Raffaele Matthew, seorang Mafia yang memiliki dendam pada Dario Alexander, pria yang ia lihat telah membunuh sang ayah. Dengan bantuan ayah angkatnya, ia akhirnya bisa membalas dendamnya. Menghancurkan keluarga Alexander, dengan cara membunuh pria tersebut dan istrinya. Ia juga membawa pergi putri mereka untuk dijadikan pelampiasan balas dendamnya.
Valeria Irene Alexander, harus merasakan kekejaman seorang Raffaele. Dia selalu mendapatkan kekerasan dari pria tersebut. Dan harus melayani pria itu setiap dia menginginkannya. Sampai pada akhirnya ia bisa kabur, dan tanpa sadar telah membawa benih pria kejam itu.
Lalu apakah yang akan dilakukan Valeria ketika mengetahui dirinya tengah berbadan dua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lovleyta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24. Panas
"Tuan Raffaele selamat datang di pesta perayaan ulang tahun putri saya." Si pemilik acara menghampiri Raffaele yang tengah duduk bersama Gilbert. Pria paruh baya itu datang bersama putrinya.
Terlihat sekali pria tersebut ingin memperkenalkan putrinya pada Raffaele dan memiliki niat terselubung.
"Alexa, ini tuan Raffaele. Ayo sapa dia, karena dialah perusahaan Papa bisa berkembang seperti sekarang ini." Ujar Nico.
Si perempuan itu pun menurut. Mulai mendekat dan mengulas senyumnya untuk diperlihatkan pada sosok pria tampan nan gagah di hadapannya sekarang ini. Tangannya terulur, untuk sepersekian detik Raffaele memperhatikan uluran tangan itu tanpa minat. Namun, demi menjaga nama baiknya, pria tersebut membalasnya. Dan turut membalas senyuman putri dari kolega kerjanya.
"Salam kenal tuan Raffaele. Saya Alexa." Perempuan itu mulai memperkenalkan diri.
"Salam kenal." Jawab Raffaele hanya seperlunya.
Setelahnya, tak ada pembicaraan lagi. Karena Raffaele juga bukan orang yang suka berdekatan dengan banyak wanita. Ia sama sekali tidak ada minat pada putri koleganya ini. Di dalam pikirannya saat ini, malah berkeliaran wajah Valeria. Wanita yang saat ini berada di Mansionnya.
"Tuan Raffaele, bisa kita mengobrol? Saya ingin bertanya-tanya soal bisnis dengan Tuan." Ujar Nico, di sampingnya Alexa masih ada. Tengah mengumbar senyum ke arah Raffaele, namun pria tersebut tak mengindahkannya.
"Apakah akan ada proyek baru?" Tanya Raffaele, alisnya sedikit menekuk.
"Iya tuan. Sekaligus ada hal penting yang ingin saya sampaikan. Jadi, lebih baik kita bicara di ruangan yang sudah saya siapkan saja." Balas Nico.
"Baiklah." Raffaele menyanggupi.
Sebuah ulasan senyum muncul pada bibir pria paruh baya itu. "Mari tuan ikut saya."
Nico dan putrinya sudah berjalan lebih dulu. Sedangkan Raffaele masih duduk di kursinya, kemudian baru berantak setelah menghabiskan minumannya. Namun tak sengaja pandangannya menangkap kepergian Brian, dengan seseorang yang tak terlihat wajahnya itu. Hanya punggung saja yang dapat Raffaele lihat. Ia memicingkan matanya.
"Kenapa aku tidak asing dengan perawakan pria di samping kakak wanita itu?" Gumam Raffaele.
Gilbert mengikuti arah pandang tuannya. "Apa ada yang harus saya selidiki tuan?"
Pertanyaan dari Gilbert menyadarkan Raffaele. Pria itu menggeleng.
"Tidak perlu. Kamu ikut denganku saja sekarang. Entah apa yang akan pria itu bicarakan, tapi aku sudah mencium bau yang aneh darinya." Ujar Raffaele.
"Maksudnya tuan?" Bingung Gilbert.
"Nanti kamu akan tahu sendiri." Jawab Raffaele.
...****...
Mereka berempat sudah saling berkumpul. Awalnya Nico meminta agar hanya bertiga saja tanpa Gilbert di ruangan ini. Karena apa yang akan disampaikannya bersifat pribadi. Namun Raffaele menolak berbicara jika tidak ada Gilbert juga di ruangan ini. Jadi, mau tidak mau Nico mengalah.
"Jadi? Tuan Nico ingin membicarakan tentang apa selain bisnis yang sudah kita sepakati tadi?" Ujar Raffaele yang sudah tidak ingin berlama-lama berada di sana.
"Begini tuan Raffaele. Saya... saya ingin menawarkan sebuah pernikahan pada tuan Raffaele." Nico mengatakannya dengan keraguan, takut jika pria di hadapannya ini marah.
Raffaele lantas tersenyum bengis, namun samar. Ia menoleh menyamping sejenak. Sebelum kembali lagi menatap Nico dan putrinya. Dugaannya memang tidak pernah meleset.
"Pernikahan untuk siapa?" Tanya Raffaele pura-pura tidak tahu.
"Untuk tuan Raffaele dan putri saya Alexa." Jawab Nico.
Atmosfer di ruangan itu berubah. Diamnya Raffaele mengubah suasana dalam ruangan itu seketika. Nico menunggu jawaban dari Raffaele dengan pias dan cemas.
