Di sebut wanita mandul memang sangatlah menyakitkan bagi wanita manapun tak terkecuali Fana. kata mandul hampir setiap hari menjadi santapan sehari-hari bagi wanita cantik itu. suami yang sepantasnya memberi dukungan bahkan seharusnya menjadi tempat untuk mengadu seakan mendukung ibunya, dan itu semakin membuat Fana merasa semakin terpojokkan.
Hingga suatu saat pekerjaannya seolah mendekatkan dirinya dengan seorang pria muda yang merupakan model di agensinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selvi serman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Trik membuahkan hasil.
Dua hari berlalu.
Sejak kemarin Riza tidak menampakkan diri di studio, sementara jadwal untuk pemotretan salah satu produk akan segera dirilis. sesuai dengan permintaan dari klien Riza lah yang akan menjadi model untuk iklan tersebut dan itu membuat Fana tak tenang dibuatnya, terlebih hingga detik ini ponsel Riza tak dapat dihubungi.
"Kenapa Riza belum datang juga???." gumam Fana dengan perasaan panik. Kemarin Fana masih mencoba untuk berpikir positif, mungkin kesibukannya di kantor membuat Riza absen, namun hingga pukul delapan malam ini pria itu tak kunjung mendatangi studio.
Entah sudah berapa kali Fana melakukan panggilan telepon namun panggilannya tak kunjung tersambung.
*
Malam itu Riza sedang berkumpul bersama anggota keluarganya. kebetulan hari ini anggota keluarganya yang berasal dari kota Malang tiba di ibukota untuk membantu persiapan acara lamaran kakak perempuannya, Indah.
Deringan ponselnya mengalihkan perhatian Riza pada benda pipih yang diletakkannya di atas meja, tanpa berniat untuk menerima panggilan tersebut.
"Maafkan aku sayang, mungkin caraku sedikit salah tapi aku tidak punya pilihan lain, Nirfana aurelia." batin Riza sembari menyaksikan nama Fana yang tertera di layar ponselnya. Sesaat kemudian Riza pun memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya, tak ingin sampai benda pipih tersebut jadi pusat perhatian anggota keluarganya yang lain.
*
Fana merasa panik sendiri ketika panggilan telepon darinya tak kunjung di jawab oleh Riza, padahal aplikasi hijau milik pria itu dalam mode berdering saat dihubungi.
Semalaman Fana tak dapat memejamkan mata dengan nyenyak, hal itu disebabkan oleh Riza yang tak kunjung datang untuk menunaikan tanggung jawabnya. Hingga keesokan harinya, Fana meminta Chici untuk kembali menghubungi nomor ponsel Riza berharap pria itu menjawab panggilan telepon dari nomor ponsel Chici.
Sesuai dengan harapan Fana, akhirnya Riza menjawab panggilan telepon dari Chici dan bersedia datang ke studio saat jam istirahat makan siang nanti.
Fana nampak mondar mandir bak setrikaan di dalam ruang kerjanya menunggu waktu makan siang, di mana Riza berjanji akan datang menemuinya.
Setelah menanti cukup lama akhirnya waktu makan istirahat makan siang pun tiba, dan kini Riza telah tiba di studio.
Riza mendaratkan bokongnya di sofa ruang kerja Fana. Melihat itu, Fana pun segera beranjak dari kursinya lalu ikut menjatuhkan bokongnya di sisi Sofa yang kosong di depan Riza.
"Sebelumnya aku minta Maaf, mungkin beberapa hari ini hingga sebulan ke depan aku tidak bisa datang ke studio karena jadwal di kantor sangat padat hingga aku terpaksa harus lembur."
Jawaban Riza membuat Fana semakin tak tenang dibuatnya.
"Lalu bagaimana dengan pemotretan???." tanya Fana.
"Sepertinya untuk satu bulan ini aku tidak bisa melakukan pemotretan, mbak bisa menggunakan model lain dalam projek kali ini." berbeda dengan Riza yang masih terlihat tenang, Fana justru semakin panik, terlebih lagi sudah beberapa kali pihak klien menghubunginya untuk hari ini.
"Nggak bisa gitu dong, Za! Klein maunya kamu yang jadi model untuk iklan produk mereka." protes Fana, tak setuju dengan sikap Riza yang menurutnya tidak profesional.
"Lagi pula kamu sudah menandatangani kontrak kerja nya, Za." lagi, Fana melayangkan kalimat protes pada Riza.
"Maaf mbak, tapi sepertinya aku benar benar tidak bisa."
Fana mengusap wajahnya Frustrasi mendengar jawaban Riza.
"Untuk masalah kontrak itu, aku akan tetap mengeluarkan biaya penalti sebagai ganti rugi." lanjut Riza.
"Masalahnya bukan hanya itu Za, aku takut pihak klien akan menempuh jalur hukum karena merasa hasil yang diberikan tidak sesuai dengan keputusan di awal, terlebih pihak Klein telah melunasi semua administrasinya."
