NovelToon NovelToon
Jodoh Jalur Orang Dalam

Jodoh Jalur Orang Dalam

Status: sedang berlangsung
Genre:Hamil di luar nikah / Konflik etika / Selingkuh / Cinta Terlarang / Keluarga / Menikah Karena Anak
Popularitas:306
Nilai: 5
Nama Author: yesstory

Setelah lama merantau, Nira pulang ke kampung halaman dengan membawa kabar mengejutkan. Kehamilannya yang sudah menginjak enam bulan.
Nira harus menerima kemarahan orang tuanya. Kekecewaan orang tua yang telah gagal mendidik Nira setelah gagal juga mendidik adiknya-Tomi, yang juga menghamili seorang gadis bahkan saat Tomi masih duduk di bangku SMA.
Pernikahan dadakan pun harus segera dilaksanakan sebelum perut Nira semakin membesar. Ini salah. Tapi, tak ingin lebih malu, pernikahan itu tetap terjadi.
Masalah demi masalah pun datang setelah pernikahan. Pernikahan yang sebenarnya tidak dilandasi ketulusan karena terlanjur ‘berbuat’ dan demi menutupi rasa malu atas aib yang sudah terlanjur terbuka.
Bisakah pernikahan yang dipaksakan karena sudah telanjur ada ‘orang dalam’ perut seperti itu bertahan di tengah ujian yang mendera?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yesstory, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bermain Api

“Nira!”

Nira menoleh. “Hai, Zan.”

Fauzan mendekat. “Kamu begadang ya semalam?” Tanya Fauzan yang melihat mata Nira sedikit membengkak.

“Enggak sih. Kenapa emang?” Nira mengernyitkan dahi.

“Mata kamu bengkak. Oh jangan-jangan Riki ….” Fauzan menatap Nira.

Nira tersenyum tipis lalu menggeleng. “Nggak seperti yang kamu pikirkan kok.”

Nira mulai melangkah ke dalam gedung rumah sakit. Fauzan mengikuti, berjalan bersisian dengan Nira.

“Kamu nggak berantem sama Riki ‘kan?” Fauzan bertanya. Nadanya jelas khawatir. Apalagi Riki melihat mereka berdua makan bersama.

“Nggak kok. Tenang aja.”

“Nira. Aku serius. Kalau Riki marah dan buat kamu nangis sampai matamu bengkak begitu, aku akan temui dia.” Fauzan menarik ringan tangan Nira. Menghentikan langkah wanita hamil itu.

Nira menghela napas panjang. “Kamu mau apa nemuin dia?”

“Ya ngasih penjelasan. Apapun. Asal dia nggak salah paham dan marahin kamu. Matamu jelas bengkak karena nangis, Nira. Kamu nggak bisa bohongin itu dari aku.”

“Apapun itu, penyebab mataku bengkak ini yang jelas bukan karena kamu, Zan. Aku nggak papa. Ya namanya suami istri. Wajarlah kalau ada berantem dikit. Tapi aku beneran nggak papa.” Nira memaksakan bibirnya untuk tersenyum.

Fauzan terdiam sesaat. “Aku cuma takut Riki berpikir macam-macam tentang kita dan berujung nyakitin kamu, Nir. Apalagi makan siang kemarin karena aku yang ngajak kamu.”

“Akunya juga mau diajak karena penasaran sama cerita kamu tentang incaran barumu itu. Sudahlah. Aku nggak papa. Riki emang cemburu. Dia sempat marah sih. Tapi dia nggak berbuat apa-apa kok. Cuma marah biasa aja.”

Nira terpaksa berbohong pada Fauzan. Ia enggan menceritakan apa yang terjadi padanya terutama perlakuan Riki padanya semalam. Bagaimanapun juga, Fauzan pernah menyukainya. Ia tak ingin membuka celah untuk Fauzan mengasihaninya lalu perasaan suka Fauzan kembali timbul padanya.

Fauzan menatap Nira lekat, lalu memberikan senyumnya. “Aku hargai kehidupan pribadimu, Nir. Tapi, jangan sungkan ya sama aku. Kalau kamu butuh teman cerita, maka aku siap kapanpun jadi pendengarnya.”

“Lalu bagaimana dengan incaran barumu itu kalau aku jadikan kamu teman ceritaku?” Nira menaikkan satu alisnya, tersenyum mengejek.

Fauzan tertawa pelan. “Mau tahu kelanjutan ceritanya?”

Nira menggeleng cepat. Ia kembali melanjutkan langkah, diikuti Fauzan. “Enggak ah. Kalau syaratnya harus makan siang berdua lagi. Bisa-bisa Riki nuduh aku selingkuh lagi.”