"Maaf tuan Nico, saya belum ada niatan untuk menikah. Status seperti itu hanya membuat saya nantinya pusing." Ujar Raffaele.
"Tapi, saya pastikan jika tuan mau menikah dengan putri saya ini. Dia tidak akan membuat tuan Raffaele pusing, dia perempuan yang penurut." Masih saja Nico berupaya membujuk Raffaele.
"Iya tuan Raffaele, saya tidak akan membuat tuan merasakan pusing ataupun kerepotan jika menikah dengan saya." Kali ini Alexa mencoba ikut merayu. Dengan suaranya yang dibuat sok lembut dan manja.
Mual rasanya Raffaele melihat dan mendengar tingkah perempuan di depannya ini. Sungguh bukan seleranya. Berbeda dengan dirinya ketika melihat Valeria. Meskipun wanita itu hanya sering menangis dan memperlihatkan wajah sedihnya, tapi sudah mampu membuat dirinya bangkit.
Sial!
Mendadak badannya panas. Hanya membayangkan Valeria saja dirinya sudah merasakan seperti ini.
Tapi tunggu! Kenapa rasanya ada yang aneh? Raffaele melonggarkan dasinya yang terasa mencekik di lehernya. Rasa panas dalam tubuhnya semakin menjadi. Ada gelora aneh pada tubuhnya saat ini.
Tatapan Raffaele berubah tajam ke arah Nico dan putrinya. Nico yang ditatap seperti itu merasa kebingungan. Ia tidak mengetahui apa-apa. Tapi cara memandang Raffaele sungguh menyiratkan kemarahan padanya saat ini. Apakah pria ini marah karena sebuah tawaran pernikahan tadi?
"Ada apa tuan Raffaele? Anda baik-baik saja?" Tanya Nico.
Tapi yang ia dapatkan adalah senyuman miring dari Raffaele. Seakan tengah mengejeknya.
"Apa yang sudah Anda campurkan di minuman saya ini?" Tanya Raffaele dingin.
Nico memicingkan matanya. Pria itu kebingungan dengan maksud Raffaele. Lantas pandangannya beralih ke minuman Raffaele.
"Saya tidak mencampurkan apapun tuan." Balas Nico.
"Bohong!" Bentak Raffaele.
"Tubuh saya panas sekarang ini. Apakah Anda mencampurkan obat perangsang agar bisa menjebak saya supaya tidur dengan putri Anda?" Imbuhnya dengan kilatan amarahnya.
Tentu saja Nico menggeleng. Ia tak merasa dan tak pernah ada niatan seperti itu. Lalu Nico menoleh ke putrinya yang kini menundukkan kepalanya dalam. Sekarang ia tahu siapa yang melakukannya. Pria itu menggeleng tidak habis pikir.
"Tuan. Maafkan saya, saya benar-benar tidak mengetahui jika dalam minuman tuan diberikan obat seperti itu." Penyesalan Nico.
Brak!
Raffaele menendang meja di depannya. Membuat Nico dan Alexa kaget dengan tindakan tersebut. Terutama Alexa yang kini tubuhnya gemetar ketakutan.
"Saya tahu akal licik kalian berdua. Jangan kira saya ini bodoh, kalian melakukan hal gegabah ini malah sama saja sedang menghancurkan bisnis anda tuan Nico." Ujar Raffaele penuh peringatan.
"Gilbert ayo cepat pergi dari tempat ini. Dan urus penarikan kerja sama antara perusahaanku dengan perusahaan milik tuan Nico ini. Dia sudah berbuat kelewat batas!" Lanjutnya. Nico ketakutan, pria itu menggeleng berulang kali.
"Akan saya lakukan tuan. Mari saya bantu." Gilbert sudah akan membantu Raffaele yang keadaannya sedikit tidak karuan, efek dari obat yang dicampur pada minumannya.
"Tidak! Jangan batalkan kerja sama kita tuan Raffaele. Saya mohon." Nico tiba-tiba bersimpuh di bawah kaki Raffaele.
"Maafkan kesalahan kami." Sambungnya lagi.
"Tidak ada kata maaf yang saya terima jika sudah melakukan kesalahan sebesar ini. Anda pikir saya akan begitu bodohnya tidur dengan putri Anda ini?"
"Cih... dia bukan selera saya. Jauh sekali dari selera saya!" Sindir Raffaele.
"Ayo Gilbert jalan!" Titah Raffaele pada anak buahnya.
Sementara Nico masih bersimpuh di lantai, dengan kemarahan yang membumbung tinggi untuk putrinya yang sudah melakukan kesalahan sebesar ini.
"Kamu bodoh Alexa! Kamu mau menghancurkan kakir Papa? Iya? Kamu mau kita jatuh miskin?" Bentak Nico.
"Tidak Papa, maaf... maafkan Alexa. Aku hanya ingin membantu Papa melancarkan rencana." Balas Alexa.
"Bodoh!"
"Melancarkan rencana apa maksudmu? Kamu malah menghancurkannya!" Murka Nico, dan Alexa hanya bisa menangis dan menunduk.
"Sialan! Ini panas sekali." Sementara Raffaele di dalam mobil terus mengontrol dirinya.
"Gilbert lebih cepat lagi. Obat yang diberikannya benar-benar membuatku gila!" Ujar Raffaele.