Seorang anak tiba-tiba ingin membeliku untuk menjadi Ayahnya. Dia bilang, jika aku menjadi ayahnya, maka dia akan memberikan Ibunya padaku. Gratis.
Menarik.
Tapi ternyata, ibunya tidak seperti wanita pada umumnya. Dia ... sedikit gila. Setiap hari yang ada di kepalanya hanya memikirkan bagaimana caranya menanggalkan seluruh pakaianku.
Aku, Sebastian Foster, bersumpah akan menahan dia di sisiku. Selamanya. Karena dia yang sudah mer4ngs4ng g4irahku, jangan berharap aku bisa berhenti!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ferdi Yasa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23 Bastian Sialan!
Ketika Samantha melihat kebawah, dia tiba-tiba merasa malu dan memerah. Dengan cepat dia mengenakan mantel longgar dan menutup resletingnya rapat-rapat.
Meski piyama tidak terlalu tipis, sesuatu masih bisa terlihat samar. Mereka saling bergetaran terutama ketika dia berjalan.
Ah, si4l! Tidak heran jika penjaga keamanan tadi tersipu dan menghindari tatapannya.
“Bu, itu sangat memalukan!” Nelson menggeleng dengan tidak berdaya.
Samantha memerah dan terlalu malu untuk berbicara lagi. Sebastian telah melempar mantel untuknya beberapa kali, yang menunjukkan kalau dia sudah melihatnya.
Setelah mengantar Nelson ke sekolah, Samantha berjalan ke perusahaan sambil memikirkan apa yang sudah ia lakukan tadi pagi. Sangat memalukan!
Sebuah mobil berhenti di sisinya. Saat dia menoleh, itu adalah mobil Sebastian. Samantha berhenti, membuat senyum yang ia paksakan.
Kedua alis Sebastian sedikit melengkung, sangat menarik melihat Samantha yang pemalu.
“Sebenarnya … kamu tidak mengekspose apa pun. Aku tidak melihat apa-apa.”
Samantha merasa lega, tapi sebelum dia menampilkan senyum, Sebastian menambahkan lagi, “Karena memang tidak ada yang bisa dilihat. Mereka sangat kecil!”
“Bastian!”
Sebastian tertawa dan pergi.
Samantha mengambil batu kecil dan melempar ke arahnya, tapi mobil pria itu sudah melaju jauh.
Br3ngsek! Penj4hat! Tidak tahu malu!
Samantha melangkah dengan marah.
“Sam! Sam …!”
“Julian?”
Setelah memastikan tidak ada orang yang mengamati mereka di sekeliling, Samanta berpura-pura berjalan secara alami yang melambai padanya di balik pohon.
Julian juga berjalan santai. Orang yang tidak mengenal mereka akan percaya bahwa mereka adalah dua orang asing.
“Kenapa kamu di sini lagi?” tanya Samantha.
“Sam, apa Sebastian menggertakmu?”
Meskipun Julian berkata dengan rendah, Samantha mengakui ketegangan dan kepeduliannya. Dia tahu kalau Julian pasti melihat dia melempar batu ke mobil Sebastian tadi.
Samantha segera menggelengkan kepala, “Tidak. Jangan anggap aku sebagai wanita rentan.”
“Sam, apa kamu benar-benar ingin menjadi pelayan untuk Sebastian selama sebulan? Bagaimana kalau aku menebus gaji wanita itu dan kamu bisa mengundurkan diri?”
“Tidak. Jika kita memberi Nomi uang, dia pasti tidak akan mau menerimanya. Aku tidak ingin dia mengetahuinya. Kita tidak bisa mempengaruhi kehidupan orang yang tidak terkait.”
“Tapi aku takut akan ada sesuatu yang salah selama sebulan ini.”
“Aku sudah bertahan selama satu bulan ini. Kenapa harus takut untuk satu bulan lagi? Mungkin di bulan ini, kita bisa mendapatkan keutungan.”
“Tapi ….”
“Aku tahu kamu peduli padaku. Aku akan menanganinya dengan benar. Jika ada sesuatu yang salah, aku akan menghubungimu pada waktunya. Percayalah!”
Samantha tidak berhenti. Setelah dia mengatakan itu, dia berbelok, berjalan melewati taman lalu dia akan tiba di perusahaan Foster.
Bahkan, baik dia maupun Julian, tidak menemukan kesalahan dengan Sebastian. Dia takut Julian akan melapor pada Direktur untuk mengambilnya kembali. Jadi dia mengatakan pada Julian alasan dia bertahan selama sebulan, berharap pria itu masih membiarkannya bertahan.
Sebenarnya, dia cukup bersedia untuk tinggal menjadi pelayan Sebastian. Meskipun dia mengatakan dia membenci Sebastian, dia menerima itu dari lubuk hatinya. Adapun alasannya, dia tidak tahu.
