Aruna Azkiana Amabell perempuan berusia dua puluh lima tahun mengungkapkan perasaannya pada rekan kerjanya dan berakhir penolakan.
Arshaka Zaidan Pradipta berusian dua puluh enam tahun adalah rekan kerja yang menolak pernyataan cinta Aruna, tanpa di sangka Arshaka adalah calon penerus perusahaan yang menyamar menjadi karyawan divisi keuangan.
Naura Hanafi yang tak lain mama Arshaka jengah dengan putranya yang selalu membatalkan pertunangan. Naura melancarkan aksinya begitu tahu ada seorang perempuan bernama Aruna menyatakan cinta pada putra sulungnya. Tanpa Naura sangka Aruna adalah putri dari sahabat dekatnya yang sudah meninggal.
Bagaimana cara Naura membuat Arshaka bersedia menikah dengan Aruna?
Bagaimana pula Arshaka akan meredam amarah mamanya, saat tahu dia menurunkan menantu kesayangannya di jalan beberapa jam setelah akad & berakhir menghilang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Anfi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak semudah itu
Aruna terus menggerutu dalam hati, dia tidak sedikitpun mau menatap Arshaka ataupun Danu.
Hatinya terlampau sakit jika teringat kejadian empat bulan lalu, dimana Arshaka menurunkannya di pinggir jalan tanpa memberitahu dia harus kemana.
“Baiklah Kia, sesuai keputusan awal. Kamu tetap menjadi sekretaris Shaka,” ucap Anres.
“Baik pak,” mau tak mau Aruna tetap mengiyakan permintaan Anres.
Anres pamit dari ruangan Arshaka karena dia ada janji meeting di luar dengan klien, mereka berdua masih tetap diam ditempatnya.
Danu rasanya ingin mengumpati bosnya tersebut, berbulan-bulan dia mencari keberadaan Aruna secara sembunyi-sembunyi. Setelah bertemu malah diam saja, Aruna sendiri sudah menahan kesal.
Akhirnya dia memutuskan keluar dari ruangan tersebut, dia tetap berusaha bersikap sopan. Bagaimanapun statusnya saat ini mereka ada di kantor, dengan Arshaka sebagai atasannya.
“Saya permisi, kalau pak Shaka butuh sesuatu bisa panggil saya. Saya harus mengambil beberapa barang lebih dulu,"
Aruna berjalan kearah pintu keluar, tak ada satu patah katapun yang keluar dari mulut Arshaka.
“Apa yang kamu harapkan Kia? Berharap dia minta maaf padamu? Jangan mimpi,” Aruna bergumam lirih pada dirinya sendiri.
Arshaka memandangi punggung Aruna hingga tak terlihat lagi, tenggorokannya serasa tercekat. Tak ada satu patah katapun yang bisa dia ucapkan untuk minta maaf pada Aruna.
“Benar-benar mengesalkan. Aku kalau jadi nona Kia juga pasti tidak mau menatapnya,” batin Danu yang melihat bosnya hanya dia terpaku.
“Apa ada yang tuan Shaka butuhkan?” pertanyaan Danu membuyarkan lamunan Arshaka.
Dia berdiri dari tempatnya duduk, kemudian menuju meja kerjanya. Arshaka menghela napas panjang, dia sendiri masih bingung dengan perjumpaannya dengan Aruna yang tanpa persiapan.
“Tidak ada. Setelah ini jadwalku apa, Danu?”
“Maaf tuan. Tapi jadwal tuan Shaka masih ada di nona Kia,”
Mau tak mau akhirnya mereka menunggu Aruna yang sedang mengambil barang-barangnya untuk pindah ke ruangan Arshaka.
“Menurutmu dia membenciku tidak, Danu?” menurut Danu itu adalah pertanyaan tidak masuk akal yang diucapkan Arshaka.
“Anda benar tuan. Nona Kia pasti membencimu,” perkataan yang hanya bisa Danu ucapkan dalam hati.
“Saya tidak tahu tuan,”
“Memang kamu tidak tahu apa-apa,” gerutu Arshaka.
Sementara itu di tempat lain dan masih di gedung yang sama, Aruna berjalan dengan gontai menuju ruangannya.
Dia benar-benar malas pindah ke ruangan Arshaka, Aruna mendudukkan dirinya di kursi dengan kasar. Menatap beberapa map yang ternyata dia siapkan untuk Arshaka. “Bagaiamana?” tanya Eris saat melihat wajah kusut sahabatnya tersebut.
“Bagiamana apanya?”
“Ish ni anak. Bukannya tadi kamu di panggil kak Anres? Aku dengar kamu di minta jadi sekretaris CEO yang baru,”
“Menolak pun tidak bisa, Eris. Puas?” kesal Aruna pada Eris.
Sementara Eris bingung kenapa sahabatnya tersebut kesal, Aruna memilih membereskan barang-barangnya untuk segera pindah.
"Aku bantu," ucap Eris.
Eris paham benar suasana hati Aruna sedang tidak bagus, jadi lebih baik dia diam namun tetap membantu merapikan barang-barangnya.
Eris membantu Aruna memasukkan satu per satu barang yang akan di bawanya ke ruangan baru, sementara Aruna memasukkan beberpa berkas ke dalam map-map terpisah.
Tidak ada jeda waktu untuk Arshaka bersantai, karena di tangan Aruna sudah ada setumpuk berkas yang harus Arshaka pelajari.
“Thank’s Eris. Besok aku traktir batagor haji Isan,” ucap Aruna.
