Selama ini, Rambo mengutuk diri dalam kehidupan nikah paksa yang terjadi antaranya bersama Erin 3 bulan belakang. Sayang, tak ada ruang untuk Erin dalam kehidupan Rambo yang masih memendam cinta lama.
Hingga semua berubah ketika waktu mempertemukannya kembali dengan sang pujaan hati di masa lalu, Marwah.
Dipertemukan kembali dalam keadaan yang sama-sama telah menikah, Rambo yang tak bisa menahan rasa cintanya pada Marwah, akhirnya terjebak dalam konflik terlarang dalam kehidupan rumah tangganya. Dengan ancaman yang semakin banyak, terutama pada Marwah yang sering mendapat kekerasan dari suaminya, juga Erin yang tak mau melepaskan Rambo, mampukah Rambo melindungi wanita yang dicintainya... Atau haruskah ia menerima hidup bersama Erin selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon unchihah sanskeh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 25 - Saksi Untuk Bercerai
"Aku sudah lihat semuanya dari ponsel. Tapi aku tidak bisa berbuat apa pun untuk membantumu... "
Begitu Rambo meletakkan dagunya di bahu Marwah. Ia mulai bersedih. Namun, kekasih gelapnya itu terlalu peka, bahkan hanya dengan nada suara.
"Aku paham Om. Lagi pula, kalau kamu membantuku, rencana kita akan sia-sia saja. Terlebih, kesakitan yang ku alami ini tidak sebanding dengan pengorbanan yang kamu lakukan dan alami. Bagaimana perjuanganmu menentang pernikahan waktu pertama kali, 5 tahun mencari ku tanpa henti, hingga akhirnya harus menikah dengan bu Erin yang tak bisa menempatkan kamu sebagai suami." Ucap Marwah pelan, sambil menurunkan telapak tangan Rambo dari matanya.
Dia memutar badan, hingga kini mereka saling berhadapan. Marwan memandang Rambo dengan sorot penuh keharuan, demikian pula Rambo yang merasakan perasaan sentimentil saat melihat sorot mata coklat itu.
"Aku mengatakan tak akan biarkan siapa pun menyakiti bahkan sampai menyentuh tubuhmu. Tapi sekarang, aku malah terpaksa menempatkan kamu untuk rencana gila ini---"
"Sssttt." Marwah meletakkan jemarinya di depan bibir. "Aku tahu kamu pun berat melakukan ini, kita sudah terdesak jadi aku paham betul bagaimana perasaanmu saat memikirkan hal ini."
"Sekali lagi, sungguh aku minta maaf. Ayo masuk, ku antar kamu ke rumah biar bisa segera ku obati memar yang ada di badan mu itu." Ucap Rambo seraya meraih bahu Marwah, untuk menuntunnya masuk ke dalam kuda besi hitam super mengkilat dan tinggi. Layaknya lelaki idaman... bila wujudnya manusia.
Rambo menginjak pedal gas, dan mobil mulai jalan. Perjalanan ini cukup panjang, bahkan hampir 30 menit lamanya. Hingga sampai Rambo memutar kendaraan dan masuk ke dalam area parkir sebuah rumah di seberang jalan.
"Ini rumah siapa, Om?"
"Rumahku. Memang tak besar. Tapi lumayan, aku beli ini diam-diam dari semua orang, biar saat aku kesal dan tak ada niat untuk bertemu siapa pun, aku bisa ke sini, tinggal di sini sampai tenang." Jawab Rambo saat mereka telah berdiri di dalam rumah. "Duduklah dulu di situ, aku akan ambil alat kompres dan obat untuk mu."
"Terima kasih."
Pemandangan yang jarang nampak bagi Marwah. Matanya liar ke kiri dan ke kanan, memperhatikan setiap detail ornamen penghias rumah itu. Desain Interior rumah ini sedikit berbeda dengan gaya Rambo yang klasik namun modern.
"Aku sedikit terkejut, bahwa Erin benar-benar semarah itu. Aku tak perduli apa pun. Hanya saja, kini kamu terluka, harus menahan sakit ini."
Marwah kembali fokus, terutama saat Rambo datang untuknya bawa perlengkapan kompres dan obat-obatan pemakaian luar.
"Ibu, mau laporkan perselingkuhan ini Om." Ucap Marwah begitu alat penampung air itu menyentuh kulitnya. "Lalu apa yang akan kita lakukan? Apakah ada hubungannya dengan kamera yang kamu pasang?"
"Justru itulah guna sesungguhnya kamera dan tubuh kamu yang dipukuli Erin." Jawab Rambo.
"Kamu mau penjarakan ibu, Om? masukkan dia ke penjara atas kasus kekerasan begitu?"
Rambo menyunggingkan bibir, tersenyum tipis. Sejenak ia berhenti mengompres, lalu menjawab; "Sebenarnya tidak sejauh itu, aku tahu di sini letak kesalahan juga ada pada kita karena sudah bermain api pada pasangan. Tapi, kembali lagi, kita pun ada masalah. Aku sengaja pakai rekaman itu untuk menekannya balik." Ia berhenti beberapa saat membiarkan kata-katanya menggantung.
Ia menarik napas. Kemudian membuangnya dalam satu hembusan. "Singkatnya, Aku bakal pakai rekaman ini, untuk mengancamnya balik jika ingin melaporkan kasus perselingkuhan kita. Kamu juga pasti menyadarinya, Erin itu orang yang paling menjaga reputasi. Dia tak akan biarkan masalah yang mengancam reputasi dan karirnya rusak, apalagi kalau sampai masuk penjara. Aku yakin betul, rekaman ini adalah senjata paling ampuh. Setidaknya, untuk masalah ancaman selingkuh tersebar, kita sudah memiliki solusi, jadi tidak perlu dicemaskan."
Sementara, ketika Rambo mengangkat kembali wajahnya baru ia menyadari bahwa Kelopak jelita milik kekasihnya itu telah terangkat sempurna, menatapnya sampai membulat. Benar, dugaan Marwah memang tak salah. Rambo memang memanfaatkan kamera itu, walau bukan untuk memenjarakan Erin.
"Dalam dua hari ke depan, aku akan balik lagi ke rumah. Masih ada yang harus ku lakukan."
Marwah mengernyitkan dahi, begitu mendengar rencana Rambo barusan. "Melakukan apa lagi, Om? Kamu sudah minggat, tapi mau balik lagi. Tidak salah?"
"Tidak. Masalah ancaman bisa di kesampingkan, cuma masalah untuk mempermudah perceraian, belum. Aku kan sudah bilang, sebagai anggota kepolisian, proses perceraian ku akan dipersulit, terutama kalau istri tak salah apa pun. Jadi aku akan kembali lagi ke rumah, dengan manfaatkan keinginan Erin yang tak ingin bercerai, coba bertingkah seakan masih memberinya kesempatan. Jadi tak terlalu sulit untuk balik lagi."
"Caranya bagaimana?" Tanya Marwah padanya.
Rambo kembali tersenyum. "Bawa teman anggota menginap bergantian di rumah, Ha-ha-ha. Dengan begitu mereka akan tahu bagaimana sikap Erin selama menjadi istriku. Mereka bisa jadi saksi yang bantu menguatkan alasanku untuk bercerai."