NovelToon NovelToon
Sisa-Sisa Peradaban

Sisa-Sisa Peradaban

Status: tamat
Genre:TimeTravel / Misteri / Zombie / Tamat
Popularitas:590
Nilai: 5
Nama Author: Awanbulan

“Dulu masalah terbesarku cuma jadi pengangguran. Sekarang? Jalanan Jakarta dipenuhi zombi haus darah… dan aku harus bertahan hidup, atau ikut jadi santapan mereka.”

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Awanbulan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

24

Tentang Gaya Hidup Malas Saya dan Peralatan Baru

"Dengan bantuan kekuatan mantra Sansekerta yang bertuah itu, cobalah hindari parangku..."

"Tidak ada pilihan. Aku mau jadi partnermu...!"

Di layar, dua pendekar saling menyilangkan pedang di benteng yang terbakar. Musik latar yang mengiringi adegan itu benar-benar membakar semangatku.

Mereka bahkan benar-benar membakar lokasi syuting. Film dari era ini memang berskala besar.

Aku tidak bisa membayangkan siapa pun selain aktor ini yang memerankan Yogyo dengan penutup mata. Aku jadi ingin mempelajari gaya Yogyo juga.

Apa sebenarnya keuntungan memiliki gagang pedang yang panjang?

Kalau aku melanjutkan latihan silat, sepertinya aku harus mencari buku-buku tentang Yogyo.

Ah, bagian itu sungguh menyentuh. Bisikan kecil, "Ayah..." benar-benar membuatku meneteskan air mata. Sayang sekali, bos terakhir yang muncul kemudian justru tertutupi oleh bayangan.

Ketika akhirnya membaca novel aslinya, aku terkejut. Ternyata “bos terakhir” itu bukan hanya bukan bos terakhir, tapi juga sangat lemah.

Sehari setelah kembali dari posko pengungsian di Banyuwangi, aku berbaring santai di ruang tamu yang nyaman sambil menonton film.

Kadang bertengkar dengan seseorang. Kadang memotong sesuatu. Kadang berjalan ke Jember. Selalu saja ada keributan di posko pengungsian.

Akhir-akhir ini semuanya terasa cukup sibuk, jadi aku pikir ini waktu yang tepat untuk benar-benar istirahat.

Aku tidak mau keluar rumah setidaknya dua hari! Persediaan makananku cukup.

Oh, tapi aku harus menyiram sayuran di kebun... Hampir saja lupa.

Untung aku ingat. Aku menanamnya secara acak, tapi senang sekali melihat tunas-tunas mulai tumbuh di dekat pohon jati belakang rumah.

Aku cuma berharap itu bukan gulma.

Eh, sebenarnya... bisa nggak ya makan gulma?

Sepertinya itu benar-benar titik butaku.

Aku jadi penasaran, apakah ada buku yang berjudul Gulma yang Bisa Dimakan?

Kurasa aku akan pergi ke toko buku di Pasar Banyuwangi lagi.

Akan lebih baik kalau tempat itu besar dan juga menjual DVD.

Makanan dan kebutuhan lain mungkin akan dijarah, tapi… siapa sih selain aku yang kepikiran untuk mengambil DVD?

Kalau kupikir-pikir, lingkungan tempat tinggalku di pinggir Banyuwangi ini lumayan beruntung juga.

Sempat terpikir untuk pergi ke perpustakaan di Taman Blambangan. Tapi, tempat itu juga dipakai sebagai posko pengungsian. Ada kemungkinan aku akan bertemu dengan harem Bos Musang dari masa lalu. Membayangkannya saja sudah membuatku malas.

Aku jelas tidak ingin terlibat, apalagi bertemu dengannya.

Paling buruk… aku bisa saja mengulang kebodohan kemarin, memukuli seseorang seperti Hadi tanpa pikir panjang.

Untuk makan siang, aku mendapat jatah dari TNI.

Nasinya dikalengkan, begitu juga dengan lauk tuna rebus.

Cukup dipanaskan sebentar dengan air panas, lalu langsung bisa dimakan.

Rasanya… enak banget!