“Dua porsi,” jawab Eris sambil terkekeh.
“Sepuluh porsi juga oke, kalau kamu sanggup. Segrobak-grobaknya kalau perlu,” meskipun Aruna kesal, namun dia masih bisa tetap bercanda dengan Eris.
“Ck. Grobaknya pait Kia,” balas Eris tak kalah random bunyinya.
Mereka terkekeh bersama. “Mau aku bantuin bawa kesana?” Eris menawarkan bantuan, meskipun sebenarnya mereka bisa minta tolong OB.
Namun Aruna sedang malas, ada untungnya juga kalau Eris yang membantu. Dengan begitu dia tidak sendirian menuju ruangan Arshaka. “Boleh. Nanti aku tamba es jeruk dua karena kamu sudah bantuin,”
“Tidak sekalian gelas es nya?” ucap Eris.
“Kamu bukan kuda lumping, Eris. Jadi ngapain mau menelan gelas es juga?" kerandoman Eris sudah menular pada Aruna.
Mereka berdua tak henti-hentinya bicara random, hingga tak sadar sudah sampai pada lantai yang di tuju. Lantai yang sama dengan lantai ruangan Anres, namun berbeda arah.
“Ini mau di taruh mana?”
“Tarus di situ dulu saja. Nanti aku rapikan,”
“Ok. Aku kembali dulu Kia, jangan lupa makan siang traktir aku. Batagor haji Isan,” ucap Eris sambil berlari keluar dari ruangan Kia yang tergabung dengan ruangan Arshaka.
Lebih tepatnya Arshaka di bagian dalam tertutup pintu, sedangkan Aruna berada di bagian luar tanpa tertutup pintu.
Aruna langsung membereskan sebagian barang-barangnya yang penting dulu, menaruh beberapa di mejanya. Kemudian dia bergegas masuk menemui Arshaka.
Aruna mengetuk pintu lebih dulu sebelum masuk, setelah mendapat jawaban dari pemilik ruangan barulah dia masuk.
Aruna mendekat kearah meja kerja Arshaka, Danu juga masih ada di sana duduk di sofa sambil bekerja dengan leptopnya.
“Ada beberapa berkas yang harus pak Shaka cek. Terutama laporan keuangan tahunan,” ucap Aruna.
Aruna kemudian menjelaskan dengan detail berkas mana saja yang harus dia dahulukan, terutama tentang laporan keuangan yang sudah di perbaiki.
Arshaka menatap intens wajah Aruna, baginya Aruna yang sedang menjelaskan saat ini berbeda dengan Aruna yang ketus dan memalingkan wajah darinya tadi pagi.
“Pak Shaka mendengarkan apa yang saya katakan?” kesal Aruna saat dia sadar Arshaka menatapnya terus menerus.
“Tentu aku mendengarkan,” ucap Arshaka.
“Bagaiamana dengan laporan keuangannya, Kia?” tanya Arshaka kemudian.
“Selama dua tahun terjadi manipulasi keuangan, namun semua sudah diperbaiki semenjak pak Anres menjadi CEO. Di sini bisa di lihat laporan asli dan hasil rekayasa yang mereka buat,”
Aruna kembali menjelaskan dengan detail, dan lagi-lagi Arshaka tertegun. Aruna sangat profesional jika berkaitan dengan pekerjaan, itulah yang Arshaka tangkap dari sejak awal mereka bertemu.
“Setelah ini apa jadwalku, Kia?”
Aruna mengerutkan dahi, kemudian dia melihat arlojinya. “Tidak ada. Hari ini pak Shaka hanya perlu mengecek berkas-berkas tersebut,”
“Baiklah,”
Danu sedari tadi memperhatikan interaksi keduanya, dengan sembunyi-sembunyi dia mengambil foto mereka berdua dan mengirimkannya pada Naura.
“Kalau tidak ada yang diperlukan lagi, saya permisi. Masih ada yang harus saya kerjakan,” pamit Aruna pada Arshaka.
“Tunggu Kia. Bisakah kita bicara secara pribadi?” Arshaka mencekal tangan Kia.
Danu dengan sigap sudah menyalakan perekam secara sembunyi-sembunyi, biarlah Arshaka nanti memukulnya jika ketahuan. Masa depan Danu ada di tangan tuan dan nyonya besarnya, tentu saja dia lebih memilih menjadi mata-mata Naura.
“Tidak ada yang perlu kita bicarakan pak. Saya permisi,” dengan kasar Aruna menghempaskan tangan Arshaka yang mencekal pergelangan tangannya.
“Maaf Kia. Aku minta maaf untuk hari itu,”
Aruna tidak bergeming, dia tetap berjalan keluar dari ruangan Arshaka tanpa menoleh sedikitpun.
Arshaka menghela napas, dia tahu ini tidak akan mudah. Meminta pengampunan dari Aruna, tidak akan semudah itu melihat sikap Aruna padanya saat ini.
Aruna tetaplah seorang perempuan, setangguh apapun dia tetap bisa merasa terluka. Jika itu tentang perasaannya, tentu dia akan ada masa rapuh. Bertemu dengan Arshaka sudah membuatnya kembali terluka, sebisa mungkin Aruna berusaha menghindar keculai berususan dengan pekerjaan.
Meskipun Aruna sendiri tidak yakin apakah dia akan bisa bertahan, terlebih harus bertemu dengan Arshaka setiap hari.
sia nnti aku mmpir
terima ksh sll mendukung