Sri tidak menyangka jika rumah tangganya akan berakhir karena orang yang paling dia cintai dan hormati, entah bagaimana dia mendeskripsikan hati yang tidak akan pernah sembuh karena perselingkuhan suami dengan perempuan yang tak lain ibunya sendiri.
Dia berusaha untuk tabah dan melanjutkan hidup tapi bayangan penghianatan dan masalalu membuatnya seakan semakin tercekik.
mampu ka dia kembali bangkit setelah pengkhianatan itu diatas dia juga memiliki kewajiban berbakti pada orangtua
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ummu Umar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 22
Siti yang sejak tadi diam pun menatap mereka dengan dingin, wajahnya tidak menunjukkan jika dia kini tengah menyambut mereka.
Walau memang sejak awal Sri menikah dan masuk dalam keluarga mereka pun dia tidak pernah bersikap ramah sama sekali
"Memang sekaya apa kalian sampai bisa berkata seperti itu pada kami?". Tanyanya dengan tajam dan dingin.
Sri menoleh melihat sang ibu, wajahnya menegang melihat tatapan ibunya yang kini berbeda.
Tatapan yang tak pernah dia lihat selama dia bersama ibunya kecuali saat keluarga ibunya datang mencari gara-gara saat dia masih kecil dan dia sangat ingat tatapan itu.
Ketiganya menatap Siti dengan tatapan tidak percaya karena berucap seperti itu.
"Saya tanya pada kalian, sekaya apa kalian sampai kalian berpikir semua yang kalian punya bisa membeli orang lain lengkap dengan harga dirinya". Tatapannya berubah tajam dan dia tengah meredam emosinya.
"Kami tahu karena kalian adalah orang miskin jadi kami memberi uang untuk kalian sebagai kompensasi agar kalian memberikan anak yang kamu kandung itu, lagian saya yakin kau juga tak menginginkan anak itu bukan?". Sang besan memandang remeh kepadanya.
Siti mengangguk pelan melihat tingkah kedua orang tua Irfan itu.
"Anak saya beruntung bisa lepas dari manusia seperti kalian, jika sejak awal saya tahu kalian hanya manusia memiliki omong kosong besar, saya tidak akan mengizinkan putri saya menikah dengan putra kalian". Jawabnya dengan tajam dan dingin.
Kedua orang tua Irfan meradang, perkataan pelan namun penuh dengan penekanan itu melukai harga diri mereka.
Mereka tidak pernah menyangka jika perempuan yang biasa hanya diam saja tanpa kata akhirnya mengeluarkan suaranya dan itu sungguh meruntuhkan harga diri mereka sampai ke akarnya.
"Hanya karena kalian anggota dewan, memiliki gaji dan jabatan, kalian pikir kalian memiliki segalanya?, bahkan kalian hidup dari gaji masyarakat jangan lupa itu".
Sri menahan nafasnya , ibunya kini membelanya tanpa menyudutkannya sama sekali dan juga menghina keluarga Irfan yang biasanya hanya bisa menghina orang.
"Tidak usah banyak berkata, kami ingin kamu tandatangani ini dan kita impas". Geram ibu Irfan kepadanya.
Dia bahkan menunjuk wajah Siti dengan kasar untuk melampiaskan emosinya yang dihina seperti itu walau kenyataannya memang benar adanya.
Siti mengambil berkas itu dari tangan sang anak yang sudah sempat dia baca kemudian mengangkatnya tinggi-tinggi dihadapan mereka dan merobeknya dengan kasar dan melemparkannya kedepan wajah ibu Irfan yang sejak tadi menghinanya.
Dia tertawa sinis dan menatapnya dengan tatapan remeh.
"Jangan terlalu sombong dan merendahkan orang lain nyonya, uang yang kalian tawarkan padaku saja itu nilainya tidak lebih besar dari sebidang tanah saya jika dijual". Ucapnya dengan sombong.
Perempuan pendiam itu merupakan salah satu tuan tanah yang memiliki banyak tanah dibeberapa tempat dengan luas yang berhektar-hektar tanpa banyak orang tahu.
"Sombong sekali, itu tidak mungkin, hidup kalian saja sederhana seperti ini". Ibu Irfan malah menganggap dirinya berbohong karena melihat kehidupan mereka.