Fauzan terkekeh.

Kegiatan Nira sepanjang hari di rumah sakit tentu menemui pasien, mengganti botol infus, memberi obat, ataupun menemani dokter kunjungan pasien.

Sebenarnya cukup melelahkan. Tapi, karena ini termasuk kegiatan yang mulia, maka Nira melakukannya dengan senang. Nira di rumah sakit dan di rumah seperti orang yang berbeda.

Nira di rumah sakit adalah seorang wanita yang riang, menebarkan kebahagiaan di sekitarnya, dan selalu gesit dalam bekerja.

Sedangkan Nira di rumah adalah seorang wanita yang dingin, acuh, tapi tak bisa melawan saat Riki meminta haknya.

Tapi, Nira tak punya pilihan lain selain bertahan. Setidaknya sampai anak keduanya lahir. Maka, Nira tahan-tahan semua perlakuan Riki.

Pernikahan mereka baru menginjak satu tahun, tapi rasanya sudah hambar. Sudah asing. Hidup satu atap, tapi tidak ada kasih sayang di dalamnya. Hambar saja.

Entah, apa yang salah dari mereka. Bukankah pernikahan ini yang mereka mau? Lantas mengapa sekarang mereka berjarak di saat mereka sudah punya buah hati?

***

Di tempat lain, Fitri tengah berdiri di pinggir jalan yang cukup sepi, jauh dari rumahnya. Fitri beberapa kali mengecek ponsel sambil membenarkan masker juga topinya.

Sebuah mobil berhenti tepat di depannya. Kacanya terbuka. Fitri lantas masuk ke dalam, duduk di sisi kemudi.

“Sudah siap?” Si pengemudi bertanya sambil melemparkan senyum manisnya.

Fitri mengangguk. Mobil melaju, melesat di jalanan yang cukup sepi. Fitri membuka masker dan topinya.

“Kamu udah lama nunggu di sana?” tanya si pengemudi melirik Fitri sekilas lalu kembali melihat jalanan di depannya.

“Nggak juga sih. Cuma agak takut aja. Takut ada yang ngenalin. Makanya dari tadi aku ngechat Mas Gagah mulu, tanya udah sampai mana,” Fitri membuka jaketnya juga dan melemparkannya ke kursi belakang.

Pengemudi yang ternyata adalah Gagah kembali melirik. Menyeringai saat melihat pakaian yang dikenakan Fitri.

“Aku lagi nyetir. Jadi, nggak bisa balas chat kamu,” ucap Gagah.

Fitri menyandarkan tubuhnya, menatap jalanan di depannya. “Ini salah nggak sih?”

Gagah menoleh sebentar. “Maksudnya salah? Jalannya?”

Fitri menggeleng. “Bukan. Tapi kita.”

“Kamu berubah pikiran? Masih ada waktu, Sayang. Kalau kamu nggak mau nerusin ini, aku juga nggak akan maksa.”

Fitri menoleh, menatap Gagah yang terlihat gagah saat menyetir begini. Tomi juga gagah. Tapi, Gagah adalah versi pria dewasa yang sesungguhnya. Sedangkan Tomi masih bocah. Sama Fitri saja, usianya tua Fitri satu tahun.

“Kalau istri kamu tahu gimana, Mas?”

Gagah menggeleng. “Nggak akan.”

“Kok bisa yakin nggak akan tahu? Jangan-jangan kamu udah biasa selingkuh ya?”

Gagah tertawa. “Hanya selingan. Di saat jenuh kerja dan bosan di rumah.”

Fitri mengangguk dan kembali menatap ke depan. Mobil mereka memasuki jalan besar.

“Ku tebak kamu nggak pernah selingkuh ya?” tanya Gagah tanpa menoleh.

“Kalau selama nikah, baru kali ini. Itupun karena aku sakit hati. Tomi selingkuh. Dan aku juga mau balas dendam. Kalau dia bisa senang-senang sama istri orang maka aku pun bisa senang-senang sama suami orang.”

Gagah mengangguk, tersenyum. “Tapi, bedanya kamu main api sama saudaranya sendiri. Kalau Tomi tahu, dia pasti nggak bakal nyangka kalau selingkuhan kamu itu aku. Dan mungkin saja dia akan marah besar.”

“Udahlah, Mas. Aku nggak mau bahas Tomi saat kita lagi berdua. Jangan ngancurin mood aku dong.” Fitri merajuk.

Gagah menggenggam tangan Fitri. Mobil berhenti di lampu lalu lintas.

