Setelah begadang selama tujuh hari demi mengejar deadline kerja, seorang pria dewasa akhirnya meregang nyawa bukan karena monster, bukan karena perang, tapi karena… kelelahan. Saat matanya terbuka kembali, ia terbangun di tubuh pemuda 18 tahun yang kurus, lemah, dan berlumur lumpur di dunia asing penuh energi spiritual.
Tak ada keluarga. Tak ada sekutu. Yang ada hanyalah tubuh cacat, meridian yang hancur, akibat pengkhianatan tunangan yang dulu ia percayai.
Dibuang. Dihina. Dianggap sampah yang tak bisa berkultivasi.
Namun, saat keputusasaan mencapai puncaknya...
[Sistem Tak Terukur telah diaktifkan.]
Dengan sistem misterius yang memungkinkannya menciptakan, memperluas, dan mengendalikan wilayah absolut, ruang pribadi tempat hukum dunia bisa dibengkokkan, pemuda ini akan bangkit.
Bukan hanya untuk membalas dendam, tapi untuk mendominasi semua.
Dan menjadi eksistensi tertinggi di antara langit
Update tiap hari
Follow Instagram: eido_481
untuk melihat visual dari karakter novel.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eido, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
Malam mulai merayap perlahan di langit luar, meninggalkan semburat merah jingga yang perlahan memudar. Di dalam kamar yang megah dan penuh nuansa kuno, ukiran kayu yang rumit menghiasi tiap sudut, dan cahaya lentera menggantung dengan temaram keemasan, menciptakan suasana hangat yang tak tergantikan.
Qin Aihan duduk anggun di hadapan meja rias besar berbingkai emas kusam, menatap bayangannya di cermin dengan senyum yang tak bisa disembunyikan. Ia perlahan membuka penutup kain putih yang sejak tadi menutupi mulutnya. Begitu kain itu terlepas, senyuman cerah menghiasi wajah cantiknya senyuman yang hanya muncul ketika ia merasa benar-benar bahagia dan aman.
Feng Jian duduk diam di tepi ranjang, matanya tak pernah lepas dari sosok Qin Aihan. Ia menelan ludahnya, sedikit gugup. Meski ia telah melewati banyak hal, bahkan di kehidupan sebelumnya, tapi momen seperti ini berdua saja dengan seorang wanita yang dicintainya, di malam setelah pernikahan mereka adalah sesuatu yang benar-benar baru baginya. Detak jantungnya berdebar tak karuan, tapi wajahnya tetap tenang, seolah menyembunyikan semua kegugupan di balik matanya yang dalam.
Qin Aihan perlahan berbalik. Gaun Cheongsam pernikahannya yang berwarna merah anggun terseret pelan mengikuti langkah kakinya menuju tempat Feng Jian duduk. Ia mendekat tanpa suara, lalu duduk di samping pria itu dengan lembut. Aroma manis dari rambut dan tubuhnya seolah menyelimuti udara di sekeliling.
“Sayang…” ucap Qin Aihan, suaranya lembut bagai bisikan angin musim semi. Ia menatap Feng Jian dengan mata berbinar, seolah dunia di luar kamar ini tak lagi penting.
“Kapan kita akan pergi dari sini?” tanyanya, ada harapan dan sedikit rasa ingin tahu dalam suaranya.
Feng Jian menoleh, tersenyum, dan dengan perlahan menggenggam tangan Qin Aihan. Sentuhan itu sederhana, tapi terasa sangat dalam.
“Sayang.” balasnya, dengan suara pelan namun pasti. “Kita akan tinggal di sini selama tiga hari ke depan. Selama itu, aku akan membuat banyak pill berkualitas tinggi. Hasilnya akan kita jual, dan dari sana… aku akan membangun rumah kita sendiri. Tempat yang hanya untuk kita berdua.”
Mata Qin Aihan membesar sedikit, tak menyangka Feng Jian sudah memikirkan sejauh itu. Ia menunduk malu, lalu menyandarkan kepalanya di bahu suaminya.
.....
