NovelToon NovelToon
Ayudia Putri Dari Istriku

Ayudia Putri Dari Istriku

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Anak Haram Sang Istri / Romansa
Popularitas:7.4k
Nilai: 5
Nama Author: Hania

Mahardika Kusuma, seorang pengusaha sukses tak menyangka bisa dibodohi begitu saja oleh Azalea Wardhana, wanita yang sangat ia cintai sejak kecil.

"Sudah berapa bulan?"

"Tiga bulan."

Dika seketika terduduk. Dia tak mengira jika wanita yang sekarang telah resmi menjadi istrinya telah membawa benih orang lain.

"Kakak, Kalau engkau berat menerimaku, baiklah aku akan pulang."

"Tunggulah sampai anak itu lahir."

Hanya itu yang bisa Dika lakukan, tanpa ingin menyentuhnya sampai anak itu lahir.

🌺

"Lea."

"Papa salah, aku Ayu bukan mama," kata putri yang dulu pernah dia senandungkan azan di telinganya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hania, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 24: Mengganggu Ayu

*Ayudia*

Sudah kuduga kalau tante tak akan mengijinkan aku untuk menemui papa. Ini membuatku bertanya-tanya, mengapa mereka seolah tak percaya padaku. Padahal aku hanya ingin menemui papa saja.

“Bagaimana?” tanya Yosep.

“Aku hanya boleh pergi kalau papa menjemput ku di rumah.”

“Itu bagus. Berarti mereka peduli padamu.”

“Tapi apa salah kalau aku menemui papaku.”

“Tidak salah juga, sih.”

Dia tampak berfikir sejenak dengan mengatupkan bibirnya rapat-rapat sambil mengangguk-anggukkan kepala. Entah apa yang dipikirkannya. Sepertinya ada yang ingin dikatakannya padaku.

“Baiklah, aku antar kamu menemui papamu,” ucapnya.

Seketika membuatku bahagia. Aku ingin sekali memeluknya sebagai ungkapan rasa terima kasihku padanya. Saat akan melompat ke arahnya, aku pun tersadar. Ah, nanti disalah artikan. Apalagi mengingat dia pernah ingin memberiku cincin di hari ulang tahunku yang ke-17, aku urungkan niatku untuk memeluknya.

"Terima kasih, ya."

"Kita berangkat sekarang."

"Oke."

Dengan mobilnya, kita pun segera meluncur menuju hotel dimana Papa Dika menginap.

Dalam mobil, aku tertarik untuk memperhatikan nya sejenak. Aku tahu kalau dia mengkoleksi banyak wanita, tapi entah mengapa aku merasa aman jika bersamanya. Bukan karena jatuh cinta, tapi karena dia adalah orang yang asyik untuk dijadikan teman bertengkar. Hahaha….

“Kenapa senyum-senyum. Apakah kamu mulai terkagum-kagum padaku.”

“Yang benar saja. Bodoh kalau aku terkagum-kagum padamu. Karena hatimu telah sesak oleh banyak wanita. Jika aku berani masuk, akan kamu letakkan di mana diriku?”

“Di ketiakku,” ucapnya sambil tertawa terbahak-bahak.

“Tempat yang jorok, aku tak mau,” jawabku tenang.

“Begitu ya. Lalu mau kamu di mana?”

“Dalam amarahmu. Karena kita hanya teman bertengkar,” ucapku sambil tertawa senang. Dia pasti bingung akan menjawab apa untuk pernyataan kali ini.

Dia tersenyum simpul dan mengangguk-angguk. Meskipun demikian tangan dan pandangan tetap konsisten berkonsentrasi dalam mengendalikan laju mobil yang kita naiki.

“Syukurlah kalau begitu. Aku senang kalau kamu membuat pilihan hanya sebagai teman.” Jawaban yang datar.

Dia seolah kehabisan kata. Apakah dia kecewa?

“Kamu marah?” tanyaku.

Dia tertawa kecil. Membuatku bingung sendiri. Apakah ada yang salah dengan perkataanku.

