Mendapati sang kekasih berselingkuh dengan kakaknya sendiri, Seruni patah hati. Pemuda yang telah melamarnya ternyata bukanlah pangeran berkuda putih yang hadir di dalam mimpi.
Kenanga, kakak yang terpaut usia lima tahun darinya ternyata begitu tega. Entah apa yang melatarbelakangi hingga gadis yang biasa disapa Anga itu jadi kehilangan hati nurani.
Seruni kecewa, hatinya patah. Impian yang dirangkainya selama ini hancur tak bersisa. Caraka yang dicinta menghempasnya bak seonggok sampah.
Nestapa itu terasa tak berjeda. Seruni yang putus cinta kembali harus menerima perjodohan yang tadinya ditujukan untuk Kenanga. Pria dewasa dari kota yang konon katanya putra pengusaha semen ternama.
Wisely Erkana Hutomo Putra, nama yang menawan. Rupa pun tergolong tampan. Akan tetapi, apakah duda tanpa anak itu adalah jodoh yang ditakdirkan Tuhan ... untuknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Casanova, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pesta Rakyat
Menangis sampai kering air mata, garis takdir yang telah dilukis tak akan pernah berubah. Manusia hanya berencana, Tuhan yang menjadi penentu semua. Dunia hanya fana, kehidupan kekal adalah di keabadian. Senyum dan tangisan tak selamanya, itulah hidup manusia. Tak perlu meratap berlebih, jangan pula tertawa terlalu kencang. Semua ada porsi masing-masing. Terkadang, tak semua pinta menjadi kenyataan, tidak semua doa dikabulkan. Yang di Atas hanya akan memberi apa yang kita butuhkan, bukan yang diinginkan.
Seruni mematut diri di cermin, memandang dirinya yang sudah terbalut kebaya merah muda. Mimpi pun dia tak menyangka akan ada di titik ini. Dikiranya suatu saat akan menikah dengan Caraka, ternyata jodoh mereka sebatas kakak dan adik ipar saja. Pemuda tampan dari kampung sebelah meminang kakaknya—Kenanga, bukan dirinya. Kesedihan masih kentara meski sudah disapu riasan tebal.
Walau bukan putra konglomerat, tetap saja pernikahan Kenanga digelar meriah dengan pesta rakyat dan layar tancap. Juragan kampung sebelah yang mempunyai hajat, tentu mengundang warga se-kotamadya. Banyak yang menyambut gembira, menunggu gelaran sambil menikmati hiburan. Bahkan, para pedagang asongan sudah berbondong-bondong menggelar lapak di pinggir lapangan bola tiga hari sebelum acara diadakan. Menggunakan fasilitas kampung, pesta terbuka untuk umum selama tiga hari tiga malam.
“Uni, sudah?” Sandi mengetuk pintu kamar tidur putrinya.
Seruni terkejut, buru-buru mengusap cairan bening yang kembali menghiasi pipi. Terisak beberapa kali sebelum menguatkan diri. Dalam hitungan jam, kakaknya akan mengikat diri dengan Caraka. Dia bisa apa, selain menumpahkan air mata. Sakit yang ditorehkan keduanya belum mampu melunturkan cinta yang terlanjur bersemayam di hati. Ingin jadi pembenci, tetapi hatinya tidak sekeji itu.
“Masuk, Pak.” Seruni mempersilakan. Memeriksa senyuman dari pantulan cermin, dia tak mau sampai terlihat bersedih terlalu berlebihan. Saat ini kebahagiaan tengah menyelimuti keluarganya. Air mata akan menodai semua.
Sandi mendorong pintu dan tersenyum getir. Sebagai ayah, dia paham luka yang sedang disembunyikan Seruni dari semua orang. Hatinya pun tak tega, tetapi dia bisa apa.
“Nak, maafkan Bapak. Ini di luar kuasa.” Sandi menghampiri. Direngkuhnya gadis berkebaya merah muda yang tampak cantik meski jejak luka masih kentara. “Ini takdir. Kita tidak bisa mengelak. Jangan menangis. Dia bukan laki-laki yang baik untukmu. Sayang air matamu.”
Pelukan pria dengan jas hitam kebesaran itu begitu hangat, ucapan pun menentramkan jiwa yang bergejolak.
“Kamu anak baik dan akan berjodoh dengan laki-laki terbaik. Terkadang, apa yang kita anggap sempurna, itu tak seperti kenyataannya. Bapak tahu ini berat, tapi waktu akan menyembuhkan semua lukamu. Hanya waktu dan bersabar, Nak. Yakin, entah besok, lusa, atau seminggu ke depan, sebulan ke depan … sakit di hatimu akan menghilang. Tuhan akan memberimu yang terbaik. Jodoh, kehidupan, dan cinta.” Sandi mengusap punggung putrinya dengan penuh kelembutan.
“Ya, Pak.” Seruni terisak di dalam dekap, berjuang menahan laju tangis agar tak terus mendesak.
“Percaya pada Bapak, suatu hari … kamu akan menertawakan dirimu sendiri karena menangisi Caraka hari ini. Laki-laki baik itu tahu bagaimana menghargai dan menghormati wanita. Percuma menangisi dia yang bahkan tak bisa menjaga perasaanmu. Dia menghamili kakakmu, Uni. Harusnya kamu bersyukur, Tuhan tidak meneruskan kisah kalian. Bapak yakin, di masa depanmu … akan jodoh yang lebih sempurna sedang dipersiapkan. Wisely, mungkin? Kita tidak ada yang tahu.”
Pelukan ayah dan anak itu terurai, Seruni memberi jarak dan menatap pria tua dengan gurat keriput merajalela.
“Apa dia akan ke sini? Seperti yang disampaikan Ibu?”
“Ya, dia dalam perjalanan. Orang tuanya tidak bisa hadir, Wise yang akan mewakili. Tersenyum, sambut calon suamimu, Uni. Bapak tidak bisa menjanjikan, tapi tetap mendoakan kebahagiaanmu. Sudah, kita keluar. Sebentar lagi ….”
Teriakan Lasmi memotong ucapan Sandi. Wanita itu menjerit histeris memecah pagi.
“BAPAK!”
Xixixi nyaman banget ya Ci di si hijau 😁..
Tapi semoga di manapun semoga sukses ya karyanya Ci...