Qin Aihan menyandarkan kepalanya lembut di bahu Feng Jian, napasnya teratur namun terasa hangat menyentuh leher pria itu. Feng Jian menoleh, tangannya terangkat untuk membelai pipi sang istri dengan kelembutan yang membuat dada Qin Aihan bergetar. Pandangan mata mereka saling bertaut, dalam dan jujur, seolah dunia di luar kamar telah menghilang.
Perlahan, bibir Feng Jian menyentuh bibir Qin Aihan lembut, hati-hati, namun penuh ketulusan. Qin Aihan membalas ciuman itu dengan sepenuh hati, dan dalam keheningan malam, suara lembut dari ciuman mereka seperti alunan melodi tak terdengar yang menyelimuti kamar.
"Hmmmpsshh... ah..."
Feng Jian menuntunnya berbaring perlahan, tangan mereka masih saling menggenggam erat. Ia mengecup pipi Qin Aihan, kemudian dahi, lalu menatapnya kembali seakan ingin memastikan bahwa yang ada di hadapannya adalah nyata. Qin Aihan hanya tersenyum pelan, seolah mengizinkan dengan seluruh hatinya.
Dalam kehangatan malam itu, mereka melewati batas baru sebagai suami istri. Tak ada kata, hanya sentuhan penuh kasih, pelukan yang erat, dan desahan kecil yang lahir dari kepercayaan dan cinta. Segala hal berlangsung perlahan dan penuh rasa seperti tarian lembut antara dua hati yang saling menemukan rumah.
Dan ketika malam akhirnya memeluk mereka dalam keheningan penuh damai, hanya detak jantung yang terdengar, bersatu dalam irama yang sama. Malam itu, mereka tak sekadar menjadi pasangan… tetapi satu jiwa dalam dua raga.
.....
Keesokan paginya, cahaya matahari menembus celah-celah jendela kamar, memantul pelan di atas lantai kayu mengilap. Di tengah keheningan pagi, Feng Jian berdiri diam di depan cermin berbingkai giok, dadanya terbuka lebar, memperlihatkan tubuh yang dibalut kekuatan dan kedisiplinan. Ia meraih jubah putih dengan pola naga emas yang tergantung rapi, lalu mengikat rambutnya dengan tali kepala naga yang kokoh dan anggun. Sekilas, sosoknya tampak seperti raja muda dari legenda yang baru terbangun dari meditasi panjang.
Matanya beralih ke arah tempat tidur, dan di sana, Qin Aihan masih terlelap dalam damai. Kulit halus bagian atas tubuhnya sedikit terlihat dari balik selimut merah muda, sementara rambut hitam panjangnya terurai bebas di atas bantal, tak dijinakkan oleh ikatan apapun. Pandangan Feng Jian melunak. Senyum tulus merekah di bibirnya. Malam tadi, mereka telah menyatu sebagai sepasang suami istri dalam kehangatan yang tak bisa digambarkan dengan kata-kata. Meski melelahkan, baginya itu adalah malam yang paling berharga sejak ia menginjakkan kaki di kediaman Qin.
Tanpa membangunkan istrinya, Feng Jian melangkah keluar dan menuju ruang alkimia. Ruangan itu telah dipenuhi bahan-bahan pilihan, ramuan langka dan mineral spiritual yang tertata rapi di atas meja batu giok. Jumlahnya cukup untuk membuat seratus Pill Pembuka Qi dan lima puluh Pill Pembangunan Fondasi. Tak membuang waktu, Feng Jian mulai bekerja. Api spiritual dinyalakan, suhu dijaga stabil, dan tangan-tangan terlatihnya menari dalam irama alkimia yang mendalam.
Dua jam berlalu. Ruangan itu dipenuhi aroma hangat dari ramuan yang terbakar sempurna. Di depan Feng Jian, botol-botol kecil berisi Pill berkualitas tinggi telah tersusun rapi. Seratus Pill Pembuka Qi dan lima puluh Pill Pembangunan Fondasi telah selesai. Di wajahnya tampak peluh menetes deras, tetapi sorot matanya memancarkan keberhasilan. Ia telah mendorong batas kemampuannya pagi ini.
