Entah wanita dari mana yang di ambil kakak ku sebagai calon istrinya, aroma tubuh dan mulutnya sungguh sangat berbeda dari manusia normal. Bahkan, yang lebih gongnya hanya aku satu-satunya yang bisa mencium aroma itu. Lama-lama bisa mati berdiri kalau seperti ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rika komalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keras kepala
"sebaiknya kita istirahat dulu, jangan sampai ibumu curiga malam-malam kita masih di luar." ucap Bima.
Hmmm, sebaiknya memang begitu, gegas kami bertiga masuk. Aku dan Galuh tak lupa membersihkan tubuh baru gantian dengan Bima setelah itu kami masuk kamar masing-masing.
Pagi menjelang, aku yang baru tidur beberapa jam harus ikut bangun karena tidak mungkin kan molor di rumah orang. Begitupun dengan Galuh, dia bahkan kasih terkantuk-kantuk saat keluar kamar.
"kalian begadang ya?" ucap ibunya Galuh.
" iya Wak,"ucapku sembari tertawa.
Wanita seumuran ibuku tersebut hanya menggelengkan kepalanya, tak lama sarapan pun sudah terhidang di meja. Mana bersama, lalu setelahnya ibunya Galuh pamit karena mau ke ladang katanya.
"jangan lupa semua pintu di tutup kalau kalian mau pergi ya," ucap wanita itu sebelum pergi tadi.
" iya buk,"
Wanita paruh baya itu tampak semangat menuju ladang, biasanya bersama Galuh berhubung aku di sini jadi ibu nya saja seorang diri. Tapi tenang saja, tengah hari biasanya sudah pulang.
Segera kami membersihkan diri, baru setelahnya kami bertiga berjalan kaki menuju rumah mbak Sinta.
"kau yakin Ras, ibunya Sinta akan menerima kita?" ucap Galuh.
" kenapa? Kau takut? Padahal ini ide kalian berdua loh."
" ya kan cuma menebak saja."
" di sana kan ada mas Rama, mana mungkin lampir itu berani mengusirku."
" benar juga!" ucap Galuh sembari tertawa.
Menyusuri jalanan yang sepi membuat langkah kami sedikit agak cepat, rencananya mau naik motor tapi entah mengapa Bima mengajak kami berjalan kaki.
Setibanya di rumah mbak Sinta, tenyata ibuku juga sudah ada di sana bahkan tengah mengobrol dengan buk Surti.
"assalamu'alaikum" ucapku.
Hanya ibuku yang menjawab, buk Surti dan mbak Sinta hanya diam tapi tatapan keduanya berbeda. Buk Surti dengan tatapan setannya, sementara iparku dengan tatapan datarnya.
Segera aku menyalami ketiganya, namun saat menyalami tangan buk Surti sedikit aku menggodanya.
"kau cantik dengan rambut pendek seperti ini sialan," bisikku sembari tersenyum.
Langsung saja wajah jeleknya itu mengeras, seperti sedang kebelet berak hahahaha.
Dan tak lupa aku juga menyalami ipar setan ku ini, "ternyata kau sama gatal nya dengan siluman itu!" bisikku tepat di telinga nya.
Wajah mbak Sinta seketika memerah, seandainya tak ada ibu dia pasti akan menelanku bulat-bulat.
"ibu kok di sini?" ucapku sembari melirik mereka semua.
"iya tadi ibu ikut dengan Rama, katanya ibunya Sinta sakit jadi ibu sekalian jenguk. Lah, terus kalian kok di sini?" ucap ibu berbalik tanya padaku.
" cuma main aja buk, lagian aku kan gak pernah main ke rumah mbak Sinta, ya udah sekalian aja ku ajak Bima dan Galuh. Tadi ibu bilang buk Surti sakit, sakit apa buk?" ucapku seraya melihat mertua abangku tersebut.
"itu loh pipi nya buk Surti terkena pisau, katanya pas lagi bersihin ikan."
" o" ucapku sembari tersenyum.
Ternyata itu goresan pisau kater ku malam tadi rasakan.
"oh iya buk, mas Rama mana?"
"dia lagi di belakang, bareng bapaknya mbak Sinta. Katanya lagi ngasih makan ikan di kolam."
Di kolam? Belakang? Jangan-jangan kolam tempat siluman itu lagi.
