Salah masuk kamar, berujung ngamar ❌ Niat hati ingin kabur dari Juragan Agus—yang punya istri tiga. Malah ngumpet di kamar bule Russia.
Alizha Shafira—gadis yatim piatu yang mendadak dijual oleh bibinya sendiri. Alih-alih kabur dari Juragan istri tiga, Alizha malah bertemu dengan pria asing.
Arsen Mikhailovich Valensky—pria dingin yang tidak menyukai keributan, mendadak tertarik dengan kecerewetan Alizha—si gadis yang nyasar ke kamarnya.
Siapa Arsen sebenarnya? Apakah dia pria jahat yang mirip seperti mafia di dalam novel?
Dan, apakah Alizha mampu menaklukkan hati pria blasteran—yang membuatnya pusing tujuh keliling?
Welcome to cerita baper + gokil, Om Bule dan bocil tengilnya. Ikutin kisah mereka yang penuh keributan di sini👇🏻
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wardha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sama-sama bingung.
Pria itu kini berdiri dengan dada bidangnya menghadap Alizha, satu tangannya berkacak pinggang sementara kepala dimiringkan sedikit. Tatapannya seperti heran, seperti sedang menilai makhluk aneh yang tersesat masuk ke kamarnya.
Alizha makin panik. Dia meremas ujung bajunya, mencoba bicara dengan bahasa Inggris seadanya.
"I am ... tourist! No, no—student. Uh ... I am not ... bad people. I am ... pure girl, halal, halal!" ujarnya asal-asalan.
Pria itu hanya mengedip sekali, bibirnya berusaha terkatup seakan menahan tawa.
Alizha makin frustasi. "You understand me? I ... lost. Very lost. Super duper lost!"
Karena pria itu masih menatapnya tanpa reaksi, Alizha gemas sendiri. Dia menghela napas, lalu menghentakkan kakinya keras-keras di lantai.
"Ya Allah! Kenapa bahasa Inggris-ku jadi amburadul gini sih?!" katanya dengan kesal, memprotes ucapannya sendiri.
Pria itu berkedip lagi, kali ini makin heran, lalu bergumam dengan suara berat, "Strannaya devochka." (Gadis aneh)
Alizha menutup wajah dengan kedua tangan, antara ingin menangis atau ketawa sendiri karena malu. Bingung dan bingung.
Lalu, Alizha semakin panik ketika melihat pria asing itu mulai membuka kancing kemejanya satu per satu, lalu dasinya ia tarik sembarangan sampai terlepas.
"Ya Allah ... No, no, no! Jangan apa-apain saya, mister! Saya masih suci, saya berhijab! Saya bukan, bukan ...," kata-katanya tercekat, tangannya melambai-lambai di depan dada seperti kipas.
Pria itu justru terlihat malas untuk menanggapi. Setelah melepaskan kemejanya, ia lemparkan ke kursi terdekat. Lalu dengan santai ia duduk lagi di sofa, seolah Alizha hanyalah lalat ribut di sekitar telinganya. Tangannya meraih ponsel, menyalakan layar, lalu mulai mengetik sesuatu tanpa peduli dengan drama di hadapannya.
Alizha yang sejak tadi tegang, malah semakin kikuk. "Astaga, jadi dia cuma kepanasan? Bukan ... bukan mau macem-macem?" pipinya merona malu, tapi mulutnya masih tetap cerewet.
"Mister, you know ... saya bukan ... eh, not hotel girl. Saya nyasar, you understand? Nyasar! Accident masuk room!" katanya lagi, dengan bahasa yang kacau.
Pria itu mengangkat kepalanya sebentar, menatap Alizha dengan ekspresi serius. Ia bergumam dalam hati, "Ini makhluk apa sih?" lalu kembali menunduk ke ponselnya.
Alizha menghela napas keras, menghentakkan kaki dengan kesal. "Duh, kenapa lidahku belepotan gini sih!"
Sementara pria itu hampir saja tersenyum, menahan tawa karena melihat polahnya yang heboh. Pria itu menyandarkan tubuh ke sofa. Lalu suara berat yang datar, ia mengatakan sesuatu dalam bahasa Rusia.
Alizha menajamkan telinganya, tapi tentu saja tidak paham sepatah kata pun. Hanya samar-samar terdengar 'devushka' dan 'angliyskiy', yang membuatnya tambah bingung.
"Astaga ... jangan bilang dia nelpon temennya buat culik aku?!" pikirnya panik, menatap pria itu penuh curiga.