“Iya. Soalnya kamu aneh.”

“Anehnya dimana?”

“Aku bilang senang, kamu artikan marah. Apa itu bukan aneh. Tanda-tanda kalau kamu mulai suka sama aku, nggak mau ditinggal olehku. Hehehe …” ucapnya dengan penuh kemenangan.

“Ih, gr banget.”

Kata-katanya sangat menyebalkan. Dia seolah-olah menyindirku, mencoba mengorek-ngorek apa yang ku rasakan di hati ini.

Apakah rasa aman dan nyaman yang aku rasakan adalah awal dari cinta. Ah, tidak. aku tak mau berfikir ke sana.

“Tapi jangan khawatir. Aku tak mungkin mengundang dirimu di hatiku. Karena Mama sudah mewanti-wanti untuk tidak jatuh cinta sama kamu. Seperti juga papamu yang melarang mu untuk jatuh cinta saat ini. Kita kuliah sampai lulus, baru memikirkan soal cinta lagi.”

Aku terperangah mendengar pernyataannya. Apakah dia benar-benar sadar atau hanya sekedar acting belaka.

“Syukurlah kalau kamu mengerti, jadi aku nggak perlu menolakmu.”

“Jangan memancing. Aku tak suka ditolak. Jika aku mau, saat ini juga kamu akan aku dapatkan.”

“Kau jangan main-main!”

Rasanya aku ingin segera berlari meninggalkannya. Jangan-jangan ia akan segera melakukan keinginannya. Untung saja kita sudah tak jauh lagi dari hotel, tempat papa menginap.

“Sudah, turunkan aku di sini!” perintahku.

Dia tak mau menanggapi keinginanku. Dia justru tertawa senang melihat kepanikan ku. Dia terus menjalankan mobil itu dengan tenang. Membawanya berbelok arah menuju jalanan yang dikelilingi oleh jajaran bunga indah di kedua sisinya. Di depan lobi, dia pun menghentikan mobilnya.

Aku segera memutar ganggang pintu, ingin segera keluar. Namun sayang, pintu ini sulit terbuka.

“Buka!” teriakku dengan panik

Namun ia tak juga membuka pintu mobilnya. Dia malah mendekatikan tubuhnya padaku.

“Ngapain kamu?”

“Sabuk pengamannya di lepas dulu, Ayudia.”

Aku pun baru sadar, kalau dia hanya menggodaku. Mengapa aku harus panik. Sampai-sampai aku lupa melepas seltbet yang masih mengikatku. Aku menjadi malu sendiri.

“Terima kasih ya,” ucapku dengan sepenuh hati.

“He…eh.”

Tapi yang tak ku ketahui, ternyata dia masih menyimpan satu rencana lagi untukku.

Dia tiba-tiba mendekap kepalaku di ketiaknya sesaat. Lalu melepaskannya segera.

“Bagaimana, wangi kan,” ucapnya sambil tertawa.

“Astaghfirullah al adzim, kamu memang kurang ajar banget.”

Aku benar-benar kesal dan marah. Berani-berani dia memperlakukan diriku seperti ini. Mana baunya bikin perutku mual.

“Aku sudah bilang kalau kamu akan ku letakkan di ketiakku. Sekarang sudah terwujud. Aku puas,” ucapnya dengan tertawa lepas.

“Awas, akan aku bilang ke Papa.”

“Katakan saja. Justru itu yang aku mau.”

Tak ada gunakan berlama-lama dengan dia. Sebagai balasan, aku pun memukulnya dadanya berulang-ulang sampai ia terkapar di kursi dan minta maaf.

“Di ulangi, tidak?”

“Ya…ya…sudah cukup. Aku minta maaf,” ucapnya dengan wajah penuh tawa.

Meskipun aku masih kesal, akhirnya aku lepaskan juga. Aku pun keluar dan membanting pintu. Mau rusak, aku tak peduli. Sepintas aku lihat dia tak mengunci pintunya namun yang tak aku mengerti, dia tak juga beranjak dari tempat semula. Bahkan mesin mobilnya tak juga dia hidupkan. Apa yang ia tunggu.

