NovelToon NovelToon
Once Mine

Once Mine

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Nikah Kontrak / Percintaan Konglomerat / Obsesi / Romansa / Slice of Life / Dark Romance
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: Just_Loa

Sara Elowen, pemilik butik eksklusif di Paris, hidup dalam ketenangan semu setelah meninggalkan suaminya-pria yang hanya ia nikahi karena perjanjian.

Nicko Armano Velmier bukan pria biasa. Ia adalah pewaris dingin dari keluarga penguasa industri, pria yang tak pernah benar-benar hadir... sampai malam itu.

Di apartemen yang seharusnya aman, suara langkah itu kembali.
Dan Sara tahu-masa lalu yang ia kubur perlahan datang mengetuk pintu.

Sebuah pernikahan kontrak, rahasia yang lebih dalam dari sekadar kesepakatan, dan cinta yang mungkin... tak pernah mati.

"Apa ini hanya soal kontrak... atau ada hal lain yang belum kau katakan?"

Dark romance. Obsesif. Rahasia. Dan dua jiwa yang terikat oleh takdir yang tak pernah mereka pilih.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Just_Loa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

The Terms

Gedung pusat Velmier Group menjulang tenang di tengah kota, namun langkah Sara pagi itu terasa tak biasa.

Gema hak sepatunya membentur lantai marmer. Ia berjalan seperti menelusuri lorong keputusan, jalur satu arah tanpa jalan mundur.

Sekretaris pribadi Nicko menyambut dengan senyum profesional, lalu mengantar ke ruangan di lantai atas. Ruang kaca yang sama. Langit Paris tampak muram, seolah tahu persis apa yang akan dibicarakan di balik dinding transparan itu.

Begitu melangkah masuk ke ruangan itu, Sara sempat terdiam sejenak.

Nicko duduk di sana, tenang seperti seseorang yang sudah lama menunggu tanpa terburu-buru. Tatapannya sempat menyapu Sara sekilas, tapi cukup membuat napasnya terasa berbeda.

Ia tampak tenang, sulit ditebak namun juga cukup tampan, dengan rahang tegas dan mata gelap yang menyimpan sesuatu yang tak bisa dibaca begitu saja. Ada ketegangan diam-diam yang memancar dari caranya duduk, dari cara ia memandang... dan itu membuat Sara sedikit gelisah tanpa alasan yang jelas.

Setelan hitam yang ia kenakan terpasang rapi, dan pas membingkai tubuh tinggi tegapnya dengan ketelitian yang hampir mengintimidasi. Rambutnya tersisir ke belakang, dan bersih. Dan meski wajahnya tak menunjukkan emosi, Sara bisa merasakan sesuatu yang dingin, tapi tetap memikat dengan cara yang berbeda.

Ia menunduk sejenak, menarik napas tipis sebelum akhirnya membuka suara.

"Selamat pagi, Tuan Velmier," ucap Sara datar.

Nicko mengangguk singkat. "Silakan duduk."

Sara menarik napas kecil sebelum duduk di kursi seberangnya. Hening beberapa detik.

Nicko bersandar sedikit ke belakang, tangan terlipat di atas meja kaca. Matanya masih menatap lurus padanya, tajam namun tenang.

"Jadi," katanya akhirnya, pelan namun mengandung tekanan, "Anda datang ke sini untuk memberikan jawaban?"

Tatapannya tak berkedip. Tak ada tekanan dalam nada suaranya.

Sara menatap balik pria di hadapannya. Untuk sesaat, ia hanya diam.

Ia menggenggam tangannya di atas pangkuan. Tidak untuk terlihat kuat, tapi agar tidak terlihat gemetar.

"Saya sudah memikirkannya, Tuan Velmier," ujarnya pelan, tapi jelas. "Berkali-kali."

Ia mengalihkan pandangan sejenak ke jendela di belakang pria itu. Langit kelabu. Sama seperti pikirannya beberapa minggu ini.

"Dan saya tahu... ini bukan keputusan ringan. Tidak untuk Anda, dan tidak juga untuk saya."

Nicko tak menyela. Ia hanya menatapnya, nyaris tanpa kedip, seperti sedang membaca bahasa tubuh Sara lebih dari kata-katanya.

Sara menarik napas tipis sebelum kembali menatap langsung ke mata pria itu.

"Jika benar ini hanya kontrak. Jika benar tidak ada niat menyentuh bagian lain dari hidup saya di luar kesepakatan, maka ya."

Ia menelan ludah yang terasa pahit.

"Saya setuju."

