Arunika terjebak di dalam dunia novel yang seharusnya berakhir tragis.
Ia harus menikahi seorang Dewa yang tinggal di antara vampir, memperbaiki alur cerita, dan mencari jalan pulang ke dunia nyata.
Tapi... ketika perasaan mulai tumbuh, mana yang harus ia pilih—dunia nyata atau kisah yang berubah menjadi nyata?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ryuuka20, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24. Rahasia dibalik Sang Raja Sakha
"Kau tahu, sejak ayah kembali... semua terasa berbeda," gumam Pangeran Hars dengan nada rendah.
Pangeran Crish mengangguk, menatap Mark, "Dulu, Ayah adalah raja yang bijak, penuh kasih. Sekarang... lihatlah dia, begitu kejam memerintah rakyat tanpa ampun. Bahkan rakyat pun mulai takut menyebut namanya."
Pangeran Mark yang diam mendengarkan, mengepalkan tangannya, matanya menatap kosong ke lantai. Hatinya dipenuhi tanya—apakah benar ini Raja Sakha yang dulu mereka kenal?
"Dan sekarang... kita kehilangan jejak Putri Arunika dan anak-anaknya. Siapa yang menyembunyikan mereka?" suara Pangeran Joshua semakin mencurigai, berhenti tepat di depan Jonathan yang terdiam.
"Kau, Jonathan... apa kau tahu sesuatu?" desaknya.
Jonathan yang tampak gugup menggeleng, "Aku... aku tidak tahu! Aku bukan siapa-siapa! Aku lemah di antara kalian semua!"
"Tapi kau yang paling sering menghilang saat perang..." bisik Jessen dengan tatapan tajam.
Semua mata tertuju pada Jonathan, membuatnya terpojok, wajahnya pucat, sementara di dalam hatinya, ia tahu benar siapa yang sebenarnya menyembunyikan Arunika dan anak-anaknya...
Sementara itu, di istana, Raja Sakha duduk di singgasananya dengan aura mengerikan. Tatapannya dingin, perintahnya kejam. Tak ada belas kasihan bagi rakyat yang melanggar, bahkan anak-anak yang tak bersalah pun dihukum tanpa ampun.
Pangeran Mark yang menyelidiki diam-diam mulai merasakan sesuatu yang tidak wajar. "Ini bukan Ayah... ada sesuatu yang salah," bisiknya pelan sambil membaca gulungan tua di perpustakaan rahasia istana.
Ramalan itu terngiang di kepalanya:
"Ketika raja gelap bangkit, darah manis keturunan surga akan menghilang, dan dunia akan berada di ambang kehancuran."
Pangeran Mark menggertakkan giginya. Ia harus menemukan Arunika dan anak-anak mereka... sebelum segalanya terlambat.
...****************...
Suara langkah kaki yang berat terdengar mendekat ke ruang pertemuan para pangeran. Pintu kayu besar dengan ukiran naga itu berderit pelan, lalu terbuka dengan suara gemeretak yang menegangkan.
Sosok Raja Sakha berdiri di sana, siluetnya membayangi ruangan, matanya tajam, penuh wibawa... namun dingin seperti es.
"Ada apa, anak-anakku?" ucapnya dengan suara dalam yang bergetar di setiap hati mereka.
Keenam pangeran terdiam, saling melirik dengan waspada. Tak ada yang berani bicara lebih dulu.
"Kenapa kalian menatapku seperti itu?" tanyanya lagi, nadanya meninggi, seolah membaca pikiran mereka satu per satu.
Mark, dengan napas berat, akhirnya angkat bicara. "Kami hanya... memikirkan tentang kerajaan, Ayah."
"Kerajaan sudah aman di tanganku. Kalian hanya perlu melakukan perintahku," balas Raja Sakha dengan tegas, suaranya penuh kekuasaan, tapi ada getaran aneh di dalamnya—gelap dan dingin, bukan suara yang mereka kenal dari sang Ayah yang dulu penuh kasih.
Pangeran Jonathan menunduk, menyembunyikan wajahnya yang pucat. Pangeran Joshua menahan nafas, dan Pangeran Jessen berusaha tetap tenang, padahal tubuhnya menegang.
Sementara itu, Pangeran Rush dan Crish saling pandang, seolah ada pertanyaan yang tak terucap: "Apakah ini benar-benar Ayah kita?"
Senyum samar terlukis di bibir Raja Sakha, sebuah senyum yang tidak mereka kenali, penuh teka-teki, seolah menyimpan rahasia besar.
"Sudahlah... jangan terlalu banyak berpikir. Kalian hanya perlu... setia."
Pangeran Mark mengepalkan tangan, wajahnya penuh tekad. "Aku akan mencari tahu... siapa dia sebenarnya."
