NovelToon NovelToon
Sulastri, Aku Bukan Gundik

Sulastri, Aku Bukan Gundik

Status: sedang berlangsung
Genre:Pelakor / Cerai / Penyesalan Suami / Era Kolonial / Balas Dendam / Nyai
Popularitas:6k
Nilai: 5
Nama Author: Anna

“Sekarang, angkat kakimu dari rumah ini! Bawa juga bayi perempuanmu yang tidak berguna itu!”

Diusir dari rumah suaminya, terlunta-lunta di tengah malam yang dingin, membuat Sulastri berakhir di rumah Petter Van Beek, Tuan Londo yang terkenal kejam.

Namun, keberadaanya di rumah Petter menimbulkan fitnah di kalangan penduduk desa. Ia di cap sebagai gundik.

Mampukah Sulastri menepis segala tuduhan penduduk desa, dan mengungkap siapa gundik sebenarnya? Berhasilkah dia menjadi tengkulak dan membalas dendam pada mantan suaminya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sulastri 23

Tangis kecil Anne bergema di kamar bernuansa merah muda, tangan mungilnya mengayun di udara, kakinya menyentak gelisah sprey bercorak bunga kamboja.

Si kecil itu sudah pandai merajuk tiap akan ditinggal pergi bukan hanya ibunya tapi seiisi rumah, membuat semua orang gemas dengan tingkahnya.

Sulastri masih menenangkan putrinya dengan senandung halus, sambil menyelesaikan kepangannya, saat Mbok Sum datang membawa sebotol susu.

“Aduh … Noni ciliknya Mbok’e ngantuk, ya?” ujarnya sembari meraih Anne ke gendongannya.

Wanita itu kemudian tersenyum, matanya berbinar kagum saat melihat Sulastri yang sedang merapihkan penampilannya di depan cermin.

“Ayune ... koyo gadis,” celetuknya, membuat Sulastri tersipu malu seketika. “Jangan lupa beli kendinya dua, Nduk.”

“Yang kecil atau besar, Mbok, kendinya?” tanya Sulastri.

“Yang besar sekalian saja.” Mbok Sum lalu menyodorkan beberapa lembar uang, “Ini uangnya, belikan juga Noni boneka.”

Sulastri berpikir sejenak, alisnya mengerut tipis. “Kemarin ‘kan Dokter Anderson baru membelikan boneka yang sama dengan milik Maria, Mbok?”

Mbok Sum menggoda Anne sejenak, lalu kembali menatap ke arah Sulastri. “Anne sepertinya kurang suka, tiap si Mbok tunjukkan dia tidak mau tertawa, belikan saja boneka hewan, seperti yang dibawa Petter minggu lalu, Anne lebih suka itu.”

Sulastri mengangguk mengerti, lalu memasukkan uang kertas yang diberikan Mbok Sum ke dompet kecilnya. Kebutuhannya dan Anne selama ini memang Mbok Sum yang menanggung, dari membeli pakaian sampai hal terkecil wanita sepuh itu yang menyiapkan.

Sulastri kemudian beranjak dari depan kaca, lalu mencium Anne, membuat bayi yang hampir terlelap itu kembali terusik.

Mbok Sum memukul kecil pundak Sulastri, bibirnya terkatup sembari melotot. “Nanti nangis lagi!” gumamnya pelan.

Sulastri tertawa nakal. “Ya sudah, Lastri pergi dulu, ya, Mbok?” pamitnya.

“Iya, sudah sana, Petter juga sepertinya sudah menunggu di depan.”

Di halaman, Petter sedang memanaskan mobil pickupnya, laki-laki itu seketika terpana saat melihat Sulastri keluar dari dalam rumah dengan menenteng tas belanjaan dan sendal teklek.

Wanita itu begitu anggun, dengan kebaya coklat muda dan jarik lurik warna senada. Rambut hitamnya di kepang rapih, membuat tampilannya bak gadis remaja.

Laki-laki itu masih membeku di belakang kemudi saat Sulastri sudah duduk di kursi penumpang.

“Kita berangkat sekarang, Meneer?” serunya pelan.

Petter tergagap seketika, matanya menatap sekitar tangannya sibuk membenarkan kaca spion—salah tingkah. Ia kemudian mulai melajukan pickupnya meninggalkan halaman rumah yang mulai sibuk dengan para pekerja.

Di perjalanan, Petter berulangkali mengusap wajahnya, ekor matanya terus-terusan melirik atau dengan sengaja menoleh—mencuri pandang wanita ayu di sebelahnya.

Sulastri membuka kaca mobilnya, membiarkan aroma tanah bekas di bajak kerbau bercampur aroma segar jerami basah yang tercecer di sepanjang jalan, menguar ke indra penciumannya.

