Karena pertempuran antar saudara untuk memperebutkan hak waris di perusahaan milik Ayahnya. Chairil Rafqi Alfarezel terpaksa harus menikahi anak supirnya sendiri yang telah menyelamatkan Dirinya dari maut. Namun sang supir malah tidak terselamatkan dan ia pun meninggal dunia setelah Chairil mengijab qobul putrinya.
Dan yang paling mengejutkan bagi Chairil adalah ketika ia mengetahui usia istrinya yang ternyata baru berusia 17 tahun dan masih berstatuskan siswa SMA. Sementara umur dirinya sudah hampir melewati kepala tiga. Mampukah Ia membimbing istri kecilnya itu?
Yuk ikuti ceritanya, dan jangan lupa untuk memberikan dukungannya ya. Seperti menberi bintang, Vote, Like dan komentar. Karena itu menjadi modal penyemangat bagi Author. Jadi jangan lupa ya guys....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ramanda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
JANJI CHAIRIL 2.
Semenjak mendengar perkataan Rendi, suasana hati Widiya langsung berubah pesat. Ia tak lagi bersemangat ketika diajak jalan-jalan oleh Chairil. Apalagi waktu Chairil membelikan baju untuknya ketika mereka dimall, ia Sama sekali tak meresponnya. Bahkan ketika ia mengajaknya makan disebuah restoran mewah. Ia juga sama sekali tak mau menyicipi semua makanan yang sudah dipesen oleh Chairil.
Ditambah lagi karena kasusnya belum terselesaikan, mereka pun tidak diperbolehkan untuk pulang ke kampungnya Widiya. Jadi Chairil terpaksa harus membawa istrinya itu ke apartemennya yang dikota. Dan itu membuat Widiya semakin gelisah. Sehingga ketika ia diajak masuk ke apartemennya Chairil ia tak mau. Hal itu membuat Chairil semakin kebingungan menghadapi istri kecilnya itu.
"Ayo dong Wid, kita masuk dulu, biar Mamas jelaskan semuanya." Ajak Chairil, ketika mereka berada di depan pintu apartemen Chairil.
"Diya nggak mau Kak. Diya mau pulang aja," balas Widiya tampak begitu kekeh tak ingin masuk ke apartemen suaminya.
"Dengarlah Wid, saat ini Mamas sedang menghadapi kasus yang begitu rumit. Dan kamu sendiri sudah tahukan, dan bahkan ikut mengalaminya. Makanya polisi meminta kita agar tetap disini dulu," jelas Chairil terdengar begitu berhati-hati sekali.
"Kan hanya kakak yang di minta polisi itu, jadi kakak sajalah yang tinggal. Diya bisa kok pulang sendiri naik kereta api,"
Chairil, menghela nafas beratnya, setelah mendengar perkataan istrinya yang begitu keras kepala. "Wid, Mamas tidak akan tenang membiarkan kamu pulang sendirian. Apalagi tadi kita habis diserang orang. Emas nggak ingin kamu seperti Ayah kamu. Jadi tolong mengertilah Wid,"
Widiya langsung menatap wajah suaminya, ketika ia menyebut kata Ayahnya. "Ayah? Sebenarnya apa yang telah terjadi pada Ayahku?" Tanyanya dengan tatapan yang terlihat begitu penasaran.
"Masuklah, kalau kamu ingin mengetahuinya."
Karena rasa penasarannya begitu besar, akhirnya Widiya masuk ke apartemen suaminya. Dan diikuti oleh Chairil, yang menggerakkan kursi rodanya sendiri.
Sesampainya di dalam Widiya tak langsung duduk. Ia hanya berdiri sambil menatap Chairil, dengan wajah tampak tidak sabar ingin mendengar penjelasan dari suaminya.
"Duduklah Wid. Nggak mungkinkan Mas bercerita dengan kepala yang harus mendongak terus keatas?" Kata Chairil. Dan akhirnya Widiya pun menuruti perkataan suaminya. Lalu ia pun langsung duduk tepat dihadapan suaminya dengan tatapan masih sangat penasaran.
Chairil menghela nafas beratnya, tampak sekali ia seperti begitu berat ingin bercerita pada istrinya. Namun ketika melihat wajah istrinya yang begitu penasaran, akhirnya ia pun buka suara.
"Wid, sebenarnya ada yang berniat ingin membunuh Mamas," katanya, membuat Widiya tampak sedikit terkejut.
"Hah! Siapa sebenarnya yang berniat membunuh Kakak? Lalu apa hubungannya dengan Ayah, Diya? Apakah Ayah termasuk salah satu dari mereka?" Tanyanya dengan rasa penasarannya.
"Mas juga nggak tahu, siapa yang ingin membunuh Mas. Dan Ayah kamu bukan komplotan mereka. Beliau justru menyelamatkan Mas, dari maut itu. Hingga beliau kehilangan nyawanya sendiri." Balas Chairil, yang akhirnya ia pun menceritakan semua tentang peristiwa yang merenggut nyawa Ayahnya Widiya. Dan ia juga menceritakan mengapa ia harus menikahinya.