Sejujurnya Riza merasa tak tega melihat raut wajah Fana saat ini, namun ia harus tetap menguatkan hati agar tak luluh dengan raut wajah memelas yang ditampilkan Fana padanya.
Fana nampak menghela napas dalam-dalam sebelum kemudian kembali fokus pada Riza.
"Please, Za, aku janji akan mengabulkan apapun yang kamu inginkan asalkan kamu bersedia menjadi model dalam projek ini."
Ingin rasanya Riza koprol saat itu juga ketika mendengar tawaran Fana, pria itu tersenyum penuh kemenangan dalam hati.
"Apapun ???." ulang Riza memastikan.
Fana mengangguk tanpa ragu, ia berpikir mungkin Riza akan meminta bayaran berkali kali lipat sebagai imbalan, dan itu tak masalah baginya asalkan projek ini berjalan sesuai dengan rencana awal, dan yang terpenting ia tak harus menerima tuntutan dari pihak klien.
"Tapi aku tidak yakin mbak akan bersedia mengabulkan permintaanku." Riza menampilkan wajah meragu dihadapan Fana.
"Aku janji." Fana mengangkat dua jarinya ke udara untuk meyakinkan Riza.
"Baiklah." Riza menegakkan tubuhnya seraya menatap kedua manik mata hitam milik Fana.
"Aku bersedia melakukannya meskipun harus bekerja lebih keras lagi untuk menyelesaikan pekerjaan di kantor agar selesai tepat waktu, asalkan mbak bersedia menjadi kekasihku."
kedua bola mata indah Fana membulat dengan sempurna setelah mendengar permintaan Riza yang menurutnya sangat tidak masuk di akal tersebut.
"Apa kamu sudah tidak waras???." jujur saja Fana sama sekali tidak menyangka jika permintaan Riza segila itu.
"Jika mbak merasa keberatan, aku juga tidak akan memaksa. Pilihan ada ditangan mbak Fana." Riza bangkit dari duduknya kemudian mulai mengayunkan langkahnya ke arah pintu, hendak berlalu meninggalkan ruang kerja Fana seakan tak peduli dengan raut kesal di wajah wanita itu.
"Baiklah, aku bersedia." Pergerakan Riza hendak memutar handle pintu terhenti seketika saat mendengarnya, dan tanpa di ketahui oleh Fana saat ini Riza menarik kedua sudut bibirnya ke atas hingga menciptakan sebuah senyuman di sana.
Riza membalikkan tubuhnya lalu kembali melangkah mendekat ke arah Fana.
"Deal???." Riza mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Fana.
Fana menatap uluran tangan Riza untuk sesaat, lalu kemudian menyambutnya. "Deal."
Senyum sempurna merekah menghiasi wajah tampan Riza, akhirnya triknya untuk mendapatkan pujaan hati membuahkan hasil yang sempurna.
"Baiklah sayang .... kalau begitu aku akan segera kembali ke perusahaan, dan sore nanti aku akan kembali ke sini untuk melakukan pemotretan. lagi pula mana mungkin aku tega membiarkan kekasihku sampai harus berurusan dengan hukum." masih dengan sisa senyum di bibirnya Riza berucap hingga membuat Fana mendecakkan lidah mendengarnya, terlebih kini pria itu memanggilnya dengan sebutan sayang.
Sebenarnya Riza masih ingin berlama-lama tapi mengingat sebentar lagi ia ada jadwal meeting dengan klien maka mau tak mau Riza pun pamit. Saat berada di depan ruang kerja Fana secara kebetulan Riza berpapasan dengan Chici.
"Bagaimana????." Chici bertanya dengan nada lirih setelah memastikan situasi aman, tak ada orang lain yang akan mendengar percakapan mereka.
Riza menarik salah satu sudut bibirnya ke samping seraya mengangkat jempolnya."Berhasil." jawab Riza.
Setelahnya, Riza pun berlalu menuju mobilnya sementara Chici kembali melanjutkan pergerakannya memasuki ruang kerja Fana.
"Sebenarnya Riza yang licik atau aku yang bodoh sih?????." gumaman Fana masih terdengar sayup oleh Chici yang kini telah memasuki ruang kerja Fana.
"Memangnya siapa yang bodoh, Fan???." Fana mengalihkan pandangannya ke sumber suara kala mendengar suara Chici.
"Arhhhhh.....i_tu aktris pemeran utama di sinetron yang aku tonton semalam." Chici nampak menahan senyum, ia tahu betul jika saat ini sahabatnya itu sedang berdusta padanya, apalagi kalimat Fana terdengar terbata dan wajahnya pun terlihat gugup seperti sedang menyembunyikan sesuatu.
"Oh begitu....aku pikir siapa yang kamu bilang bodoh." ujar Chici seolah percaya begitu saja dengan ucapan sahabatnya itu.
"Maafkan aku Fana, aku hanya ingin melihatmu bahagia dan menurutku Riza adalah orang yang tepat untukmu." tentu saja kalimat tersebut hanya terucap di dalam hati Chici.