Jodoh itu unik.
Yang selalu diimpikan, tak berujung pernikahan. Yang awalnya tak pernah dipikirkan, justru bersanding di pelaminan.
Lintang Jelita Sutedjo dan Alan Prawira menikah atas dasar perjodohan kedua orang tuanya. Selisih usia 10 tahun tak menghalangi niat dua keluarga untuk menyatukan anak-anak mereka.
Lintang berasal dari keluarga ningrat yang kaya dan terpandang. Sedangkan Alan berprofesi sebagai dokter spesialis anak, berasal dari keluarga biasa bukan ningrat atau konglomerat.
Pernikahan mereka dilakukan sekitar empat bulan sebelum Lintang lulus SMA. Pernikahan itu dilakukan secara tertutup dan hanya keluarga yang tau.
Alan adalah cinta pertama Lintang secara diam-diam. Namun tidak dengan Alan yang mencintai wanita lain.
"Kak Alan, mohon bimbing aku."
"Aku bukan kakakmu, apalagi guru bimbelmu yang harus membimbingmu!" ketus Alan.
"Kak Alan, aku cinta kakak."
"Cintaku bukan kamu!"
"Siapa ??"
Mampukah Lintang membuat Alan mencintainya? Simak kisahnya.💋
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Safira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21 - Beruntung vs Sial
Ya, Alan Prawira adalah pahlawan yang menyelamatkan Lintang kala itu di kolam renang hotel.
Lintang saat itu berusia sebelas tahun dan masih SD. Lintang berada di sana bersama Mama Sinta dan seorang pengasuh. Namun saat tragedi itu terjadi, sang pengasuh sedang pergi ke toilet karena mendadak sakit perut.
Awalnya Lintang duduk di sebuah kursi yang cukup jauh dari kolam renang. Akan tetapi tak lama ia tertarik dengan pemandangan bunga-bunga cantik dekat kolam renang. Lintang berjalan mendekat sembari menyentuh bunga-bunga cantik itu.
Tiba-tiba dari arah belakang datang beberapa anak. Ada yang sebaya dengannya dan ada juga yang sudah SMP.
Mereka adalah anak dari teman-teman ibunya yang juga datang ke acara reuni tersebut. Secara kebetulan, mereka semua berjenis kela_min perempuan.
"Eh, aku beritahu ya. Kalian jangan dekat-dekat sama dia!" seru salah seorang anak yang usianya sebaya dengan Lintang. Ia berusaha memprovokasi teman-teman yang lain untuk menjauhi Lintang. Namanya, Desi.
"Kenapa?" tanya anak yang lain.
"Dia itu dulu satu sekolah denganku. Tapi sekarang udah enggak lagi soalnya dikeluarin dari sekolah," jawab Desi.
Lintang hanya mampu terdiam dan kepalanya menunduk takut ketika mendengar ucapan mantan teman sekolahnya itu.
"Hah, dikeluarin?"
"Iya. Kalian tau kenapa dia sampai dikeluarin sama pihak sekolah?"
"Enggak," jawab mereka.
"Apa dia sangat nakal di sekolah?" sahut anak yang lain.
"Lebih parah dari itu," jawab Desi.
"Aku jadi penasaran,"
"Dia sakit mental alias gangguan jiwa!" sarkas Desi penuh dengan fitnah yang tertuju pada Lintang.
"Ya ampun, cantik-cantik ternyata enggak waras! Ih, serem..."
Mereka mendadak mundur satu langkah ke belakang karena merasa takut dengan Lintang yang katanya seorang anak dengan gangguan mental alias sakit jiwa.
Seketika Lintang mendongakkan kepalanya seraya menatap ke arah Desi, mantan teman sekolahnya tersebut yang telah menuduhnya sakit jiwa.
"A_ku eng_gak gi_la! Ka_mu sa_lah!" desis Lintang dengan nada suara terbata-bata.
Sekuat tenaga Lintang berusaha memberikan perlawanan lewat kata-kata. Namun tetap tak bisa berucap secara tegas dan normal seperti anak lain pada umumnya.
Lintang didera rasa takut dan cemas serta trauma, sehingga tubuhnya bergetar. Namun hatinya menolak dituduh punya gangguan mental. Alhasil ia membalas ucapan Desi sebatas kemampuannya.
"Jangan percaya ucapannya! Dasar anak gila!" sarkas Desi yang semakin memfitnah Lintang.
Lalu, tak lama anak-anak yang lain menyebut Lintang anak gila, anak sakit mental dan lain sebagainya. Mereka lebih mempercayai ucapan Desi.
Sang provokator tersenyum puas karena berhasil membuat Lintang terpojok dan ketakutan. Terlihat dari wajah, Lintang seakan hendak menangis.
Desi memang tak menyukai Lintang di sekolah. Jika perihal kecerdasan otak tentang pelajaran di sekolah, Lintang jauh dari hal itu.
