Harusnya, dia menjadi kakak iparku. Tapi, malam itu aku merenggut kesuciannya dan aku tak dapat melakukan apapun selain setuju harus menikah dengannya.
Pernikahan kami terjadi karena kesalah fahaman, dan ujian yang datang bertubi-tubi membuat hubungan kami semakin renggang.
Ini lebih rumit dari apa yang kuperkirakan, namun kemudian Takdir memberiku satu benang yang aku berharap bisa menghubungkan ku dengannya!
Aku sudah mati sejak malam itu. Sejak, apa yang paling berharga dalam hidupku direnggut paksa oleh tunangan adikku sendiri.
Aku dinikahkan dengan bajingan itu, dibenci oleh keluargaku sendiri.
Dan tidak hanya itu, aku difitnah kemudian dikurung dalam penjara hingga tujuh tahun lamanya.
Didunia ini, tak satupun orang yang benar-benar ku benci, selain dia penyebab kesalahan malam itu.~ Anja
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atuusalimah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bagian 7, part 5
Anja sudah diboyong pergi ke kediaman Tias, masih tak mau bicara karena terlalu syok. Sementara, kemarin Silvi terus-terusan mengatakan ia yang membunuhnya.
Suasana semakin kacau, orang-orang sibuk berlalu lalang, suara sirine terdengar dihalaman, garis polisi juga sudah melintang disekitar lokasi kejadian.
Petugas datang, sebagain masih berlalu lalang memperhatikan setiap detail ruangan, mengantisipasi kalau-kalau ada bukti yang masih tertinggal.
Satu orang polisi meninggalkan ruang dapur itu, melepaskan sarung tangan hitamnya kemudian bertanya akan saksi kejadian. Tidak ada siapa-siapa selain mereka berdua saat kejadian itu, karena Anja sekarang statusnya sebagai tersangka, jadi Silvi dimintai keterangan.
"Maaf mengganggu istirahatnya nona, saya ingin bertemu untuk mengajukan beberapa pertanyaan!" Polisi ber name tag Rio itu masih berbicara dengan nada sopan.
Tubuh Silvi yang terlihat lemah didudukan, sekuat tenaga pak Surya menasehatinya untuk tetap dalam posisi tenang.
Rio mengambil tempat duduk dengan posisi bersebelahan dengan meja sebagai pembatas diantara keduanya. Tatapan matanya yang tajam menghujam wanita yang ada dihadapannya.
"Anda tentu kenal dengan saudari Sumi yang meninggal malam tadi?" Silvi mengangguk
"Bi Sumi bekerja disini sudah dua belas tahun, beliau orang yang baik. Saya sudah menganggap beliau sebagai orang tua saya sendiri." terangnya dengan suara lemah.
"Pada saat itu, benar Anda sedang ada dilokasi pembunuhan?" Silvi mengangguk, air matanya mulai berderai. Tetapi, keadaannya yang tenang sama sekali tak melahirkan kecurigaan petugas itu.
"Ibu anda menelpon kantor, mengatakan anda yang telah bersaksi, jadi harap bekerjasama agar penyelidikan ini lancar!"katanya dengan suara menggugat.
Silvi tertunduk, nyalinya sedikit ciut.
"Saudari Anja, bagimu siapa?"
"Kakak saya!"
"Bagaimana cara dia melakukan pembunuhan?"
"Dia tidak sengaja melakukannya,"bela Silvi mulai terisak.
"Saya bertanya bagaimana cara dia melakukan pembunuhan?" ulang Rio dengan suara bentakan. Tubuh Silvi terperanjat kaget, namun pikirannya selalu diingatkan agar selalu tenang.
"Dia melakukannya dengan pisau buah,"
Rio diam sejenak, luka itu tidak mengenai organ vital, seharusnya memang tidak berakibat fatal. Menurut pihak yang melakukan otopsi, meninggalnya korban kemungkinan karena syok dan serangan jantung.