"mbak Sinta, yuk lihat mas Rama. Kebetulan temanku Bima ini hobi mancing, boleh kan buk Surti?"
Buk Surti hanya bisa mengangguk pasrah, kali ini aku haru menghafal area rumah mbak Sinta siapa tau kami bertiga ke sini lagi jadi aku tidak nyasar.
Di antar mbak Sinta kami bertiga berjalan menuju halaman belakang, hmmm setiap sudut rumah mbak Sinta tak luput dari pindaian ku bahkan aku masih ingat di mana kamar tempat mbak Sinta dan siluman itu bercinta.
"nah, itu mas Rama." ucap Galuh.
kami bergegas ke sana, tampak bapak mbak Sinta tengah membersihkan kolam berair hijau tersebut sementara abangku hanya membantu sekedar nya saja.
"banyak ikannya ini pak," ucap Bima setelah kami tiba di sana.
"lumayan banyak, kenapa kalian mau?"
Kami seketika terdiam, jangan bilang ikan-ikan ini anak siluman lele malam tadi.
"pak, kata ibu kan ikan di kolam ini gak boleh di ambil." ucap mbak Sinta.
" gak apa-apa, lagian udah lama banget ikan di kolam ini gak di ambil, pasti udah besar-besar."
" tapi pak, kalau ibu marah bagaimana?"
" gak apa-apa dong sayang, lagian itu kan cuma ikan. Masa gak boleh sih." ucap mas Rama.
Mbak Sinta tak bisa berkata apapun, dia tampak diam dan apa kalian tau bagaimana raut wajahnya saat melihatku? mirip seperti setan yang tengah marah.
"ya udah gih mas, ambil pancing nya. Udah gak sabar ini mau mancing." ucapku.
" bapak punya pancing?" ucap mas Rama.
" ada di gudang. Sinta temenin Rama sana ambil pancing, bapak juga udah lama gak mancing."
" tapi pak...?" ucap mbak Sinta takut dan ragu.
" udah kamu tenang aja, ibu mu biar jadi urusan nya bapak."
Mbak Sinta dengan langka bingung melangkah menjauh dari kami begitupun dengan mas Rama dia pergi bersama istrinya.
Setelah mereka hilang di pandangan, aku segera mendekat pada lelaki malang ini, ku lirik Bima dan juga Galuh mereka serentak menganggukkan kepalanya.
"pergi dari rumah ini pak." ucapku tiba-tiba.
Bapak mbak Sinta seketika mendongak, dia bahkan sampai mengerutkan dahinya saat melihatku.
"maksud mu?" ucapnya bingung.
"nyawa bapak dalam bahaya saat ini, siluman itu pak. Siluman itu tak akan lama lagi akan menjemputmu."
" siluman apa? Kalian ini bicara apa sih!?"
Bima yang melihat kebingungan di wajah bapak mbak Sinta segara mendekat.
"pak, tolong dengarkan kami, nyawa bapak saat ini dalam bahaya. bapak sudah di jadikan tumbal oleh istri bapak sendiri. Jadi kami mohon, pergilah sejauh mungkin pak." ucap Bima dengan suara pelan, takut tiba-tiba mas Rama dan mbak Sinta muncul.
"kalian ini kalau bicara jangan ngaco ya, mana mungkin istriku melakukan hal bodoh seperti itu."
" tapi faktanya memang seperti itu pak, istri bapak buk Surti bersekutu dengan siluman lele berbadan katak dan apa bapak tau di mana siluman itu berada? Di kolam ini pak." ucapku. Aku harus bisa menyakinkan bapak Bowo ini, jangan sampai dia menjadi korban persekutuan buk Surti dengan iblis tersebut.
Dia menggelengkan kepalanya, sembari terbentuk dia membuang nafasnya lalu melihat kami satu persatu.
"kalian terlalu banyak menonton film drama, tidak yang seperti itu. Lagian istriku Surti tidak mungkin bersekutu dengan iblis.kakian ini ada-ada saja." ucapnya sembari tertawa.
Ku buang nafas ini dengan kesal, harus cara bagaimana lagi kami memberitahukan pada lelaki malang ini, bisa jadi malam nanti atau besok dia sudah menjadi tumbal iblis itu. Tapi, dia malah tidak percaya sama sekali.