Namun paras Lintang yang sangat cantik serta bentuk fisiknya yang ideal, membuat beberapa teman pria di sekolah mereka begitu kagum pada Lintang. Hal itu yang membuat Desi tak suka.
Tanpa rasa belas kasih, Desi pun mendorong tubuh Lintang yang sudah berada di tepian kolam renang dewasa. Lintang yang terkejut dan tak siap, otomatis langsung tercebur ke dalam kolam orang dewasa yang kedalamannya hingga 1,8 meter.
☘️☘️
Lintang berhasil diselamatkan oleh Alan. Mami Sinta dan Mama Dian bersama Alan segera membawa Lintang ke rumah sakit terdekat.
Ketika siuman, orang yang pertama kali dicari oleh Lintang adalah pria yang menjadi pahlawannya.
"Mi, mana kakak yang udah nolong adek tadi di kolam?"
"Loh, adek tau kalau yang nolong tadi laki-laki?" sahut Mami Sinta.
"Iya, adek tau. Adek ingat jelas wajahnya dan dia-laki-laki. Kakak itu tampan, Mi."
"Eh, masih bocil tau aja laki-laki ganteng!" cibir Mas Dewa yang sudah ada di rumah sakit sebelum Lintang siuman.
"Suka-suka adek. Wlekk !!" balas Lintang seraya menjulurkan lidahnya pada Mas Dewa.
Sebelum Lintang pingsan, ia sempat melihat seorang pria tampan yang pastinya berusia dewasa tengah menolong dirinya ketika tenggelam di kolam renang hotel.
"Siapa Mi nama kakak tadi? Sekarang dia ada di mana?" cecar Lintang.
Akhirnya Mami Sinta pun mengatakan tentang sosok Alan Prawira pada Lintang. Sayangnya Lintang tak bisa melihat Alan ketika siuman. Dikarenakan Alan dan Mama Dian sudah pulang ke Semarang.
Namun sejak hari itu, di hati Lintang telah tersemat nama Alan Prawira. Bahkan sepulang dari rumah sakit, Lintang sengaja meminta informasi dari Mami Sinta tentang Alan dan keluarga pria itu.
Lintang tersenyum bahagia karena ternyata sang ibu berteman baik dengan Mama Dian, ibu kandung Alan. Namun, Lintang tak pernah lagi bertemu Alan setelah kejadian itu.
Lintang hanya bertemu Mama Dian untuk mengucapkan terima kasih ketika ia dan sang ibu bertandang ke Semarang.
☘️☘️
Jika kalian bertanya, apa Alan tak mengingat Lintang akibat kejadian di kolam renang waktu itu ?
Alan ingat. Namun hanya sepintas lalu dan tak berarti di otak maupun hatinya.
Justru karena peristiwa itu, banyak hal yang dikorbankan oleh Alan. Alhasil Alan tak ingin mengingat momen itu lagi.
Tanpa sadar ketika refleks Alan menolong Lintang yang sedang tenggelam, laki-laki itu terlupa mengeluarkan ponsel sejuta umat miliknya dari saku kemejanya.
Sedangkan tas selempang kecil milik Alan yang berada di pundak seketika terjatuh di lantai dekat tepian kolam renang. Tidak ikut tercebur ke dalam kolam.
Gara-gara menolong Lintang, ponsel sejuta umat milik Alan terpaksa masuk bengkel alias tempat service hp. Dikarenakan ponsel Alan kemasukan air dan terjatuh cukup keras ke dasar kolam, sehingga tak bisa menyala.
Alan sempat mengumpat kesal karena baru teringat ada beberapa materi penting terkait revisi skripsinya di dalam ponsel miliknya tersebut yang belum sempat dicadangkan ke tempat lain seperti laptop.
Alan terpaksa mengulangi kembali dari awal untuk menyusunnya karena data dalam ponselnya tadi tak bisa diselamatkan alias hilang setelah ponselnya diperbaiki.
"Oalah sib, nasib. Apes banget begini!" keluh Alan ketika harus mulai menulis revisi skripsinya tersebut dari nol lagi.
Apalagi tugas tersebut harus diselesaikan oleh Alan dalam waktu semalam karena dikejar deadline dari dosennya. Sistem Kebut Semalam.
Dari kejadian itu menghasilkan dua kenangan berbeda yang ada di benak Lintang maupun Alan.
Bagi Lintang, tentu kenangan tersebut sangat membahagiakan. Ia merasa beruntung karena ditolong oleh Alan yang sejak itu disematkan sebagai sang hero nya.
Namun, tidak bagi Alan.
Pria itu benar-benar merutuki kebodohannya. Menolong orang lain memang hal baik, terutama bagi dirinya sebagai calon dokter. Hanya saja ia merasa sial akibat kejadian itu.
Bersambung...
🍁🍁🍁
*Siap-siap ya, konflik utamanya mulai aku mainkan di beberapa chapter ke depan.
gemes sm si lintang jdnya