Ketika hati mencoba berpaling.. namun takdir mempertemukan kita di waktu yang  berbeda. Bahkan status kita pun berubah.. 
Akankah takdir mempermainkan kita kembali? ataukah justru takdir menunjukkan kuasanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SUNFLOWSIST, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24. NAYA SETUJU UNTU MENIKAH
"Aku bukanlah wanita yang sempurna dokter. Bahkan tidak ada satu hal pun dalam hidupku yang bisa dibanggakan. Dokter pasti akan menyesal telah memilihku. Lagipula aku terlalu takut untuk memulai semuanya kembali dok. Hatiku rasanya sudah mati."
Dokter Wira menatapnya dengan penuh arti. Perlahan tangannya mengelus pipi Naya dengan penuh kelembutan.
"Aku hanya ingin pasangan yang saling melengkapi dalam hidupku. Karena sejatinya kesempurnaan itu diciptakan bukan dicari. Dan aku ingin menciptakan kesempurnaan itu denganmu Nay. Mungkin benar bagimu ini semua terlalu sulit, namun setidaknya lakukan semua ini demi bayimu. Pikirkan juga masa depannya."
Degh...
Ucapan dokter Wira seolah merobohkan harga diri Naya. Ia terlalu sibuk dengan menata hatinya sendiri, namun melupakan tentang masa depan putranya.
"Terima saja Nak.." sebuah suara dari belakang mereka seolah membuyarkan keheningan ruangan itu.
Kedua orang itu serentak menoleh ke belakang. Tampak Kakek Naya datang dengan langkah kaki lelahnya. Tangannya menuntun sebuah tongkat guna menopang tubuhnya yang sudah mulai menua.
"Kakek ... ?" ucap Naya dengan wajah sendunya. Tangannya terulur mencium tangan sang kakek dengan takzim.
"Saya tinggal dulu ya kek." ucap dokter Wira dengan tersenyum ramah.
Kakek pun menepuk bahu dokter Wira secara perlahan. "Terima kasih Nak Wira sudah membantu menjaga Naya."
Dokter Wira menjawab dengan anggukan kecil.
"Gimana keadaan kamu nak?" Maaf kakek baru sempat kesini, kakek baru saja dari luar kota kemarin."
"Tidak apa - apa kek. Kakek sudah ingat denganku saja sudah lebih dari cukup. Makasih kek, kakek masih mau menerimaku dalam keluarga ini." ucap Naya dengan nada sendunya.
Kedua mata kakek berkaca - kaca. Tangannya mengelus rambut Naya dengan perlahan. " Bagi kakek, sampai kapanpun kamu dan Embun adalah bagian dari keluarga Subroto."
"Kalau memang kamu tidak keberatan, terima saja nak lamaran dokter Wira. Kakek banyak berhutang budi kepada dokter Wira. Dia selalu tulus membantu keluarga kita dalam keadaan apapun."
Sudut mata Naya berair, lidahnya kelu tak mampu menjawab permintaan sang kakek. "Kek, aku tidak mencintai dokter Wira. Bahkan sulit bagiku untuk memulai semuanya dari awal. Aku tidak ingin menyakiti dokter Wira kek. Aku tidak ingin memberikan harapan palsu kek.. "
"Kakek tidak akan memaksamu nak, pikirkan dengan matang. Bukankah cinta bisa tumbuh karena terbiasa? Cobalah buka hatimu perlahan, setidaknya bertemanlah terlebih dahulu. Pikirkan masa depanmu nak. Kakek tidak ingin kamu terpuruk dan larut dalam kesedihan yang terlalu lama."
Naya terdiam. Air matanya luruh begitu saja. "Apakah memang sudah saatnya aku melupakanmu Devan? Apakah ini memang sudah menjadi garis takdirku dengan dokter Wira? Jujur aku belum siap dengan semua ini, tapi aku juga tidak bisa mengorbankan masa depan anakku begitu saja." ucap Naya dalam hatinya.
Naya menghela nafas panjangnya. mengumpulkan sedikit demi sedikit keyakinan pada dirinya. Hingga beberapa saat kemudian ia memantapkan hatinya.
"Baiklah kek. Aku terima ajakan dokter Wira untuk menikah." ucapnya dengan suaranya yang lirih namun tegas.
Kakek tersenyum bahagia kepada Naya. Diciumnya puncak kepala Naya. "Terima kasih nak, kakek yakin pilihan kakek tidak akan pernah salah."
Tanpa mereka sadari dokter Laras mengamati Naya dan sang kakek. Tangannya mengepal, dadanya bergemuruh menahan luapan emosinya yang membuncah dalam dadanya.
"Kau ingin menikah dengan Wira? Jangan harap Naya. Selamanya Wira akan selalu menjadi milikku, sampai kapanpun itu" ucapnya dengan sorot mata yang tajam.
mereka perawat tapi sikapnya tidak mencerminkan pekerjaannya