Tapi dia terus menghibur dirinya sendiri bahwa dia hanya ingin menyelidiki kasus ini, setidaknya dia harus menemukan apa hubungan Sebastian dengan Olivia Miller.
Nomi meletakkan berkas di depan Samantha, menyela pikiran wanita itu dan berkata, “Sam, tolong kirim berkas ini nanti.”
Setelah Samantha mengambil berkas itu, Nomi berbisik, “Sam, aku telah menemukan rumah untukmu. Apa kamu ingin meninjaunya setelah bekerja?”
Samantha segera ingat bahwa dia telah ‘dijual’ selama sebulan, dan mereka juga sudah melakukan kesepakatan.
Jadi dia berkata, “Pemilik rumah kemarin memberi penawaran untuk mengurangi harga sewa. Aku pikir aku lebih baik tinggal di sana dulu.”
“Itu keren! Oke, aku akan menolaknya.” Nomi tersenyum lebar, bergegas kembali ke ruang keranya.
Ketika Samantha mendorong pintu, dia melihat ponsel Sebastian berdering, dan pria itu mengangkat sambil menjauh darinya, pergi ke ruang tunggu.
Ada yang salah!
Pasti ada yang salah!
Samantha segera berlari ke meja Sebastian, mengambil gelas kosong dan bergegas ke pintu ruang tunggu.
Ada lemari di sudut, di mana teh dan minuman lain di simpan. Dia membuatkan Sebastian minuman seperti biasa, sambil menajamkan telinga.
Sayangnya, pintu ruangan tersebut tertutup, dan tidak ada suara yang keluar. Samantha dengan kecewa kembali fokus untuk membuat minum.
Setelahnya, Sebastian keluar dengan ekspresi marah.
Meskipun Sebastian biasanya serius, dia bukan orang yang mudah marah. Jika dia sudah seperti itu, kira-kira siapa yang meneleponnya tadi?
Apa itu Liam Foster?
Atau … seorang wanita?
“Apa yang kamu lakukan di sini? Apakah perusahaan membayarmu untuk berdiri di sana dengan linglung?”
Apa masalah buatmu?
Samantha mencebikkan bibirnya.
Setelah kembali ke meja, dia masih memperhatikan wajah Sebastian yang tidak juga membaik. Pria itu bahkan tidak mengambil waktu untuk mencicipi minuman yang ia buatkan.
Ponsel Sebastian berdering lagi, tapi pria itu langsung menutupnya setelah berdering beberapa kali.
Setelah ditutup, ponsel berdering lagi satu menit kemudian.
Sebastian yang tampaknya sudah kehilangan kesabaran menjawab telepon itu dan berkata dengan dingin, “Aku bilang aku tidak punya waktu besok.”
Kemudian dia menutup panggilan itu lagi dengan keras.
Rasa penasaran Samantha semakin meledak. Panggilan-panggilan yang terus berdengung sejak tadi jelas dari orang yang sama.
“Kemari.” Sebastian memanggilnya, tapi Samantha malah terbengong, sibuk dengan pikirannya. Sampai Sebastian memanggilnya lebih keras lagi, “Kemari!”
Itu nyaris seperti bentakan.
“Ah?” Samantha bergegas mendekat. “Apa yang bisa aku lakukan untukmu Tuan Foster?”
Di dalam gedung yang tinggi saat ini, Samantha hanya tidak ingin menyinggung Sebastian sekecil apa pun. Atau dia akan dilempar dari sini oleh pria itu.
Sebastian mengerutkan kening, “Apa kamu akan mati jika kamu tidak memanggilku Tuan Foster?”
Samantha terkejut dan berkata, “Aku selalu memanggilmu Tuan Foster jika di sini.”
“Apa kamu pikir aku seorang pria tua yang berusia delapan puluh?”
“Tidak. Tuan Muda Foster sangat menarik dan tampan.”
‘Penggoda, mani4k s3ks, dan m3sum!’ Samantha menambahkan itu dalam benaknya.
Sebastian hanya mendengus dingin. Sementara Samantha masih berdiri di depannya dengan kepala tertunduk, menunggu perintah Sebastian.
“Pergi untuk melakukan pekerjaanmu sendiri. Beli beberapa makanan untuk dimasak setelah bekerja.” Pria itu mengeluarkan setumpuk uang kertas.
Samantha tidak terbiasa dengan suara Sebastian yang tiba-tiba melunak. Ketika dia mengambil uang tersebut, dia mengintip pria itu dan melihat wajah gelapnya tadi berubah jadi tanpa ekspresi. Tidak tahu apa dia sedang bahagia atau tidak sekarang.
Dari pangi hingga sore, Sebastian tetap di depan komputer kecuali waktu makan siang.
