahan yang benar-benar menguras kesabaran serta emosionalnya.
Akankah dia bisa bertahan atau memilih berpisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andreane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25
Tubuhku seketika ambruk di atas tubuh Malea sesaat setelah satu pelepasan tercapai.
Nafas kami saling beradu.
Pandangan kami lekat saling menatap, meski ku tahu sorot matanya tampak kuyu efek dari minuman keras.
Dari jarak sedekat ini, aku baru menyadari kalau dia benar-benar cantik meskipun polesan make up sudah sangat berantakan. Kecantikannya sungguh tidak membosankan, menyejukkan mata yang memandang.
Untuk sesaat aku berfikir bahwa perjodohan ini adalah suatu anugerah yang tidak akan pernah berhenti untuk ku syukuri.
"Padahal ada yang aneh dengan mataku, tapi kamu tetap terlihat tampan" Celetuknya, sambil menahan nyeri, sepertinya.
"Aneh?" Keningku mengernyit.
"Iya, wajahmu itu ada banyak, aku suka wajah ini, tapi aku benci tatapan itu?"
"Tatapan siapa yang kamu maksud?" Alisku kian menukik, tak mengerti dengan apa yang dia katakan.
"Tatapanmu pada Belinda, memangnya tatapan siapa lagi?"
Ah.. Aku semakin tak paham. "Tatapanku pada Belinda?"
"Ya"
"Kapan aku menatapnya? Aku tidak pernah menatapnya"
"Ah sudahlah, aku mau tidur. Tetaplah di sini, aku butuh kamu" Racaunya, kemudian langsung memejamkan mata.
Aku sendiri masih bertahan dalam posisiku, berada di atas tubuhnya dengan kedua siku tanganku untuk menopang badanku.
Menatap dalam-dalam wajah ayunya yang lembut.
Ku belai rambutnya, ku selipkan anak rambut ke belakang telinga yang menutupi salah satu matanya, lalu ku kecup keningnya sedikit agak lama.
Mungkin kesempatan ini tidak akan aku dapatkan lagi, sebab aku tahu, jika dalam kesadaran penuh, Malea pasti menolak ku sentuh.
Menarik napas, aku menyingkir dari atas tubuhnya, lantas turun dari ranjang memungut pakaian yang ku lempar dengan sembarang.
Ku bantu wanita yang sudah terlelap begitu damai mengenakan piyama.
Saat sepasang mataku mendapati bercak merah yang menempel di atas sprei, bibirku secara reflek melengkung ke atas.
Ada kepuasan tersendiri ketika melihat noda itu.
Aku, pria pertama yang menyentuhnya. Aku bangga aku beruntung mendapatkannya..
Wanita yang bersedia ku ajak hidup sengsara, meskipun aku tahu dia terpaksa, setidaknya dia belum pernah sekalipun pergi dari rumah. Jangankan untuk kabur, menginap di rumah orang tuanya saja belum pernah setelah kami resmi menikah.
Walaupun sikap dan nada bicaranya terkesan ketus, akan tetapi dia sangat penurut dan patuh terhadap aturanku.
"Aku janji akan segera memberitahumu bahwa aku bukanlah seorang pengemis, aku akan membahagiakanmu sesuai permintaan ayahmu dan juga papahku. Aku janji akan membahagiakanmu, menomor satukan kamu di atas segalanya" Lirihku seraya mengusap pipinya.
Ku kecup keningnya sekali lagi seraya berkata dalam hati.
"Aku akan segera mempertemukanmu dengan mamah serta kakak-kakakku"
Kembali menghembuskan napas panjang, aku akhirnya turut merebahkan diri di samping Malea.
Sebelum dia bangun besok pagi, aku sudah harus pindah ke sofa.
*****
Tepat pukul lima pagi aku terbangun.
Ku tatap Malea yang masih terlelap begitu pulas.
Pelan, ku sibakkan selimut yang menutupi tubuh kami kemudian turun dan melangkah menuju kamar mandi.
Selesai mandi, tak lupa aku melakukan kewajiban sebagai seorang muslim.. Ada doa yang selalu aku panjatkan usai melakukan sholat.
Doa khusus untuk Malea supaya di lembutkan hatinya agar bisa menerima pernikahan kami, dan pastinya sekaligus menerimaku dengan ikhlas sebagai suaminya.
"Halo, Felix!" Aku duduk di sofa setelah melipat sajadah, dan langsung menghubungi asistenku melalui panggilan whatsap
"Iya, pak!"
"Bagaimana renovasi kamar, sudah selesai?"
"Sudah, pak. Semua sudah di jalankan sesuai arahan pak Arga"
"Okay, terimakasih"
"Sama-sama, pak"
"Untuk sekarang tolong pesankan tiket kembali ke Surabaya, secepatnya!"
"Loh pak, bukannya masih besok lusa?"
"Tidak, saya dan Malea akan pulang hari ini juga"
"Baik, pak. Segera akan saya laksanakan"
"Sementara itu dulu, Felix"
"Iya pak"
Ku akhiri panggilan telfonku, selang sekitar dua menit ku dengar gerutuan Malea dengan kondisi mata masih terpejam.
masih pengen di peyuk2 kan sama Arga
hormon bumil tuh Dede utunya masih pengen di manja2 sama ayah nya,,
kebat kebit ga tuh hati kmau
Ayo thor lanjut lagi yg byk ya...penanasaran bgt kelanjutannya...
kenapa ga jujur aja seh.
tapi Lea takut ngomongnya,takut ga di akui sama mas arga
ayo Lea jujur aja aaah bikin gemes deeh