Sesekali wanita ayu itu mendongak sembari memejamkan mata, seolah ingin menghirup habis udara segar alam desa. Kulitnya yang sawo matang mengilat tertempa temaram matahari pagi yang hangat.

Petter menelan ludah kasar, wajahnya memerah, ia kemudian menunduk kecil—menyembunyikan senyum nakal yang tergaris di wajah tampannya.

Laki-laki itu kemudian berdehem kecil, membuyarkan pikiran yang nyaris merusak konsentrasinya.

“Ehm … Anne sepertinya menangis tadi, saat kita berangkat?”

Sulastri menengok sekilas, lalu kembali menatap lurus. “Dia sudah makin pintar sekarang, susah sekali tiap mau ditinggal pergi.”

“Apa kita perlu menambah orang untuk membantu menjaganya?”

“Hah …!” Sulastri terperangah, matanya memicing sedikit tak mengerti.

Petter melihat kanan-kiri, fokus pada jalanan yang sudah mulai ramai. “Kau sekarang sibuk membantu mengurus panenan, tentu akan kerepotan menjaga Anne sendirian.”

Sulastri memperhatikan Petter, matanya mengerjap pelan. “Bukankah sudah ada Mbok Sum.”

“Mbok Sum itu sudah tua, kondisinya tidak selalu baik. Kalau kau mau, aku akan mencarikan satu orang untuk membantumu.”

Sulastri menggeleng pelan. “Tidak perlu, saya saja hidup masih bergantung pada Meneer dan Mbok Sum, bagaimana bisa memperkerjakan orang?”

Petter tersenyum kikuk, netranya menatap Sulastri sesaat. “Aku yang akan membayarnya.”

Sulastri menoleh cepat, bibir mungilnya mengerucut. “Tidak, hutang saya sudah terlalu banyak dengan, Meneer, saya tidak mau menambahnya lagi.”

“Hutang?”

“Saya sudah tinggal di rumah, Meneer, berbulan-bulan, bukankah hutang saya sudah menumpuk?”

Petter seketika terbahak mendengar celotehan dari Sulastri, tangannya menyurai rambut gondrongnya. “Apa kau pikir selama ini aku menghitung uang sewa?”

Sulastri mencebik kecil, pandangannya tertuju pada teklek kayunya. “Tetap saja, suatu hari nanti saya akan mengganti semua,” ujarnya, lalu melirik Petter sesaat. “Meski … dengan cara menyicil pelan-pelan.”

Petter kembali terbahak hingga wajah seputih susunya memerah. “Kau benar-benar mau membayar?” tanyanya di tengah tawa.

Sulastri mengangguk mantap. “Bukankah seharusnya begitu?”

“Tapi aku tidak mau kau membayarnya dengan uang.”

“Lalu?”

“Nanti kalau sudah waktunya akan aku beri tahu. Kita sudah sampai, kau mau aku temani atau—”

“Meneer tunggu di sini saja!” sergah Sulastri sembari buru-buru membuka pintu mobil. “Saya tidak akan lama,” imbuhnya kemudian menutup pintu dan bergegas masuk ke area pasar.

Petter masih menatap lekat Sulastri yang berjalan dengan terburu, sudut bibirnya terangkat tipis. “Hutang?” gumamnya pelan. Ia kembali mengusap wajahnya kasar sembari menggeleng pelan—seolah tak percaya dengan apa yang didengar.

Di dalam pasar yang tidak terlalu ramai, para pedagang riuh menjajakan dagangannya. Tawar menawar terdengar samar, aroma anyir darah ikan berbaur lalat yang berterbangan di tumbukan sayuran busuk.

Sulastri sengaja melewati pasar ikan, menghindar dari deretan lapak para biang gosip. Cerita Dasim terakhir kali cukup membuatnya penasaran, namun di sisi lain, hatinya belum siap untuk mendengar secara langsung.

Sulastri bergegas membeli semua yang diperintahkan Mbok Sum, wanita itu berniat segera kembali ke mobil saat terdengar kasak-kusuk di belakangnya.

“Kui ‘kan Den ayu, to?” bisik pedagang ikan.

“Sepertinya, iya!” sahut pedagang sebelahnya.

“Den ayu …!” Pedagang ikan itu dengan sengaja memanggil Sulastri dengan suara lantang, membuat semua yang ada di sekitarnya menengok seketika.

Tak terkecuali para biang gosip yang lapaknya dua baris di depan lapak para pedagang ikan.

Sulastri tersenyum samar, lalu mengangguk kecil membalas sapaan si pedagang ikan.

“Lha … bener, Den ayu, to? Saya kira tadi siapa kok semakin cantik?” ujar pedagang ikan.