Widiya langsung menangis tersedu-sedu saat mendengar cerita dari suaminya. Dadanya terasa begitu menyesakkan hingga ia tak sanggup berkata apa-apa lagi. Hati Chairil pun begitu sakit ketika melihat istri kecilnya yang menangis hingga terisak-isak. Ia pun bangkit dari kursi rodanya. Dan dengan sedikit terpincang-pincang ia pun menghampiri Widiya yang masih duduk di sofa panjangnya, lalu ia pun langsung duduk disamping Widiya.
"Maafkan Mamas ya Wid," katanya seraya ia memeluk tubuh Widiya. "Maaf karena Mamas, Ayah kamu jadi harus pergi. Maaf juga karena Mamas tidak bisa menyelamatkannya. Tapi Mamas janji akan memenuhi setiap permintaan Ayah kamu waktu itu. Yaitu menjaga kamu, melindungi kamu, serta membahagiakan kamu. Jadi Mamas mohon pengertian kamu, agar Mamas bisa memenuhi janji Mamas pada Ayah kamu. Kamu maukan sayang, bantu Mamas?" Katanya lagi, sambil mengusap-usap kepalanya Widiya penuh kasih sayang.
Mendengar permintaan sang suami, Widiya pun hanya bisa menganggukkan kepalanya dengan pasrah. Sebab walaupun ia sebenarnya ingin menentang pernikahannya, tetap tak bisa lagi. Karena semuanya sudah terlanjur terjadi. Apalagi pernikahan itu adalah keinginan terakhir Ayahnya. Jadi mau tak mau ia harus menjalaninya dengan ikhlas.
"Alhamdulillah, terimakasih ya Sayang." Kata Chairil, setelah melihat Anggukan dari istrinya. Lalu ia pun mengecup puncak kepala Widiya. "Sekarang kamu istirahat gih, dikamar Mamas. Pasti kamu sudah lelah bangetkan?"
Widiya langsung mendorong tubuh Chairil, setelah mendengar kata kamarnya. Lalu ia menatap Chairil dengan dengan tatapan penuh kecurigaan. Dan Chairil pun langsung memahaminya.
"Kenapa hm? Apa kamu curiga ya, Mamas akan melakukan hal yang aneh-aneh gitu, sama kamu?" Tanya Chairil dan kembali lagi Widiya hanya membalas dengan isyarat anggukan saja.
"Kamu tenang saja deh, Mamas tidak akan melakukan hal itu kok," ujar Chairil. Namun tampaknya di wajah Widiya masih terlihat tidak percaya dengan kata-kata suami.
Karena istri kecilnya, masih tidak percaya, Chairil pun langsung mengangkat dua jarinya, yaitu jari telunjuk dan jari tengahnya keatas. "Mamas berjanji. Demi Allah, Mamas tidak akan menyentuh, atau menuntut kewajiban kamu, sampai kamu lulus dari sekolah kamu." Ucapnya membuat Widiya langsung tampak lega. "Apakah sekarang kamu puas, hm?" Tanyanya lagi, Mendengar Janji Chairil, Widiya kembali mengangguk sembari menyunggingkan senyuman tipisnya..
Chairil malah sakit hati, ketika melihat senyuman istrinya yang terlihat puas setelah mendengar janji nya. "Haiiis... Ternyata Kamu kejam banget ya, Wid?" Tanyanya, sambil memasang wajah yang sedang merajuk, dan dengan tangan yang ia lipatkan di bawah dada bidangnya.
"Kok kejam? Emangnya Widiya melakukan apa sama Kakak?" Tanya Widiya balik. Dengan wajah lugunya.
"Itu, kamu tersenyum diatas penderitaan Mamas, yang tidak boleh menyentuh kamu. Hmm... Jadi benaran nih, Mamas nggak boleh nyentuh kamu, sedikit pun?"
"Ya tergantung sih, apa yang mau disetuh dulu nih?" Tanya Widiya, yang tampaknya sudah mulai terbuka pada Chairil. Hal itu membuat Chairil tampak senang.
"Yaa, misalnya nyentuh tangan, atau nyentuh wajah gitu, apa nggak boleh juga ya?" Tanya Chairil, tampak sangat berharap sebuah lampu hijau dari istri kecilnya.
"Humm.... gimana yaa? Um... Baiklah, kalau sebatas itu, di perbolehkan deh."
Mendengar jawaban dari istrinya Chairil langsung mengecupin wajah istrinya gemasnya, dari keningnya, kehidungnya, hingga kedua pipinya yang berulang-ulang. Membuat Widiya langsung berteriak-teriak.
"Kyaaak! Hentikan Kak! Batal-bataaaal!!"
┈┈••✾•◆❀◆•✾••┈┈
Jangan lupa tinggalkan jejaknya ya guys. Kasih bintang, Like, Vote, dan komentarnya oke? Syukron 🙏🏻
thor prasaan dkit bngt dah up ny, ga terasa/Grin/
double up kk/Grin/
prsaan trsa dkit ya mmbca krya tiap bab ny/Grin/.
brhrap ada double up, triple up. pisss hny brcnda tpi smga diwujudkn/Grin/