Sebaris kalimat itu keluar dengan tekanan. Bukan karena ia tak yakin. Tapi karena ia tahu, begitu diucapkan... tak akan ada jalan kembali.

Nicko tidak langsung bicara. Ia hanya menatapnya dalam diam, seolah mengukur ulang wanita di hadapannya. Tak ada senyum di wajahnya, hanya ketenangan yang terlalu rapi untuk dianggap netral.

Lalu, perlahan, ia mengangguk sekali. Gerakan kecil, tapi tegas.

"Baik," ucapnya singkat.

Nada suaranya tetap datar, tapi ada sesuatu yang berubah di sorot matanya. Bukan sekadar puas, melainkan seolah ia baru saja memastikan bahwa pion yang ia butuhkan telah menempati posisinya.

"Keputusan yang masuk akal."

Ia bersandar pelan ke kursinya, mengamati Sara dengan sorot yang tak mudah ditebak.

"Saya akan mengatur semua yang diperlukan. Kita mulai dari pembicaraan teknis dalam beberapa hari ke depan. Tanpa tergesa."

Hening kembali turun sesaat. Tapi berbeda dari tadi, hening ini seperti pertanda bahwa permainan telah dimulai, meski belum ada aturan yang benar-benar dibuka.

"Dan satu hal lagi," ucap Nicko, perlahan. "Mulai hari ini, hidup Anda akan berubah. Saya harap Anda benar-benar siap dengan itu, Sara."

Kalimat itu tak disampaikan sebagai ancaman. Tapi dinginnya menusuk seperti sesuatu yang jauh lebih berbahaya dari itu.

Sara menahan napas sejenak. Ia tahu pria di hadapannya bukan tipe yang bicara berlebihan. Setiap kata mengandung arah. Dan setiap arah bisa membawanya ke jalan yang sulit ditarik mundur.

Namun ia juga tahu satu hal:

Jika ia harus melangkah ke dalam permainan ini, maka ia tidak akan masuk sebagai pion tanpa suara.

"Kalau hidup saya akan berubah," jawabnya perlahan, "maka setidaknya izinkan saya menetapkan beberapa batas agar saya masih merasa punya kendali."

Nicko tidak merespons langsung. Hanya menatap, menunggu.

"Ada beberapa syarat yang ingin saya sampaikan," lanjut Sara. Suaranya masih tenang, tapi nadanya lebih tegas.

"Pertama, saya tetap menjalankan pekerjaan saya. Tidak ada intervensi pada butik. Itu satu-satunya ruang pribadi yang saya punya, dan saya tidak ingin siapa pun termasuk Anda, masuk terlalu jauh ke dalamnya."

Nicko hanya mengangguk sekali, tak menunjukkan reaksi setuju atau menolak. Wajahnya tetap datar, namun jelas mendengarkan.

"Kedua," Sara menarik napas pelan, "saya tidak akan tinggal satu atap... setidaknya sampai pernikahan benar-benar dilangsungkan. Dan bahkan setelah itu, saya ingin ada ruang yang jelas. Saya butuh waktu untuk menyesuaikan diri dengan... segalanya."

Nada "segalanya" itu mengandung lebih dari yang ia katakan. Luka. Trauma. Ketakutan. Dan hal-hal yang bahkan belum sempat ia beri nama.

Terakhir, ia menatap langsung ke mata Nicko.

"Dan mengenai tanggal pernikahan... saya tidak bisa langsung melakukannya. Saya minta waktu. Setidaknya 2 bulan."

Nicko masih diam. Matanya menatap Sara tanpa berkedip, seolah menelusuri sesuatu jauh di balik keteguhan wanita itu. Jemarinya terlipat rapi di atas meja, namun ketegangan halus di sendi-sendi tangannya mulai terlihat.

Lalu ia bicara pelan, tapi tak memberi ruang untuk ditawar.

"Tidak ada intervensi pada butik, saya bisa setujui," ucapnya singkat.

"Nafas Anda, waktu Anda, keputusan-keputusan kecil... tetap milik Anda."

Pernyataannya terdengar adil, hampir seperti jaminan kebebasan. Tapi jeda yang ia berikan setelahnya terasa seperti perangkap halus.

"Soal tempat tinggal, itu bisa diatur. Kita tidak harus tinggal serumah. Bukan itu yang penting."

Tatapannya mengeras sedikit. "Selama Anda bisa menjaga penampilan publik saat diperlukan, saya takkan mencampuri kehidupan pribadi Anda."

Ia berhenti. Hening menggantung di antara mereka. Dan kemudian...