Raja Sakha berdiri mematung di depan Pangeran Mark. Matanya menyipit penuh kemarahan, lalu perlahan, ia tersenyum dingin—senyum yang bukan lagi milik sang ayah yang mereka kenal.
"Dimana istrimu dan lima pangeran kita?" tanyanya, suaranya serak, seperti desiran angin malam yang menusuk tulang.
Pangeran Mark menunduk, suaranya pelan, menahan gejolak di dadanya. "Mereka hilang, Ayah..."
BRUK!
Seketika itu juga, Raja Sakha menghentakkan langkah, maju mendekat dengan cepat, dan mencengkeram leher Pangeran Mark. Semua pangeran lain terperanjat, tubuh mereka menegang, namun tak ada yang berani mendekat.
"Kau tak bisa menjaga darah manis itu dengan baik!"
Cengkeramannya kuat, mengangkat Mark beberapa senti dari lantai. Matanya membara, penuh kemarahan yang membara seperti api.
Mark terbatuk, wajahnya memerah, tangannya berusaha melepaskan cekikan itu, tapi kekuatan Raja Sakha begitu besar, seolah semua energi kehidupan mengalir padanya.
Joshua, Hars, Jessen, Rush, dan Crish hanya bisa terdiam, terpaku pada pemandangan di hadapan mereka. Mereka saling pandang, kebingungan, ketakutan, dan curiga bercampur jadi satu.
"Ayah, tolong hentikan!" seru Joshua akhirnya, berusaha maju, namun tatapan tajam Raja Sakha membuatnya mundur dengan gemetar.
Dalam napas terengah, Mark berkata dengan suara terbata, "Mereka... aman... aku akan... menemukan mereka..."
Mendengar itu, Raja Sakha akhirnya melepaskan cengkeramannya, membuat Mark terjatuh di lantai, terbatuk-batuk sambil memegangi lehernya yang merah membiru.
"Kau harus temukan mereka... atau seluruh kerajaan ini akan hancur." desis Raja Sakha sebelum berbalik meninggalkan mereka, jubahnya berkibar, membawa aura gelap yang menggantung di ruangan itu.
Suasana menjadi hening, hanya suara napas berat Mark yang terdengar, sementara adik-adiknya menatapnya dengan tatapan penuh tanya—Apa sebenarnya yang sedang terjadi?
Raja Sakha berhenti di ambang pintu, menoleh setengah, matanya gelap seperti malam tanpa bintang.
"Kau hanya keturunan Dewa Langit Malam... kekuatanmu hanya ada di malam hari."
Suaranya tajam seperti pedang yang menyayat.
Pangeran Mark hanya berdiri diam, matanya membara namun bibirnya terkatup rapat.
"Takdirmu sudah terikat dengan gadis berdarah manis itu... dan kau?"
Raja Sakha melangkah maju, suara sepatunya menggema di ruangan besar yang dingin. Ia berhenti tepat di hadapan Mark, wajah mereka hampir bersentuhan, nafas dinginnya mengaburkan udara.
"Kau mencintainya? Dan... melanggar janji kita?"
Ruangan itu hening. Angin malam seolah berhenti berhembus, waktu pun terasa membeku. Semua pangeran terdiam, menahan napas.
Pangeran Mark menatap lurus ke mata ayahnya, tangannya mengepal. Darah di nadinya mendidih, dan di dadanya, terngiang suara Arunika, senyum Arunika, dan suara anak-anaknya yang riang.
Dengan suara yang berat, penuh tekad, ia berkata:
"Jika mencintainya adalah kesalahan... maka biarlah aku salah."
Mata Raja Sakha membelalak, namun sekilas senyum tipis—entah hinaan atau pengakuan—tersungging di bibirnya.
"Kau lemah, Mark... terlalu lemah."
Dan dalam sekejap, Raja Sakha menghilang, meninggalkan ruangan dengan aura gelap yang semakin pekat.
Mark terdiam, wajahnya gelap, tetapi matanya penuh dengan tekad yang membara. Para pangeran lain hanya saling pandang—mereka semua tahu, perang baru saja dimulai.
Raja Sakha menghilang di balik pintu besar yang menutup perlahan dengan dentuman berat. Aura gelap masih menggantung di udara, membuat semua pangeran merasa sesak.
Pangeran Mark terduduk, lututnya menyentuh lantai, matanya terpejam erat, bibirnya menggigil, dan tangannya mengepal kuat hingga ruas-ruas jarinya memutih.
Pangeran Joshua mendekat dengan napas terengah, "Kakak... apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa ayah menuduhmu?" Suaranya penuh tuntutan.
Pangeran Jessen ikut maju, suaranya mendesak, "Janji apa yang kau buat dengan ayah? Katakan padaku, Kak!"
Ceritanya juga keren, semangat terus ya. 😉