Nasi putihnya benar-benar terasa seperti nasi biasa, bukan sekadar makanan darurat. Lauk tunanya memang agak asin, tapi justru pas sekali dimakan bersama nasi, seperti rujak soto di warung pinggir Jalan Diponegoro.

Porsinya juga lumayan besar. Sungguh luar biasa!

Wah… TNI benar-benar menakjubkan.

Tentu saja, tubuh mereka adalah modal utama, jadi wajar kalau mereka harus makan makanan yang baik dan berenergi.

Makanan militer benar-benar tidak boleh diremehkan!

Aku akan mengingatnya baik-baik, bahwa di masa mendatang aku harus lebih aktif membantu… yah, bukan berarti aku pasti akan membantu sih.

Setelah makan siang, aku berbaring dan tertidur siang.

Hmm… rasanya menyenangkan sekali.

Tapi… apakah benar-benar tidak apa-apa untuk bersikap seriang ini, sementara dunia di luar sedang kacau balau?

…Tidak apa-apa!

Yang paling bisa kulakukan sekarang hanyalah menyelinap berkeliling kota untuk mengumpulkan perbekalan.

Aku tidak punya pengetahuan medis, apalagi karisma untuk memimpin orang lain.

Lebih baik kuserahkan urusan “menyelamatkan dunia” pada mereka yang memang punya keterampilan seperti Ibu Suryani atau Kartika.

Tugasku sederhana: melakukan apa yang bisa kulakukan, lalu bertahan hidup dengan cara yang menyenangkan dan kalau bisa menarik.

Hmm, bergumam… bergumam…

Aku tertidur siang selama dua jam, lalu terbangun.

Meregangkan tubuh yang kaku, mencoba melemaskannya.

Ya, aku harus selalu tetap fleksibel.

Jika hal itu terjadi di luar, kau sudah pasti mati.

Sekarang tubuhku sudah terasa hangat, aku pergi ke kebun belakang.

Parang yang biasa kugunakan kuselipkan di pinggang, lalu aku mulai berlatih jurus silat.

Jurus duduk: melewati gerakan menghunus parang dari posisi duduk.

Tentu saja, tidak mungkin ada kesempatan untuk duduk santai sambil mengobrol dengan zombi.

Gerak kaki, ayunan pinggul, putaran pergelangan tangan, hingga alur gerakan tubuh…

Semuanya kuperhatikan dengan saksama, satu per satu, seiring berjalannya latihan.

Aku sudah bertempur berkali-kali dalam pertempuran sungguhan, meski tidak pernah ada situasi yang benar-benar khas.

Tapi itu tidak berarti latihan jurus tidak ada gunanya.

Dengan menghafal bagaimana tubuh bergerak sebelumnya, kita bisa merespons lebih fleksibel.

Semakin banyak pilihan gerakan yang dimiliki, semakin baik pula peluang untuk bertahan.

Kalau dipikir-pikir sekarang, kurasa aku seharusnya berlatih lebih keras dulu di dojo silat.

Para senior di dojo itu memang luar biasa.

Kalau seseorang sepertiku saja masih bisa hidup sampai sekarang, pasti bagi mereka hal ini terasa jauh lebih mudah.

Dulu aku sering menggunakan tongkat bambu besar, mengayunkannya seakan hanya ranting ringan di tanganku.

Mereka pasti bekerja di perusahaan keamanan.

Kalau begitu, perusahaan mana pun yang mempekerjakannya pasti benar-benar tak terkalahkan.

Baiklah, keringat sudah cukup banyak keluar, jadi kurasa latihan hari ini cukup sampai di sini.

Masih ada satu hal lagi yang harus kulakukan hari ini:

pembuatan senjata antipersonel.

Iron Boy, robot kucing tua itu, menemaniku dari sudut ruangan.

Beberapa hari lalu, aku menemukan batang-batang besi yang cukup panjang di toko perkakas di pinggir Jalan Kalilo. Aku mengambil banyak, dan sekarang saatnya mengubahnya menjadi sesuatu yang berguna.

Aku sebenarnya tidak tahu benda ini biasanya dipakai untuk apa.

Panjangnya hanya sedikit lebih panjang dari telapak tanganku, dan ketebalannya hampir sama dengan sebuah pulpen.

