NovelToon NovelToon
Transmigrasi Lunara Dan Sistem

Transmigrasi Lunara Dan Sistem

Status: sedang berlangsung
Genre:Sistem / Balas dendam dan Kelahiran Kembali
Popularitas:5.5k
Nilai: 5
Nama Author: Elle Nova

Lunara Airi, gadis keturunan Jepang yang dikenal sebagai Queen dari klan mafia Black Wolf, tewas dalam kecelakaan brutal akibat pengkhianatan musuh lamanya. Namun alih-alih mati, ia terbangun di tubuh seorang gadis keturunan Jepang bernama Aeryn Vynne Hikari — korban koma akibat pembullyan.

Di dunia baru yang tampak tenang namun penuh rahasia gelap, Lunara kini didampingi oleh sebuah sistem yang muncul dalam pikirannya.
Dengan sistem itu, ia menapaki kembali jalan menuju kekuasaan, balas dendam, dan pengendalian dunia modern yang hanya terlihat damai di permukaan.

Lunara bukan lagi hanya Queen dari dunia bawah…
Kini, dia adalah Aeryn Vynne Hikari — pemilik sistem yang bisa menundukkan dunia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elle Nova, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

STANDAR MUTLAK

Juri senior itu CEO perusahaan investasi besar dengan wajah setajam grafik pasar saham mencondongkan tubuh ke depan. Ruangan aula yang sejak tadi dipenuhi presentasi membosankan tiba-tiba berdenyut dengan ketertarikan baru.

Setelah mendengarkan sembilan belas presentasi sebelumnya termasuk proyek “Luxury Resort for Gen Z” milik Revan yang terlalu banyak glitter dan terlalu sedikit otak ada satu hal yang akhirnya membuat mereka terbangun.

Pertanyaan retoris Aeryn.

Pertanyaan itu pendek, tapi bobotnya kaya lemparan batu bata ke kaca sebuah mobil mewah.

“Jika krisis terjadi, langkah pertama adalah protokol hedging otomatis,” jawab Aeryn, suaranya mantap, stabil, dan jauh lebih dewasa dari usianya. Nada itu bukan nada orang sok pintar. Itu nada orang yang tahu persis apa yang dia bicarakan.

“Spesifiknya, kami akan segera mengunci nilai mata uang utama Yen dan Euro menggunakan derivatif untuk mengimbangi potensi depresiasi pasar Asia. Kedua, kami akan mengalihkan tiga puluh persen dari modal pembangunan yang belum terpakai ke obligasi pemerintah jangka pendek dengan rating AAA… Swiss atau Norwegia. Itu fondasi safe haven kami.”

Slide berganti. Grafik tajam muncul, Aeryn menggesernya dengan satu jentikan halus.

“Langkah ketiga… memanfaatkan krisis sebagai peluang. Harga properti pasca-krisis akan jatuh. Kami masuk saat orang lain mundur. Lahan tambahan akan jauh lebih murah. Ekspansi fasilitas juga. Margin keuntungan jangka panjang meningkat.”

Ia berhenti. Hening tercipta, bukan karena mereka bingung, tapi karena banyak orang merasa… tertampar.

Aeryn menatap juri, tanpa senyum, tanpa embel-embel.

“Krisis bukan ancaman,” katanya. “Krisis adalah filter untuk memisahkan pemain asli dari penyamar.”

Kalimat itu menusuk. Halus tapi mematikan.

Ruangan seketika membeku. Bahkan AC aula terasa kalah dingin dibanding tone suara anak itu.

Beberapa siswa menatap Revan dengan tatapan “udah bro, selesai hidup lo.” Bahkan siswa yang paling malas pun sadar ini bukan presentasi sekolah biasa. Ini kayak nonton CEO muda ngasih kuliah umum di depan investor.

Juri senior menghela napas, lalu menggeleng pelan, jelas kagum.

“Luar biasa,” gumamnya. “Tuan Revan, apakah ada tanggapan?”

Revan terdorong ke depan oleh paniknya sendiri. Tangan yang memegang pointer bergetar keras sampai lampu laser di ujungnya loncat-loncat kayak kucing kedinginan.