"Tapi dua bulan?"

Nada suaranya turun satu oktaf. Dingin. Rasional.

"Itu terlalu lama, Sara."

Sekilas, kilatan emosi, bukan marah, tapi lebih ke urgensi, muncul di sorot matanya.

"Perusahaan ayah Anda tidak akan bertahan selama itu. Proyek sudah ditangguhkan, investor mulai gelisah. Saya tidak menyebutkan ini untuk menekan Anda, tapi fakta tetap fakta."

Ia bersandar ke kursinya, kali ini tak menyembunyikan intensitasnya. "Seminggu, mungkin dua. Tapi dua bulan? Terlalu banyak yang akan jatuh sebelum itu."

Ia menatap Sara lekat-lekat.

"Anda meminta ruang, dan saya beri. Sekarang saya minta hal yang sama, komitmen, bukan dalam ucapan, tapi tindakan. Jika kita ingin kesepakatan ini berjalan... kita harus mulai bergerak."

Suara itu pelan, namun tidak membuka ruang debat.

Lalu, dengan nada yang lebih tenang, ia menambahkan,

"Waktu tidak berpihak pada siapa pun, Sara. Termasuk pada Anda."

Sara mendengarkan dengan rahang mengeras.

Ada sesuatu dalam nada Nicko, dingin, penuh logika, dan terlalu nyata yang membuat dadanya terasa sesak.

Ia tahu itu bukan ancaman. Itu kenyataan.

Dan justru karena itu, rasanya lebih menyakitkan.

Perusahaan ayahnya. Kehidupan keluarganya. Semua yang selama ini ia coba jaga dengan sisa-sisa kekuatan yang ia punya... perlahan mengarah ke jurang yang tak bisa ia cegah seorang diri.

Tangannya mengepal di atas lutut. Ia menatap pria itu, tatapan yang mencoba tetap tegak, meski retak mulai terasa di baliknya.

"Jadi hanya itu pilihan saya?" ucapnya pelan.

"Menikah dalam dua minggu... atau melihat keluarga saya kehilangan segalanya?"

Nicko menatapnya lama sebelum akhirnya bersuara.

"Bukan dua minggu," katanya pelan. "Saya beri waktu satu bulan."

Nada itu tetap tenang. Tapi keputusannya terdengar seperti palu yang diketuk tanpa emosi.

"Satu bulan. Itu yang bisa saya toleransi tanpa mengganggu struktur pergerakan perusahaan ayah Anda. Setelah itu, kesepakatan harus berjalan."

Ia berhenti sejenak, lalu menambahkan,

"Saya harap itu cukup untuk Anda... dan untuk keluarga Anda."

Sara mengangguk kecil. Ia tahu itu bukan kemenangan. Bukan juga kebaikan hati. Itu hanya... ruang napas yang bisa ia rebut di tengah medan perang yang bukan ia ciptakan.

Matanya kembali menatap Nicko, kali ini tanpa gentar.

"Baik," ujarnya pelan.

"Satu bulan. Setelah itu, saya akan datang. Dan saya akan siap."

Kalimat itu keluar seperti sumpah yang tak ia inginkan, tapi harus ia pegang.

Nicko mengamati Sara selama beberapa detik setelah kalimat itu. Matanya menelusuri wajah perempuan di hadapannya, mencari celah, mungkin, atau sekadar memastikan bahwa komitmen yang baru saja diucapkan itu tidak goyah.

Lalu ia mengangguk sekali.

"Kontraknya akan saya siapkan," ucapnya tenang. "Detail hukum dan klausulnya sedang difinalkan. Saya tidak akan mengirimkannya begitu saja. Ketika waktunya sudah tepat... saya akan menemui Anda langsung di butik."

Sara sempat mengerutkan alis. "Di butik saya?"

Nicko mengangguk ringan.

"Ya. Itu tempat publik. Orang-orang perlu mulai terbiasa melihat saya bersama Anda. Terutama orang-orang yang ada di sekitar Anda."

Sara terdiam. Jari-jarinya saling menggenggam erat di pangkuan.

Lalu, dengan suara lebih pelan namun mantap, ia berkata, "Kalau begitu... saya ingin meminta satu hal."

Nicko mengangkat alis sedikit.

"Tolong jangan katakan apa pun dulu pada siapa pun. Termasuk pihak keluarga saya."

Tatapannya tak bergeser dari pria itu. "Dan bukan hanya sampai kontrak ditandatangani... tapi sampai kontrak ini selesai. Biarkan ini tetap jadi rahasia kita berdua."