“Ya, gimana tidak makin cantik, wong kerjaannya sekarang ongkang-ongkang,” sahut Ngatemi yang kebetulan sedang membeli ikan.

“Namanya juga Nyonya Londo, yo, kudu cantik to,” celetuk Ijah dari kejauhan.

“Den ayu! Ndak minum jamu, biar tambah …” timpal Nur—si pedagang jamu sengaja menggantung ucapannya.

Ngatemi menatap penuh selidik, sudut bibirnya terangkat tipis. “Jane ndak seberapa cantik, tapi kok Londo itu sampe tergila-gila.”

“Namanya juga barang gratisan,” celetuk Ijah yang sudah berjalan mendekat.

Jiwa menggunjingnya seketika membara saat melihat wanita yang selama berbulan-bulan menjadi buah bibir seluruh desa.

“Kalian ini bicara tanpa tau kejadian yang sesungguhnya,” sahut Sulastri.

“Kejadian apa, Den? Kejadian saat sampean minggat ke daerah pesisir?” Paerah turut menimpali.

“Semua orang juga tau, kamu itu sekarang jadi gundik Londo! Apalagi yang harus dicari tau?!” sindir ngatemi, tajam.

“Setidaknya dia tidak menjajakkan tubuh di kedai tuak seperti anak gadismu!” Suara dingin Petter menyahut dari balik kerumunan.

Laki-laki itu kemudian mengambil barang belanjaan yang di ada di tangan Sulastri, lalu dengan sengaja menggandengnya.

“Jangan ada lagi yang menggunjing tentang dia, atau ku buat dagangan kalian gulung tikar semua!” ancamnya sembari berjalan keluar pasar.

Sontak suasana pasar menjadi heboh, ada yang bergidik ngeri ada yang mencibir tajam. Kejadian itu pun menarik perhatian Rasmi yang berdiri di sudut pasar, wanita itu terpaku, sorot matanya bergetar, suaranya tercekat di tenggorokan.

‘Benarkah dia …?’ batinnya lirih.

Bersambung.

Ehh ... Gugup up 3 bab. 🤭🤭🤭

1
Sayuri
g prlu d permalukan kmu dh malu2in kok
Anna: Nggak sadar diri emang.
total 1 replies
Sayuri
otak anakmu itu di urut. biar lurus
Anna: Laa emaknya aja ....🤧
total 1 replies
Sayuri
buah jatuh spohon2nya
Anna: Nahh ...🤣
total 1 replies
Sayuri
ngapa g rekrut karyawan baru sih buk
Anna: Dia juga tak tahannn 🤣
total 1 replies
Sayuri
comelnya🥰
Anna: 🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶
total 1 replies
Sayuri
peter nyebut gak lu. pelan2 woy. awas kejungkang si sul
Anna: Suka keceplosan 😭
total 1 replies
Sayuri
lihat sul. anak yg g di akuin bpknya. tp brharga di org yg tepat
Anna: Jadi anak emas🫶
total 1 replies
Sayuri
bisa aja lu no
Anna: Remaja vintage 😭
total 1 replies
Sayuri
kok sedih y 😔
Anna: makanya mereka berharap Petter nikah, ehh ... ketemu Sulastri🤭
total 1 replies
SooYuu
gundik juga kek anaknya pasti
Anna: Ituu anu .... ituu 🤧
total 1 replies
SooYuu
keturunan ternyata 😭😭
Anna: buah jatuh sepohon-pohonnya🤣
total 1 replies
SooYuu
apa maksudmu, Meneer?????
Anna: ngaku-ngaku🤧
total 1 replies
Nanda
mending simpen energi gue buat yang lebih penting ketimbang ampas ini
Anna: Wkwkwkwkkk ... bangkotan tak tau malu🤧
total 1 replies
Nanda
jangan bilang Peter itu anaknya Rasmi?? atau mantan gundiknya ayahnya Peter??
Anna: Mana yang lebih seru? 🤭
total 1 replies
CallmeArin
uluh uluhh lutunaaaa😍
Anna: 🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶
total 1 replies
Sayuri
profesional bung. jgn gitu
Anna: Cari-cari kesempatan.
total 1 replies
Sayuri
gk. g ada yg di kuasai emosi d sni. ini udh berbulan2. lastri mengambil keputusan bukan krna emosi lg, tp krn kesadaran sndiri.
Anna: Yeeheeee 🫶
total 1 replies
Sayuri
ayo jgn gugup. ini kesempatan mu
Anna: Libass habis, ya
total 1 replies
Sayuri
wkwkwkwkwk mamphossssss
Sayuri
awas mulutmu di tempiling pakai buntut ikan
Anna: Ngikk-ngikk ... Kakk komenmu selalu jadi mood benget loo🫶
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!