“E-eh… i-itu terlalu teknis… Tidak relevan untuk proyek sekolah…” suaranya bergetar, pecah, bahkan terdengar kaya mau nangis.

Beberapa siswa menahan tawa. Yang lain sudah menyerah menahan dan mulai batuk-batuk palsu untuk nutupin cekikikan.

Dan slide di belakang Revan?

Masih salah.

“Loxury Resort.”

Bahkan spell checker pun kayaknya pengen resign.

***

Juri senior menghela napas panjang, lalu memalingkan wajahnya menjauh dari Revan seperti melihat iklan yang dia benci.

Ia berdiskusi sebentar dengan juri lainnya. Mereka bicara cepat, singkat, efisien. Hasilnya? Sudah bisa ditebak bahkan sebelum kepala sekolah maju.

Kepala Sekolah naik ke podium, membawa amplop cokelat yang selalu mereka pakai di acara-acara besar. Tangannya gemetar sedikit bukan gugup, tapi karena menyadari betapa timpangnya kualitas siswa hari ini.

“Terdapat perbedaan standar yang sangat signifikan dalam metodologi dan analisis risiko siang ini,” katanya. Suaranya tegas.

Ia menatap Aeryn langsung, dan untuk pertama kalinya dalam acara ini, Kepala Sekolah tersenyum tulus.

“Pemenang Public Debate tahun ini… Aeryn Vynne Hakari.”

Tepuk tangan meledak.

Bukan yang heboh.

Bukan yang penuh euforia.

Tapi tepuk tangan yang pelan, teratur, dan… hormat.

Hormat pada ketajaman.

Pada kualitas.

Pada ancaman.

Beberapa juri bahkan berdiri.

Siswi-siswi yang selama ini menyindir Aeryn cuma bisa diam mematung.

***

Di barisan tengah, Daddy Danu menghela napas panjang bukan lega, tapi bangga sampai ekspresinya luluh total. Dia bukan tipe ayah yang gampang senyum. Tapi hari ini? Dia terlihat kayak baru dapet laporan tahunan perusahaan yang naik seratus persen.

Mommy Arisa menggenggam tangan suaminya. Matanya berkaca-kaca. Ada binar bangga yang susah ditutupin. Makeup sempurnanya bahkan hampir kalah sama emosi yang muncul.

Raka bersiul pelan.

“Gila… dia bukan cuma menang,” gumamnya. “Dia nge-wipe ruangan.”

Kia Pramudi menggigit bibir sampai memutih. Lina dan Mira berbisik panik. Anak-anak elit yang suka pamer kekayaan cuma bisa saling pandang.

Mereka baru benar-benar sadar

Aeryn bukan cuma saingan. Dia ancaman struktural.

***

Revan tiba-tiba bangkit, kursinya jatuh keras ke lantai. Beberapa orang kaget. Satu siswa di belakang sampai muntah kecil dari saking kagetnya.

Pikiran Revan berputar cepat

Mustahil. Dia curang, Ayahnya pasti kasih data. Pasti.

Dan pikiran itu berubah jadi kudeta emosional yang meledak menjadi dendam.

Aeryn turun dari podium, elegan seperti CEO muda yang baru selesai mengakuisisi perusahaan kompetitor. Vale, asisten pribadinya, dengan gerakan cepat dan presisi langsung mengumpulkan drive serta handout dari meja juri.

Revan menghadang, napas kasar, wajah merah.

“Kau pasti curang!” teriaknya. “Itu bukan proyek sekolah! Itu dari perusahaan ayahmu!”

Aeryn menoleh sedikit. Tatapannya dingin. Bening. Berbahaya.

“Revan,” bisiknya. “Kualitas tidak bisa dibeli. Kualitas adalah standar. Kau hanya tidak tahu bedanya.”

Revan terdiam. Kata-kata itu bukan bentakan. Bukan hinaan.

Itu… fakta yang menampar keras.

Aeryn dan Vale berjalan pergi.

***

Setengah jam kemudian, suasana tegang aula debat berubah total ketika rombongan Hakari sampai di mansion.