Nada suaranya terdengar mantap, tapi ada ketegangan samar di ujung kalimatnya. Sara bukan sedang berusaha menyembunyikan rasa malu, ia sedang melindungi orang-orang yang ia cintai dari kenyataan yang terlalu rumit untuk dijelaskan. Terlalu dingin untuk dimengerti.

"Selama itu tidak melanggar kesepakatan," lanjutnya, "saya ingin keluarga saya tetap berada di luar semuanya. Mereka tak perlu tahu alasan di balik semua ini."

Nicko menatapnya tanpa banyak reaksi. Tapi ada jeda singkat sebelum ia mengangguk.

"Baik," ucapnya akhirnya. "Jika itu syarat Anda, saya terima."

Ia menyandarkan tubuh ke sandaran kursi, suaranya tetap datar tapi tak ada penolakan di dalamnya.

"Kami terbiasa menyimpan urusan pribadi dalam lingkaran yang sempit. Tidak akan ada publikasi, tidak akan ada sorotan yang tak perlu."

Pernyataannya tidak terdengar seperti janji manis, tapi lebih seperti kontrak tak tertulis yang sudah mereka pahami bersama:

Pernikahan ini adalah tentang kontrol. Tentang kepentingan. Dan ketenangan... adalah bagian dari strateginya.

Nicko lalu membuka laci meja dan mengeluarkan sebuah kartu. Ia meletakkannya di meja kaca, mendorongnya ke arah Sara dengan ujung jarinya.

"Hubungi saya saat waktunya tiba. Saya akan datang ke butik membawa kontrak, dan kita tandatangan di sana."

Sara menatap kartu itu sesaat sebelum menyelipkannya ke dalam tasnya.

Tak ada nama panjang di situ, hanya satu: Nicko A. Velmier, dan satu nomor telepon.

Sederhana. Terlalu tenang.

Tapi terasa seperti langkah pertama menuju sesuatu yang tak akan bisa ia tarik kembali.

Jari-jarinya sempat gemetar halus saat menutup resleting tas. Ia tak ingin memperlihatkannya, tapi tubuhnya tak bisa berbohong. Ada perasaan samar yang mengendap di dadanya, seperti sedang menandatangani sesuatu yang tak tertulis, tapi lebih berat dari sekadar kontrak hukum.

Keputusan ini akan mengubah segalanya. Dan untuk pertama kalinya, ia benar-benar sadar... tak ada jalan untuk kembali menjadi dirinya yang lama.

Ia berdiri perlahan, membenarkan letak tas di bahu.

"Saya pamit," ucapnya, nyaris terlalu pelan.

Nicko hanya mengangguk singkat.

Tak ada ucapan selamat tinggal, tak ada basa-basi.

Sara melangkah menuju pintu.

Hening mengiringinya. Setiap langkah seperti terdengar terlalu jelas di lantai marmer ruangan itu. Ia tak menoleh.

Ia tahu, kalau ia menoleh, ia akan mulai mempertanyakan semuanya.

Pintu menutup perlahan di belakangnya.

Membiarkan ruangan itu kembali sunyi.

Nicko masih duduk di tempatnya. Tangannya kini bergerak pelan, menarik kembali sisa map di sisi meja. Ia membuka sedikit isinya

Mulutnya melengkung kecil. Hampir tak terlihat.

Bukan senyum lebar. Tapi cukup untuk membisikkan satu hal:

Segalanya berjalan sesuai rencana.

1
Mar Lina
akankah sara menerima cinta, Nathaniel
es batu ...
lama" juga mencair...
lanjut thor ceritanya
di tunggu updatenya
Just_Loa: siap kak trmakasih sdh mmpir 🧡
total 1 replies
Mar Lina
aku mampir
thor
Synyster Baztiar Gates
Next kak
Synyster Baztiar Gates
lanjutt thor
Synyster Baztiar Gates
Next..
Synyster Baztiar Gates
Bagus thor
iqbal nasution
oke
Carrick Cleverly Lim
Hahahaha aku baca dari tadi sampe malam, mana next chapter nya thor?!
Just_Loa: Hahaha makasih udah baca sampai malam! 🤍 Next chapter lagi direbus pelan-pelan biar makin nendang, yaaa 😏🔥 Stay tuned!
total 1 replies
Kuro Kagami
Keren, thor udah sukses buat cerita yang bikin deg-degan!
Just_Loa: Makasih banyak! 🥺 Senang banget ceritanya bisa bikin deg-degan. Ditunggu bab-bab selanjutnya yaa~ 💙
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!