NovelToon NovelToon
Menikah Tanpa Rasa, Jatuh Cinta Tanpa Sengaja

Menikah Tanpa Rasa, Jatuh Cinta Tanpa Sengaja

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Seiring Waktu
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: Amelia greyson

Aku adalah seorang gadis desa yang dijodohkan oleh orang tuaku dengan seorang duda dari sebuah kota. dia mempunyai seorang anak perempuan yang memasuki usia 5 tahun. dia seorang laki-laki yang bahkan aku tidak tahu apa isi di hatinya. aku tidak mencintainya dia pun begitu. awal menikah rumah tangga kami sangat dingin, kami tinggal satu atap tapi hidup seperti orang asing dia yang hanya sibuk dengan pekerjaannya dan aku sibuk dengan berusaha untuk menjadi istri dan ibu yang baik untuk anak perempuannya. akan tetapi semua itu perlahan berubah ketika aku mulai mencintainya, namun pertanyaannya apakah dia juga mencintaiku. atau aku hanya jatuh cinta sendirian, ketika sahabat masa lalu suamiku hadir dengan alasan ingin bertemu anak sambungku, ternyata itu hanya alasan saja untuk mendekati suamiku.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amelia greyson, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

23

Setelah makan siang sederhana yang disiapkan Amira, ayah Amira mengajak Arif duduk di teras rumah. Angin sore berhembus pelan, membawa aroma tanah basah dari taman kecil di halaman.

Dengan suara pelan tapi tegas, ayah Amira membuka percakapan.

"Arif," panggilnya, sambil menatap lurus ke depan. "Boleh Saya tanya sesuatu?"

Arif yang sedang menuangkan teh ke cangkir segera menoleh, menaruh cangkir itu ke meja.

"Tentu, Yah, Silakan," jawabnya sopan.

Ayah Amira menghela napas sejenak, seakan memilih kata-kata. Lalu, dengan nada hati-hati, ia bertanya, "Orang tua kamu... sudah tahu tentang pernikahan kamu dengan Amira?"

Sejenak, suasana terasa berat. Angin seolah berhenti berhembus.

Arif menunduk. Ada jeda panjang sebelum akhirnya ia menjawab, suaranya pelan.

"Belum, Pak..."

Ayah Amira menoleh, menatap Arif dengan alis mengernyit sedikit.

"Belum? Kenapa, Nak? Bukankah... seharusnya mereka tahu? Ini bukan hal kecil," ucap ayah Amira, suaranya tetap tenang, namun penuh makna.

Arif menghela napas berat. Tangannya mengepal di atas lututnya.

"Saya... belum berani, Pak. Setelah kejadian dulu... kehilangan istri saya, Saya takut Mereka tidak menyukai Amira.

Saya takut, kalau saya memberitahu tentang pernikahan ini, mereka akan menganggap saya terburu-buru... atau tidak menghormati mereka.

Ayah Amira diam beberapa saat, mendengarkan dengan seksama. Tapi sampai kapan kamu akan menyembunyikan Amira, bahkan jika orang tuamu tidak menyukai Amira, kamu tetap harus memberi tahunya.

"Luka masa lalu memang butuh waktu untuk sembuh Nak," katanya akhirnya, suaranya lebih lembut. "Tapi, kalau terus kamu sembunyikan, itu bisa jadi luka baru. Bukan hanya untuk mereka, tapi juga untuk Amira."

Arif menunduk makin dalam, hatinya terasa sesak. Ia tahu, ayah Amira benar.

Bagaimanapun juga, Amira berhak diakui. Pernikahan mereka berhak untuk diterima, bukan dirahasiakan.

"Apa Ayah marah?" tanya Arif, pelan, hampir berbisik.

Ayah Amira tersenyum tipis, menepuk pundak Arif dengan tangan kasarnya yang keras oleh kerja keras bertahun-tahun.

"Ayah tidak marah. Ayah hanya ingin anak Ayah tidak diperlakukan sembunyi-sembunyi.

Kalau kamu benar-benar niat membangun rumah tangga, kamu harus berani berdiri di depan semua orang. Termasuk di depan orang tuamu sendiri."

Arif mengangguk, pelan namun mantap.

Dalam hatinya, ia berjanji, tak akan lama lagi ia akan memperbaiki semuanya — ia akan menemui orang tuanya, membawa Amira, dan memperkenalkan istri barunya dengan penuh hormat.

Setelah pembicaraan dengan ayah Amira, Arif duduk sendiri di ruang keluarga. Sinar matahari sore mengintip lewat celah-celah jendela, mewarnai ruangan dengan nuansa hangat namun sepi. Pikirannya kalut, hatinya terasa seperti diperas.

Ia memandangi foto pernikahannya dengan Amira yang tergantung di dinding foto sederhana, dengan senyum malu-malu Amira yang terlihat begitu tulus. Hatinya mencubit perih.

"Apa mereka bisa menerima Amira?" batinnya bergolak.

Amira berbeda jauh dari wanita yang pernah orang tuanya bayangkan untuk dirinya. Ia berasal dari keluarga sederhana di desa, bukan perempuan berpendidikan tinggi atau berdarah kaya raya seperti yang dulu diinginkan ayah dan ibunya.

Lebih dari itu, Amira bukan hanya membawa nama baru ke dalam hidupnya tapi juga mengisi luka yang selama ini belum sembuh sepenuhnya di hati orang tuanya.