Langkah pertama: nyalakan api di panggangan arang biasanya kupakai untuk memanggang ikan di tepi Pantai Boom, lalu masukkan benda itu ke dalamnya.

Begitu warnanya memerah membara, kuambil dengan tang, kutaruh di atas landasan, lalu kupukul dengan palu untuk meluruskan ujungnya.

Meski saat itu masih siang, suara dentumannya terdengar cukup keras. Untung rumah ini sudah kublokade, jadi aku merasa aman.

Lagipula, kalau ada zombi yang mendekat, mereka pasti akan berisik berteriak, jadi aku bisa langsung mengetahuinya.

Ngomong-ngomong, landasan ini… entah kenapa ada di gudang rumah kami.

Apa itu peninggalan ayahku, ya?

Setelah diregangkan sampai batas tertentu, benda itu kemudian didinginkan dan diasah dengan batu asah yang biasanya kupakai untuk merawat mesin pertanian.

Tanpa banyak berpikir, aku terus mengasahnya selama beberapa waktu.

Perlahan-lahan bentuknya mulai terlihat.

Hasilnya memang pekerjaan amatir, tapi… jujur saja, tampilannya cukup bagus.

Bo-u-shu-ri-ken (robot kucing generasi lama).

Gaya silat yang kupakai punya variasi teknik shuriken yang luar biasa:

melempar dari depan, dari belakang, bahkan untuk serangan mendadak.

Untuk bisa memanfaatkannya lebih jauh, aku pun menciptakan peralatan baru ini.

Shuriken terbaik tentu saja yang berbentuk empat atau delapan sisi, lebih autentik dan seimbang.

Sayangnya, seorang amatir sepertiku jelas tidak bisa membuatnya.

Keseimbangan berat badanku memang kurang baik, tapi kupikir masih bisa kuatasi dengan kekuatan lengan.

…Semoga saja aku berhasil.

Aku melemparkan hasil buatanku ke papan yang kusandarkan pada dinding.

Cara melemparku tidak seperti gaya berputar yang sering terlihat di film-film.

Yang kupakai adalah pukulan langsung shuriken meluncur lurus tanpa rotasi.

Jangkauannya memang lebih pendek, tapi karena tujuan utamanya hanyalah sebagai alat pencegah, itu sudah cukup baguku.

Aku memperbaiki posisi sikuku, lalu melemparkan shuriken hanya dengan ayunan lengan.

Benda itu menancap ke papan dengan bunyi klik pelan.

Setelah melempar beberapa kali, aku mulai mendapat gambaran umum tentang kekuatannya.

Cukup kuat untuk menembus pelat tipis pada jarak lima meter.

Hmm… cukup bagus.

Jujur saja, merepotkan sekali jika harus selalu menghunus parang.

Kalau senjata ini bisa digunakan untuk menetralkan lawan dari jarak jauh, itu akan sangat membantu.

Lagipula, jika anggota badan musuh tertusuk, semangat juangnya pasti akan terkuras.

Sayangnya… semua itu tidak berlaku untuk zombi.

Aku langsung memotong ikat pinggang ayahku, lalu membuat gantungan sederhana yang bisa kupakai di pergelangan tangan.

Kalau hanya kusimpan di dalam rompi, aku takut senjata itu bisa melukai tubuhku sendiri kalau aku terjatuh.

Akhir-akhir ini pikiranku memang semakin condong ke arah pertempuran.

Yah, tidak apa-apa.

Bukan salahku! Ini salah mereka—merekalah yang menantangku lebih dulu!

Aku yakin begitu.

…Mungkin.

Baiklah, pekerjaan hari ini selesai!!

Sekarang saatnya pulang, menonton film, lalu tidur dengan tenang.

Tapi… film yang baru saja kutonton masih terasa membakar jiwa pendekarku yang rapuh.

Hmm, kalau begitu, mari kita fokus ke drama sejarah saja.

Pertanyaannya… harus pilih yang mana?

Apakah aku menonton kisah tentang pendekar legendaris yang mendorong kereta dorong di Pantai Boom?

Atau kelompok terkenal dengan jubah berpola batik yang kadang muncul begitu ikonik?

Ah, dilema yang menyenangkan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!