Tanpa menunda, Feng Jian mengangkat tangan dan mengeluarkan Tas Dimensi miliknya dari balik jubah. Sebuah kantong hitam sederhana di luar, namun di dalamnya tersembunyi ruang putih tak bertepi, seluas lima puluh kali lima puluh meter persegi. Ia menyalurkan kesadaran spiritualnya masuk ke dalam tas tersebut ruang sunyi tanpa suara, tempat semua miliknya disimpan dengan rapi dan aman. Pill-Pill hasil ramuannya menghilang dari meja dan muncul di dalam ruangan putih itu, berbaris rapi seperti harta karun yang menanti untuk digunakan atau dijual.
Di dalam ruang putih tak bertepi milik Tas Dimensi, kesadaran Feng Jian berdiri tenang. Pandangannya menyapu seluruh sudut ruangan, memeriksa susunan Pill yang baru saja ia simpan. Di dalam hatinya, ia mengangguk pelan, puas. Tas Dimensi dari sistem ini benar-benar luar biasa... pikirnya. Luasnya yang mencapai lima puluh kali lima puluh meter persegi, memberinya kebebasan mutlak tak perlu khawatir soal tempat menyimpan harta, bahan, maupun senjata. Semua bisa ditata rapi seperti ruang rahasia milik seorang kaisar.
Dengan satu tarikan napas dalam, Feng Jian menarik kembali kesadarannya dan kembali terjaga di dunia nyata. Udara di ruang alkimia masih hangat oleh sisa panas dari proses pembuatan Pill. Namun keheningan itu segera pecah oleh suara lembut yang begitu dikenalnya.
"Suamiku..."
Feng Jian menoleh. Di ambang pintu, Qin Aihan berdiri mengenakan pakaian sederhana berwarna hijau muda. Rambutnya diikat longgar, senyum manis mengembang di wajahnya. Cahaya pagi menyinari sosoknya, membuatnya tampak seperti dewi yang baru turun dari langit.
"Apa yang sedang kau lakukan di sini sendirian?" tanyanya sambil melangkah masuk.
Feng Jian tersenyum, menatap istrinya dengan hangat. “Aku baru saja menyelesaikan seratus Pill Pembuka Qi dan lima puluh Pill Pembangunan Fondasi. Semuanya berkualitas tinggi.”
Qin Aihan tertegun. Matanya melebar, seakan belum percaya apa yang baru saja ia dengar. Ia melangkah cepat, memeluk Feng Jian erat dari depan. “Suamiku… kau benar-benar luar biasa…” bisiknya dengan suara bergetar, penuh haru. “Aku sangat mencintaimu…”
Feng Jian membalas pelukan itu dengan hangat, membisikkan balasan yang sama tulusnya, “Dan aku pun sangat mencintaimu…”
Setelah beberapa saat dalam kehangatan itu, Feng Jian perlahan melepaskan pelukan dan menatap dalam mata Qin Aihan. “Ada sesuatu yang ingin kuberikan padamu.” ucapnya.
Ia duduk bersila di lantai batu giok dan mengisyaratkan Qin Aihan untuk mengikutinya. Begitu keduanya duduk berhadapan, Feng Jian mengangkat tangannya dan mulai menjelaskan jalur-jalur energi dan prinsip dasar dari Teknik Alkemis Langit Hijau sebuah teknik Peringkat Biru yang cukup langka, diwariskan dari sistem yang hanya ia miliki.
Qin Aihan menyimak dengan serius. Aura lembut namun kuat mulai bergetar di sekeliling mereka. Suasana di ruangan itu berubah menjadi hening dan sakral, seperti sebuah momen transenden di mana warisan besar berpindah dari satu jiwa ke jiwa yang lain. Dan di sana, di bawah sinar pagi yang mengalir lewat jendela, keduanya suami dan istri mengukir langkah baru dalam perjalanan mereka sebagai pasangan sekaligus alkemis sejati.
Yang udah like, terima kasih ~
sebuah sekte gak mungkin gak ada harta sepeser pun kan?
menabung tanaman herbal. daging binatang..simpan di tas dimensi..
buat keadaan darurat...👌