"Memangnya kenapa kalau kami hidup sederhana nyonya?, kami bukan anda yang hidup glamor dari uang rakyat, jangan lupa kalian itu bekerja untuk rakyat, jika mereka menyuruh dan mendemo DPR dan MPR untuk menurunkan kalian maka kalian juga akan bernasib seperti putra kalian yang tidak akan bisa apa-apa ". Sinisnya lagi.
Irfan yang sejak tadi diam pun meradang, dia tidak terima ibunya dihina seperti itu oleh perempuan yang tidak sepadan dengan mereka.
"Jangan banyak bicara, saya menginginkan bayi itu karena dia adalah keturunan keluarga kami, kalian harus memberikannya, bagaimanapun caranya". Hardiknya dengan kasar.
"Tapi sayangnya saya tidak mau, kamu kira uang keluargamu sebanyak apa sampai bisa membeli harga diri seseorang, kamu saja tidak punya harga diri sekarang malah dengan sombongnya datang kesini seolah kalian ini keluarga terhormat dan kaya raya, dari hasil rakyat kok bangga".
Sri menahan nafasnya, dia tidak menyangka ibunya bisa berkata sarkas dan kejam seperti itu, padahal selama ini dia hanya diam saja ketika semua orang menyalahkannya .
"Kurang ajar". Irfan meradang dan mengangkat tangannya ingin menampar ibu mantan mertuanya itu.
"Jangan pernah menyentuh ibuku". Sri menangkap tangan itu dan menghempaskannya dengan kasar.
Ayah Irfan menghela nafasnya dengan kasar, inilah yang dia tidak inginkan sejak tadi, anak dan istrinya ini memang sangat keras kepala dan selalu melakukan segalanya dengan seenak jidatnya.
"Maaf bu Siti, kami hanya menginginkan bayi itu karena dia keturunan kami, kami sangat menginginkan bayi itu untuk jadi cucu dan penerus keluarga kami, maafkan sikap istri dan anak saya". Ucapnya dengan pelan penuh wibawa.
"Maaf ayah Irfan seperti yang saya katakan, saya tidak akan menyerahkan anak yang ada dikandungan saya, saya masih bisa menghidupi dan memberi dia makan bahkan sampai dia dewasa, jika kalian ingin keturunan kembali silahkan suruh anak kalian menikah lagi".
Sri menatap ibunya dengan sendu, dia merasa iri pada anak yang dikandung ibunya itu, dulu ibunya begitu tidak menginginkan kehadirannya sampai terkena baby blues karenanya tapi sekarang ibunya mempertahankan anak itu untuk dirinya.
"Tapi ibu akan dalam masalah jika hamil seperti ini, ibu harus ingat jika telah di usir dari kampung ini dan akan memulai hidup baru ditempat lain, kami tidak mau cucu kami terlantar nantinya". Ucap ayah Irfan berusaha sabar membujuk.
"Daddy apa-apaan sih?, kenapa Daddy berbicara baik-baik dengan orang miskin seperti mereka, mereka itu hanya mau uang, berikan saja berapa yang mereka minta, aku tidak sudi berurusan dengan mereka lagi, mereka itu sengaja memanfaatkan cucu kita nanti untuk memeras kita".
Plak.
Ibu Irfan itu nyaris terjatuh mendapatkan tamparan keras setelah menyelesaikan perkataannya itu.
Mereka semua terkejut dan menatap Siti dengan Tidka percaya.
"Sekali lagi mulut kotor mu itu menghina kami maka akan ku robek sampai kamu tidak bisa mengeluarkan kata-kata lagi". Teriak Siti kembali melayangkan tamparan keras untuk kedua kalinya.
"akh".
"Mommy".
"Astagfirullah ibu".
Jerit mereka bersamaan ketika tamparan itu kembali dilayangkan kedua kalinya
"Kurang ajar". Murka Irfan langsung berdiri dan akan menyerang mantan mertuanya tapi langkahnya terhenti ketika dia juga mendapatkan tamparan keras sehingga dia terhuyung disamping ibunya.
"Pergi kalian semua dari rumahku, aku tidak sudi berurusan dengan manusia sok kaya dan sok punya segalanya seperti kalian". Hardik Siti dengan suara menggelegar.
Para tetangga yang mendengar suara teriakan Siti pun langsung berlarian keluar untuk melihat apa yang sedang terjadi dirumah itu.
"Jangan pernah muncul dihadapan ku lagi, jangan sombong kalau kalian hanya makan dari gaji para uang rakyat, kalian hanya manusia sok kaya". Siti menarik tangan Sri untuk masuk kedalam rumah dan menghempaskan pintu rumah dengan keras.