Arif menunduk, memijit pelipisnya. Ada ketakutan yang dalam takut kalau memperkenalkan Amira justru membuat luka lama keluarganya berdarah kembali.

Takut mereka menganggap Amira sebagai pengganti yang tidak pantas untuk istri pertamanya.

Takut mereka menganggap dirinya mengkhianati kenangan masa lalu.

Lebih dari semua itu, Arif takut... takut melihat Amira disakiti dengan cara yang tidak pantas ditolak tanpa sempat dikenali siapa dia sebenarnya.

"Amira tidak layak menerima penolakan seperti itu," gumam Arif, suaranya nyaris tak terdengar.

Ia mengepalkan tangannya erat-erat. Dalam diam, ia berjanji pada dirinya sendiri apapun risikonya, ia akan berdiri di sisi Amira. Ia akan melindungi Amira, meski itu berarti harus berhadapan dengan keluarganya sendiri.

Karena bagi Arif, Amira bukan sekadar istri.

Amira adalah harapan baru yang perlahan menyembuhkan luka-luka di hatinya.

Malam itu, setelah Maira tidur, Arif dan Amira duduk berdua di balkon rumah. Langit penuh bintang, dan angin malam membawa kesejukan yang membelai pelan. Tapi di antara mereka, ada keheningan panjang yang tak biasa.

Amira melirik Arif yang terlihat gelisah, tangan prianya menggenggam cangkir teh yang sudah dingin.

"Mas..." panggil Amira pelan. "Ada yang mau Mas ceritain?"

Arif menoleh. Tatapan matanya penuh keraguan, seolah bertarung dengan dirinya sendiri. Tapi melihat mata Amira yang penuh kepercayaan, akhirnya pertahanannya runtuh.

Ia menghela napas berat, lalu mulai berbicara.

"Maafkan aku, Amira...," katanya, suaranya serak. "Sampai sekarang... orang tuaku belum tahu tentang pernikahan kita."

Amira terdiam, jantungnya seolah berhenti berdetak sesaat. Tapi ia tetap menatap Arif, memberi ruang untuk suaminya melanjutkan.

"Aku... takut, Amira," lanjut Arif, matanya menunduk. "Aku takut mereka tidak menerima kamu. Bukan karena ada yang salah denganmu tapi karena kamu bukan sosok yang mereka harapkan untukku."

Amira merasa dadanya sesak, tapi ia menahan dirinya. Ia tahu, ini bukan tentang siapa yang salah, tapi tentang luka lama yang belum sembuh.

Arif melanjutkan, suaranya lebih lirih. "Mereka masih terikat dengan kenangan masa lalu. dengan istri pertamaku. Aku takut... kalau memperkenalkanmu, kamu akan disakiti. Aku takut mereka menganggapmu tidak cukup baik."

Air mata menggenang di mata Amira, tapi ia memaksakan senyum kecil. Ia meraih tangan Arif dan menggenggamnya erat.

"Mas...," katanya lembut, "aku tidak butuh pengakuan dunia. Aku hanya butuh Mas tetap di sampingku."

Arif mengangkat wajahnya, menatap Amira dengan mata berkaca-kaca.

"Aku ingin kita diakui, Mira. Aku ingin kamu berdiri di sampingku, tanpa harus merasa disembunyikan... Aku janji. Aku akan bawa kamu menemui mereka. Tidak peduli apa yang terjadi, aku tidak akan biarkan siapa pun merendahkanmu."

Amira mengangguk, menahan isak. Ia merasa hatinya semakin mantap. Mungkin jalannya tidak mudah, mungkin akan ada luka baru, tapi ia percaya selama Arif menggenggam tangannya, ia tidak akan pernah berjalan sendiri.

Malam itu, di bawah langit bertabur bintang, mereka berdua mengikat janji tak terucap untuk saling menjaga, saling melindungi, apapun yang akan mereka hadapi ke depan.

Untuk saat ini Arif, belum bisa mengajak Amira untuk bertemu dengan orang tuanya, karena jarak antara rumah Arif dan orang tuanya sangat jauh. Membutuh kan waktu kurang lebih 2 jam naik pesawat. Terapi Arif berjanji secepatnya dia akan mengenalkan Amira kepada kedua orang tuanya.

Apapun yang akan terjadi nanti, diterima atau tidaknya Amira, Arif akan terap mempertahankan hubungan rumah tangganya dengan Amira, karena saat ini Arif sudah mulai mencintai Maira, seperti dulu dia mencintai Rani.

1
kalea rizuky
dr marah baik marah lagi baik. lagi mau nya apa ortu arif nee
kalea rizuky
kok aneh dr marah2 langsung cpet luluh
kalea rizuky
lu aja yg tolol Rif ngapain ngasih celah ke perempuan lain meski sahabat bodoj
leahlaurance
wow....so sweet,thor lebih diperhati ya banyak typo nya.
Hyyyyy Gurliiii🪲: Terimaksih banyak kak,
total 1 replies
leahlaurance
kaya dikit semacam ,satu imam dua makmum😅
Hyyyyy Gurliiii🪲: Haiiii kakak kak, maaaf yaaa sblum nya
Saya gak tau cerita ituuu 🤣
total 1 replies
leahlaurance
cerita ini kaya,curhat seoramg isteri.ayu usaha terus embak.
leahlaurance
mampir ,dan di bab ini sepertinya biasa juga.
leahlaurance
luar biasa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!