Interior rumah itu hangat, elegan, dan luas. Sofa besar, lampu kristal yang temaram, dan aroma khas vanilla-cedar memenuhi ruang keluarga.

Daddy Danu, Mommy Arisa, dan Raka duduk di sofa besar. Aeryn dan Vale duduk di seberang mereka. Vale sibuk mengutak-atik tabletnya, jelas mencoba menghindari interogasi keluarga.

Daddy Danu, Mommy Arisa, dan Raka duduk di sofa besar. Aeryn dan Vale duduk di seberang mereka. Vale sibuk mengutak-atik tabletnya, jelas mencoba menghindari interogasi keluarga.

Daddy Danu menatap putrinya tajam.

“Daddy masih tidak mengerti, Nak,” katanya. “Data dan strategi setajam itu bukan dari Hakari Group. Raka, kamu nggak ngasih apa-apa, kan?”

Raka mengangkat kedua tangan tinggi-tinggi. “Demi Tuhan, nggak. Kalau aku tahu, aku udah ribut dari pagi.”

Mommy Arisa akhirnya berdiri. Tangannya terangkat.

Ia menjewer telinga Aeryn sambil tetap tersenyum anggun senyum yang biasanya cuma muncul saat ia menawar saham miliaran.

“Sekarang jujur,” katanya pelan… tapi aura CEO-nya memukul ruangan.

“Apa lagi yang kamu sembunyikan dari kami, anak nakal? Perusahaan mana lagi yang kamu rampok, hm?”

Vale langsung pura-pura ngebenerin aplikasi di tabletnya. Kayak tombolnya tiba-tiba jadi 200x lebih penting.

Aeryn tertawa kecil.

“Tidak dirampok, Mommy. Aku cuma… butuh standar yang lebih tinggi dari Hakari Group. Jadi aku… mengadopsi perusahaan hiburan kecil. Arashine Entertainment.”

Sunyi.

Gelas Daddy Danu berhenti di udara kayak scene anime slow-motion.

Raka freeze kayak wifi jelek.

“Perusahaan… hiburan?” Daddy Danu terdengar tercabik. “Bukan kontraktor? Bukan tambang?”

“Bosaaaan, Dad,” jawab Aeryn santai. “Artis lebih menarik. Dan ya, aku pemiliknya. Itu kenapa datanya lebih tajam dari Revan. Team Arashine yang siapkan semuanya.”

Daddy Danu memijat pelipis.

“Anak ini…” gumamnya, setengah pusing setengah bangga.

Lalu ia menunjuk Aeryn dengan gelasnya.

“Tolong… TOLONG jangan beli perusahaan setiap kali kamu bosan. Daddy migren, tahu?”

Raka langsung ngakak keras.

Mommy Arisa cuma mengangguk elegan seperti menyetujui pasal baru dalam rapat direksi.

Aeryn bersandar santai.

Kemenangan tadi?

Bukan puncak.

Ini cuma pemanasan.

Bersambung…

1
Noey Aprilia
Tnggu aja smp revan bnr2 hncur...
mngkn dia bkln sdar,atw mngkin mkin gila....
Elle Nova: kalau cepet sadarnya atau di bikin gila nanti gk seru lagi gk ada yang ganggu ketenangan Aeryn😄
total 1 replies
anna
💪
anna
👍❤
anna
anna
👍
Noey Aprilia
Hai kk...
aku udh mmpir....mskpn nysek d awl,tp mkin ksni mkin seru...smp ngebut bgt bcanya biar bsa komen....😁😁😁....
D tnggu up'ny y kk....smngttt....😘😘😘
Noey Aprilia: Cama2.....😀😀😀
total 2 replies
Wahyuningsih
q mampir thor
Elle Nova: terimakasih🤍
total 1 replies
azka aldric Pratama
hadir
Elle Nova: terimakasih🤍
total 1 replies
AngelaG👁💜
Keren abis
Elle Nova: terimakasih🤍
total 1 replies
Sarah
dahsyat ttg cerita ini, semoga terus sukses author!
Elle Nova: terimakasih🤍
total 1 replies
.🌱Pomhy.☕
Ngakak parah!
Elle Nova: terimakasih,sdh mampir🤍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!