Dari waktu ke waktu, dia bersandar di kursinya, menutup matanya, dan menggosok pelipisnya untuk beberapa waktu, tampak sangat tertekan.
Melihat itu, Samantha merasa tidak enak. Setiap kali dia melihat Sebastian seperti itu, ia teringat Olivia. Apa pijatan wanita itu sungguh membuat Sebastian nyaman?
Tapi Samantha tidak tahu, apakah Sebastian memijat Olivia, atau Olivia yang memang melakukannya?
Atau bahkan mereka akan saling memijat?
Sepulang bekerja, Samantha melakukan tugasnya. Dia berjalan di trotoar, menuju supermarket terdekat agar dia bisa menjemput Nelson setelah itu.
Namun di tengah perjalanan, dia melihat sosok yang dikenal muncul di seberang jalan dan tampak akan berbelok ke sebuah gang.
Pria yang mengambil pakaiannya!
Samantha bergegas mengikuti.
Ketika dia melintasi jalan, sebuah mobil melaju kencang dari belakang, dan efek angin yang ditinggalkan mobil itu membuat tubuhnya nyaris terpelanting.
Tapi dia tidak memiliki waktu untuk berdebat dan kembali mengejar pria tadi.
Samantha memanggilnya dengan terengah-engah, tapi pria itu berada di sambungan telepon dan tidak mendengar.
Lalu dia menepuk pundak pria itu dengan keras sebelum dia memanggil, “Hei!”
Pria itu refleks berbalik dan akan memukulnya, tapi untungnya Samantha cukup cepat untuk membungkuk dan mengelak.
Melihat bahwa itu Samantha, dia tertegun sejenak dan mengambil kembali tangannya, bertanya dengan kasar, “Apa yang ingin kamu lakukan?”
Samantha memutar matanya dan berkata, “Apa yang bisa dilakukan seorang wanita terhadap pria sebesar ini? Apakah kamu pikir aku mau bertemu denganmu? Kalau saja aku tidak ingin mengambil pakaianku, aku tidak akan ada di hadapanmu.”
Pria itu tampaknya memikirkan pakaian itu, jadi dia melembutkan ekspresinya. “Di mana pakaianku?”
“Haruskah aku bertanya tentang pakaianku?” Samantha menjawabnya sinis.
“Di rumahku.”
“Pilih waktu untuk mengirim pakaianku padaku, dan aku akan mengembalikan pakaianmu.”
Pria itu menatap Samantha sejenak sebelum menjawab, “Oke. Mari kita bertemu di waktu ini dan di tempat ini.”
“Baik!”
Setelah Samantha mengatakan itu, dia kembali menghentikan pria tadi dan berkata, “Hei, bagaimana jika kamu tidak datang besok?”
Dia tidak bisa mengenakan mantel kuno, dan dia juga tidak bisa memberikannya pada orang lain. Tapi pria itu masih bisa memberikan pakaian indahnya pada wanitanya.
“Besok aku akan datang.”
“Tidak. Bagi nomor teleponmu. Jika kamu tidak datang, aku akan terus menghubungimu, tidak peduli itu tengah malam.”
Pria itu mengerutkan kening. Dia memberi tahu namanya—Logan Anthony—kemudian memberikan nomor ponselnya.
Samantha memanggilnya sekaligus. Ketika ponsel Logan berdering, dia menutup panggilan dengan lega.
Logan Anthony, yang selalu menjaga wajahnya tetap lurus, sekarang menekuk bibirnya sambil menggelengkan kepala. Dia berbalik dan pergi tanpa mengatakan apa-apa.
Tiba-tiba Samantha melihat bahwa pria itu agak mirip dengan Sebastian ketika dia tersenyum. Segera dia menepuk kepalanya, memperingatkan dirinya sendiri untuk tidak kecanduan Sebastian Foster.
Menyadari itu Samantha langsung berbalik dengan buru-buru. Mungkin karena itu, hak tingginya tidak sengaja masuk ke lubang penutup saluran air.
Samantha mengangkat kakinya dengan keras, tapi tampaknya hak tingginya bertekad untuk menetap di lubang itu, tidak bergerak sama sekali.
Mau tidak mau dia harus melepas sepatunya, melepaskan kakinya dan berjongkok. Namun, Samantha menariknya terlalu keras, hingga sepatu dan hak tinggi yang menempel itu terpisah.
Karena tidak seimbang, Samantha jatuh ke belakang dengan keras.
Saat berusaha bangkit, suara seorang pria muncul. “Lihat, bahkan saat kau terjerembab pun, aku masih tidak bisa mendapatkan keuntungan.”
Lalu Samantha refleks menutup bagian d4danya, menyatukan kedua kakinya, dan menarik pakaiannya ke bawah untuk menutupi tubuhnya yang terbuka.
Bastian si4lan!
***