“Maaf. Aku janji nggak akan sebut namanya lagi sepanjang kita sedang berdua. Ngomong-ngomong, bajumu seksi. Mendadak, aku ngrasa panas di dalam sini.” Gagah melirik baju Fitri yang mempunyai model baju sabrina dengan potongan dada cukup rendah.

Fitri tersenyum malu. “Kamu bilang aku harus terlihat seksi saat ketemu.”

Gagah mengangguk, mengedipkan satu matanya, sebelum melepas tangannya dan kembali melajukan kendaraannya.

Mobil Gagah berhenti di sebuah losmen di dekat telaga yang cukup terkenal di kota sebelah. Hawa dingin langsung menyambut saat Fitri dan Gagah keluar dari mobil.

Fitri merapatkan jaketnya. Begitupun Gagah. Gagah menghampiri Fitri dan menggenggam tangannya.

“Mau ke telaga dulu nggak?” tanya Gagah.

Fitri menggeleng. Ia takut jika di telaga nanti ada yang mengenalnya dan parahnya mengenal Tomi juga. Ia takut ketahuan sedang jalan bersama pria lain yang notabene masih saudara iparnya.

“Kalau gitu kita langsung masuk aja?”

“Iya.”

Gagah mengangguk. Dengan masih menggandeng tangan Fitri, Gagah masuk ke dalam losmen. Memesan satu kamar. Petugas losmen tak banyak bertanya. Bahkan jaminan kartu identitas pun tak diperlukan lagi.

Bagi losmen di sekitaran sana, ada pengunjung yang datang pun sudah bersyukur. Tak peduli mereka datang bersama pasangan atau selingkuhan atau apapun itu. Selama menguntungkan, mereka tak mempermasalahkan status para pengunjungnya.

Gagah berjalan bersisian dengan Fitri. Jika tadi saling menggenggam tangan, sekarang Gagah merangkul Fitri. Fitri tak keberatan. Menikmati kehangatan tubuh Gagah di hawa yang dingin ini walau waktu masih siang hari.

Pintu kamar dibuka. Gagah mempersilakan Fitri masuk terlebih dahulu. Barulah ia menutup pintu dan menguncinya.

“Udah di dalam, tapi masih dingin aja ya,” ujar Fitri duduk di pinggir ranjang.

Gagah duduk di sisinya. “Namanya juga di ketinggian. Telaga ini ‘kan ada di atas gunung, jadi hawanya dingin.”

Fitri meremas jemarinya. Gagah melihatnya. Ia lantas menggenggam jemari Fitri sambil memainkannya.

“Kamu kedinginan. Butuh kehangatan kah?”

Fitri menelan ludahnya. Ia menatap Gagah yang juga tengah menatapnya. Ia gugup, juga ragu. Tapi, mereka sudah berada di sini. Di kamar, berdua, kedinginan.

Gagah menatap lembut wanita di sisinya. “Kita sudah dewasa. Tahu apa yang kita mau tanpa perlu dikatakan.”

Fitri mengangguk. Gagah mendekatkan wajah, perlahan, semakin dekat, dan berhasil memupuskan jarak dengan Fitri. Fitri tak melawan, tak menolak.

Menit pertama gugup dan ragu, tapi menit selanjutnya terbuai. Terbuai pesona juga dosa besar yang akan membuatnya melayang di siang hari ini.

Dengan perlahan juga lembut, Gagah mulai menyentuh. Membuka apa yang ia inginkan. Begitupun Fitri. Tak perlu waktu lama, semua sentuhan lembut itu berubah. Berubah jadi liar dan tak terkendalikan.

Keduanya sama-sama telah terjerat hawa nafsu. Gagah terlihat berpengalaman. Fitri juga sama liarnya. Jarak mereka sudah tak ada. Suara-suara mereka pun terdengar di seluruh penjuru kamar. Meneriakkan nama yang ada di dekapan mereka.

Untuk pertama kalinya, Fitri bermain api setelah menikah. Ia tak kuasa menolak pesona Gagah ditambah rasa sakitnya karena perselingkuhan Tomi dan Mela.

Maka, hubungan terlarang itu berlanjut. Terus mencari kepuasan dari kenikmatan sesaat yang menjanjikan. Dari yang awalnya hanya saling melempar candaan, rayuan manis, dan godaan mesum lewat layar ponsel, kini mereka mewujudkan semuanya dalam nyata. Sentuhan demi sentuhan hingga mencapai klimaks terlarang.

1
Miu miu
Gak terasa waktu lewat begitu cepat saat baca cerita ini, terima kasih author!
ZodiacKiller
Ga sabar nunggu kelanjutannya thor, terus semangat ya!
yesstory: Terima kasih kak.
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!