Tapi kemudian wajahnya berubah, antara takut dan kagum.
Alizha dalam hati menjerit, "Alamakjang! Aku malah disuguhi bule ganteng begini. Ampun mataku ya Allah!"
Dia buru-buru menutup wajah dengan kedua tangan, tapi jemarinya menyempil, tetap ngintip. "Istighfar, Zha, istighfar! Dosa, dosa!"
Sementara itu, pria itu malah masih saja tenang. Dia bicara ke asistennya, "Jangan buang waktu mencari seorang gadis lagi. Aku sudah menemukannya."
Alizha masih berdiri di depan pintu, kedua tangannya saling bertautan di dada, wajahnya penuh waspada. Pria itu—yang ternyata sedang serius berbicara lewat ponsel—sekali-sekali menatapnya.
Selesai menutup telepon, pria itu berdiri, berjalan ke arah dapur kecil, lalu mengambil botol minum yang ber-merk aneh. Baru saja meneguk, Alizha malah buru-buru mengangkat tangan seperti polisi lalu lintas.
"Stop! Jangan kasih saya racun ya, Mister! Saya belum nikah, belum punya anak!" teriaknya dengan logat Inggris yang masih saja belepotan, sampai-sampai membuat pria itu terhenti dan hanya memandanginya.
Dengan ekspresi penuh heran—pria itu memiringkan kepala, keningnya berkerut. "Я даже не понял, что ты сказала." (Saya bahkan tidak mengerti apa yang barusan kamu katakan.)
Alizha semakin panik. Ia menghentakkan kaki, lalu menunjuk botol minum itu dengan mata melotot. "Water? Poison? No, no! I die—finish!" katanya sembari menepuk dadanya sendiri dengan dramatis.
Pria itu akhirnya tidak tahan, menutup wajah dengan tangan karena hampir tertawa. "Ты сумасшедшая." (Kamu gila.)
Lalu ia kembali menenggak air dengan santai.
Alizha yang melihatnya langsung terbelalak. "Astaghfirullah! Nih bule malah uji nyali minum racun depan saya!"
Pria itu masih berdiri sambil menegak habis botol minumnya. Kepala yang tadi berdenyut karena efek alkohol seketika terasa lebih ringan—bukan karena minuman, melainkan ulah gadis desa yang heboh itu. Dia berjalan santai menuju ranjang, lalu menjatuhkan tubuhnya duduk dengan elegan. Tangannya terulur, menepuk sisi kasur—memberi isyarat agar Alizha duduk di sebelahnya.
Alizha langsung melotot. Wajahnya merah padam, mulutnya terbuka lebar. "Oh no, no, no! Mister jangan panggil-panggil saya begitu! Saya bukan ... bukan ... apa itu?!" Dia gelagapan, tangannya berkibar-kibar seperti kipas.
Pria itu mengangkat satu alis, kepalanya sedikit miring menatap dengan heran. "Садись." (Duduk.)
Alizha semakin panik. "No! Saya bukan cewek panggilan mister! Jangan bikin saya duduk di kasur! Itu ... itu dosa besar, tahu! Astaghfirullah!"
Dia bahkan sampai menghentakkan kakinya sendiri, berputar ke kiri-kanan seperti ayam kehilangan arah.
Pria itu akhirnya menutup wajahnya dengan telapak tangan, bahunya berguncang menahan tawa. "Что за цирк?" (Pertunjukan apa ini?) gumamnya dengan geli tercampur bingung.
Alizha oun semakin salah paham. "Apa lagi itu?! Kau mau santet saya, ya, mister?! Aduh mati aku. Ya Allah, kalau aku mati, kuburannya jangan jauh-jauh dari emak!"
Pria itu menepuk sisi ranjangnya sambil menatap Alizha dengan wajah serius. "Tуда, сядь." (Duduk sini.)
Alizha langsung melotot. "Duduk maksudnya? Duduk apaan! Saya nggak mau, mister! Saya masih suci, saya nggak rela!"
Pria itu menghela napas panjang, sabarnya ternyata sudah hampir habis. Ia bangkit, lalu menarik pergelangan tangan Alizha dengan pelan.
"Aah! No! Jangan tarik-tarik saya begitu! Saya bukan kambing, mister!" Alizha meronta sampai kakinya menghentak-hentak lantai.
Pria itu mengeraskan rahang, lalu kembali mengucapkan, "Сядь спокойно." (Duduk tenang.)