"Tadi anda mengatakan saudari Anja tidak sengaja melakukannya? Tidak sengaja bagaimana?" selidik Rio, matanya terus memperhatikan gerak-gerik lawan bicara untuk mencari celah kebohongan dalam gestur tubuhnya. Nihil, tak ada hal aneh apapun mau dalam jawaban atau nada suaranya.
"Kakak saat itu dalam keadaan marah, karena begitu datang aku memeluk suaminya,"
"Apa Anda mengatakan motif pembunuhan karena cemburu?"
Tebak Rio, namun pikirannya bertanya apa yang menjadi sebab kecemburuan itu.
"Suami kak Anja mantan tunangan saya," tambah Silvi kemudian menjelaskan situasinya.
Rio manggut-manggut," Ada yang ingin anda jelaskan?"
"Kakak marah pada saya. Saya yang saat itu mau ditusuk, hanya saja bi Sumi menghalanginya. Ja-jadi, kakak benar-benar tidak berniat membunuh bi Sumi!" Rio menatap curiga, begitu dia menangkap keraguan pada getar suara lawan bicaranya.
"Cctv didapur rusak, tapi dalam kamera pengintai dari ruang tamu pada saat itu Anda yang menarik tangan tersangka menuju dapur!"kecam Rio melayangkan gugatan,
Hanya saja, ini bagian yang paling dipersiapkan. Silvi berhasil menjawab dengan tenang bahwa ia hanya ingin berbincang.
"Saya juga tidak menduga ini akan terjadi, saya tidak tau kedekatan saya dengan kakak ipar akan meninggalkan dendam,"tutup Silvi kemudian.
"A-apa masih ada yang ingin bapak tanyakan? Saya masih benar-benar syok, saya ingin istirahat!"
Rio mengangguk mempersilahkan, tetapi sebelum itu dia meminta keterangan saksi lainnya.
Barang bukti dan keterangan saksi jelas mengarah pada Anja, motifnya juga hal yang biasa ia temui. Hanya saja dia belum yakin karena cctv dibagian dapur rusak, sementara posisi dalam kejadian juga tidak terjangkau oleh pengintai ruang tamu.
Begitu selesai mendapat barang bukti dan berbagai keterangan dari saksi, lelaki dengan usia empat puluh tahun itu meluncur ke kediaman Tias. Petugas itu membawa beberapa rekannya, dengan tak sabar menggedor-gedor pintu dengan sangat keras.
"Selamat sore, saya datang membawa surat penangkapan atas nama saudari Anja. Boleh saya masuk?" Katanya restoris.
Mereka semua menyerobot masuk bahkan saat pak Tias belum mengangguk mengiyakan.
"Anak saya tidak bersalah, apa bapak sudah menyelidikinya dengan jelas?"
"Bersalah atau tidaknya, dia nanti yang akan menjelaskan dikantor polisi!"jawab Rio setengah membentak. Matanya menggeledah seluruh penjuru ruangan.
"Dimana dia?" Bentaknya tak sabar. Semua orang diam.
"Saya tidak akan bersikap sopan jika kalian terus menyebunyikannya!" Ancam Rio. Tubuh Bu Niar gemetar karena lemas, sementara pak Tias mencoba mengendalikan diri untuk tetap tenang.
Para pembantu diruang belakang tak ada yang berani bersuara, menyembunyikan keingin Tahuan mereka dengan berpura-pura sibuk.
Reka baru bangun dari tidur siang saat itu. Ia terkejut sekaligus kebingungan dengan suasana yang tiba-tiba mencekam. Namun begitu kesadarannya perlahan pulih, dia memang sudah menebak hal ini akan terjadi. Walau istrinya tak melakukan kesalahan paling tidak dia akan dimintai keterangan untuk menjadi saksi.
"Anda suami dari saudari Anja?" Reka mengangguk polos.
"Dimana sekarang dia?"dengan sisa kesadarannya, pria itu menunjuk keberadaan kamar Anja. Setelah itu, suara langkah kaki yang menyerbu juga gemerincing suara senjata ditubuh mereka terdengar beriringan menaiki tangga.
percakapan terpanjang antara Anja dan Reka hehe
semangat sembuh Anja...