Ah, biarkan saja. Aku tak ada urusan dengannya lagi

“Papa…”

Aku bersyukur, tak perlu mencarinya lagi. Papa Dika sudah muncul di hadapanku. Aku pun segera berlari menghampirinya dan memeluknya.

“Papa, kenapa tidak mampir ke rumah tante, sih. Aku kan jadi susah.”

Papa Dika tak menanggapi ku. Dia justru berfokus pada mobil yang baru aku tinggalkan.

“ke sini sama siapa?”

Hatiku langsung mencelos. Ingat dengan kejadian sesaat lalu. Tapi mau tak mau aku pun menunjukkannya.

“Dia,” jawabku dengan kesal.

Langkah Dika tampak tenang menuju ke mobil yang tak juga beranjak dari depan lobi. Untung tak ada tamu, sehingga dia masih bisa leluasa di sana.

Waktu papa Dika mengetuk kaca mobilnya, hatiku berdebar-debar, takut terjadi apa-apa. Apa ia sudah tahu dengan apa yang terjadi denganku baru saja. Aku makin was-was saat papa Dika mengetuk pintu mobilnya. Wajahnya yang dingin membuatku takut. Apakah papa Dika benar-benar marah.

Aku melihat wajah papa Dika menjadi takut sendiri. Aku pun segera melangkah menjauh, tak ingin tahu dengan apa yang terjadi pada mereka. Meski begitu aku masih mendengar obrolan mereka  walaupun samar.

“Terima kasih, mau mengantar putriku. Tapi jangan perlakukan putriku seperti itu lagi. Kalau kamu berani lagi berbuat seperti itu, aku tak segan-segan berduel denganmu.”

“Om, apakah salah seorang kakak menggoda adiknya seperti itu?”

“Adik?”

Dika pun mengeryitkan dahi, tak percaya dengan yang baru saja didengar.

“Kamu jangan main-main. Lea hanya punya Ayudia, putriku.”

“Aku putra mama Helena.”

Dika pun tersenyum kecil. Dia sudah hampir pingsan saat mendengar Lea mempunyai anak lagi selain Ayu. Pengkhitan dengan satu putri saja, sudah membuat dirinya tersiksa, apalagi dua.

“Aku hanya ingin bukti, bukan hanya sekedar perkataan.”

“Baiklah, aku harap Om masih di sini sampai malam nanti.”

“Baiklah, aku tunggu.”

“Tapi aku punya syarat.”

“Katakan, apa syaratnya?”

“Aku perlu sample, apakah Om adalah papaku atau bukan?”

Dika pun tersenyum miring, anak ini aneh-aneh saja. Syarat yang membuatnya ragu apakah yang dikatakan lelaki ini benar atau tidak. Bahwa dia adalah kakak Ayu dari ayah yang sama namun dengan ibu yang berbeda.

“Lupakan anak muda. Sekarang pergilah jangan ganggu putriku lagi."

1
partini
egois banget,,hemmm aku esmosi bacanya Thor
partini
hemmmm
partini
lanjut Thor 👍👍👍👍
partini
di bibir bilang putriku di hati bilang apa
partini
lanjut
partini
udah di besarin dari bayi gede di bawa ke luar negeri ini keluarga bukanya terima kasih malah mau menjauh kan
partini
ini.udah beda ya Thor jujurly aku bingung
Hania: tak terlalu beda.

hanya alurnya aku buat maju.
insyaallah sama di akhirnya.
total 1 replies
Mike Shrye❀∂я
mampir akak.
mampir juga di karya aku ya🤭
partini
lanjut Thor,aku berharap perjodohan ayu ga ada Thor di ganti yg lain
partini
good story 👍👍👍👍
partini
Thor ini dari awal lagi yah,,kemarin kan ayu udah di jodohin biarpun sama ayah dika saling mencintai
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!