"Apa? Duduk spoy ... spoy? Oh Tuhan, ini kode aneh apalagi! Jangan-jangan ini mantera bule buat bikin saya pingsan?! Tidak, mister!"
Ia malah semakin heboh, sampai kerudungnya berantakan dan dasternya tersangkut ke kursi. Pria itu akhirnya berhasil menariknya ke sisi ranjang, menepuk bahunya agar diam.
Alizha langsung menutup matanya sambil kedua tangan menutupi wajah. "Aduh Ya Allah, kalau memang harus diculik bule ganteng. Semoga dia minimal ngajak ke restoran dulu, jangan langsung gini dong!"
Pria itu mendengus, jelas-jelas menahan tawa, tapi wajahnya tetap terlihat datar. "Боже мой." (Ya Tuhan) gumamnya sambil mengusap wajah sendiri.
Alizha mencoba mengumpulkan keberaniannya, meski suara hatinya bergetar hebat. Dia menatap tajam ke arah pria itu sambil menunjuk dengan jari gemetaran.
"Ingat, Mister! Malaikat tidak tidur untuk mencatat dosa kita! Saya tidak mau begini, ya! Dosa besar!" katanya dengan nada tegas penuh ceramah ala ustazah dadakan.
Pria itu hanya menaikkan sebelah alis, tidak mengerti satu kata pun. Wajahnya malah terlihat makin bingung, seolah sedang menatap tontonan lawak siaran langsung.
Alizha buru-buru bangkit dari ranjang, hendak menghindar. Tapi pria itu sigap, langsung menarik pergelangan tangannya agar duduk kembali.
"Hei! Lepaskan, Mister! Saya bisa marah, lho!" teriak Alizha dengan panik.
Pria itu ikut mengomel dalam bahasa Rusia, "Сядь спокойно, глупая девчонка!" (Duduklah tenang, gadis bodoh!) sambil berusaha menahan Alizha yang memberontak.
"Apaan sih? Bahasa planet mana lagi tuh!" Alizha makin panik, menendang-nendang kakinya ke udara.
Pria itu semakin jengkel karena gadis itu terus meronta. Alizha berusaha mendorong dada bidang pria itu dengan kedua tangan mungilnya, tapi bukannya berhasil lepas, malah tubuhnya oleng.
"Waduh! Saya bilang jangan tarik-tarik! Saya bisa jatuh—"
Dan benar saja, tubuh Alizha terpeleset ke depan. Pria itu kaget, refleks meraih pinggangnya. Bukannya menyelamatkan dengan elegan, keduanya justru sama-sama kehilangan keseimbangan.
BRUK!
Mereka jatuh ke atas ranjang. Alizha meringis, wajahnya merah padam karena posisi mereka jadi serba salah.
"Astaghfirullah, Mister! Ini sudah dosa tingkat internasional! Huaaa!" teriaknya, menutup wajah dengan kedua tangan.
Sementara pria itu menghela napas panjang, masih menahan kepalanya yang pusing karena ulah gadis cerewet ini.
Ketukan keras di pintu membuat Alizha hampir meloncat dari kasur. Pria itu langsung bangkit, berjalan santai seolah tidak ada apa-apa, lalu membuka pintu.
Seorang pria muda dengan setelan rapi masuk sambil membawa map. Alizha langsung panik, matanya membesar. "Ya Allah, ini mah udah fix! Aku mau dijual ke mafia internasional!"
Dia buru-buru melompat ke sisi ranjang, mencari sesuatu untuk melindungi diri. Matanya menyapu sekeliling—dan yang paling dekat hanya bantal empuk. Tanpa pikir panjang, dia meraih bantal itu dan memeluknya di dada.
"Asisten mafia datang! Astaghfirullah, Zha! Jangan nangis, jangan nangis. Hadapi dengan iman!" batinnya, tubuhnya gemetar tapi matanya dipaksa melotot garang ke arah keduanya.
Pria itu menoleh ke arahnya, keningnya berkerut. Sementara asistennya ikut melirik dengan heran.
Alizha malah mundur ke dinding sambil mengangkat bantalnya seperti perisai. "Saya tahu, Mister! Kalian pasti komplotan! Jangan macam-macam, ya! Saya punya Allah yang Maha Kuasa! Sekali kalian sentuh saya, malaikat mencatat kalian masuk neraka jahannam!"
Asisten itu membeku, melirik tuannya dengan ekspresi bingung. "Ini gadis ngomong apa, Tuan?"
Pria itu justru mengangkat tangan ke pelipisnya, menahan tawa yang hampir saja lepas.