Ratih Tidak Percaya Kalau Pernikahannya Dan Akmal Akan Berakhir Hancur, Lima Tahun Bukanlah Waktu Yang Singkat, Namun Saat Ratih Telah Melahirkan Putri Pertama Mereka Yang Sudah Lama Mereka Dambakan, Namun kenyataan Pahit Menimpa Ratih, Akmal Berselingkuh Dengan Teman Dekat Ratih Seorang Janda Beranak Dua.
"Lihat Saja Mas, Akan Ku Balas Pengkhianatanmu." Ratih Gelapa Mata, Ia Bersekutu Dengan Seorang Dukun, Dan Merencanakan Pembalasan...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom young, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SANTET 20
Ratih Hendak Beranjak, Namun Diluar Terdengar Suara Riuh Beberapa Kendaraan Yang Mendatangi Rumah Mereka.
Beberapa Bapak-Bapak Yang Berjualan Dipasar Menghantarkan Rena Pulang Ke Rumahnya, Setelah Dipasar Tadi Rena Sempat Sadar Dan Kembali Muntah Darah, Dan Sekarang Kondisi Rena Sangat Memprihatinkan.
"Bu... Assalamualaikum" Salah Seorang Bapak-Bapak Mengetuk Pintu Rumah Bu Mirah Yang Sedikit Terbuka.
Bu Mirah, Langsung Berjalan Kedepan Membukakan Pintu Lebih Lebar, Ia Terkejut Melihat Rena Digotong Para Bapak'Bapak.
"Ini Ada Apa Yah?... Kenapa Dengan Anak Saya."
Mendengar Ibunya Berteriak Dari Luar, Jantung Ratih Berdebar-Debar
"Rena Sudah Tujuh Hari Ini..." Gumam Ratih Menarik Nafasnya Dalam, Ia Tahu Kalau Hari Ini Adalah Tepatnya Tujuh Hari Santet Pitung Dino Mengrogoti Tubuh Rena.
Ia Memegangi Dadanya Yang Berdebar Hebat, Langkahnya Berat Saat Hendak Keambang Pintu Menuju Ibunya, Melihat Keraimana Didepan Rumah.
"Apa Yang Terjadi Dengan Anak Saya Dipasar?... Kenapa Kalian Semua Diam Saja?" Bu Mirah, Mengoyahkan Pundak Bapak-Bapak Separuh Baya.
"Rena Pingsan Dipasar Bu, Tadi Dia Sempat Tersadar Namun Pingsan Lagi Setelah Muntah Darah." Ucap Salah Seorang Pemuda Memberanikan Diri.
Lutut Bu Mirah Seketika Lemas, Saat Melihat Baju Rena Bersimbah Darah, Ia Syok Melihat Anaknya Yang Selalu Ia Anggap Sebagai Pembantu Kini Lemas Terkapar Lemah. "Bapak-Bapak Tolong Bawa Rena Masuk."
Bu Mirah, Melihat Banyak Luka Dibagian Dada Rena Setelah Ia Membuka Kerudung Rena Yang Bersimbah Darah, Luka itu Seperti Bekas Luka Cekikan Dan Pukulan Lama, Karena Memar Berwarna Ungu kebiruan.
Ratih yang Tidak Mau Ada Orang Lain Yang Tahu Ia Langsung Meminta Para Bapak-Bapak Keluar Dari Rumahnya, Dan Memberikan Upah Kepada Mereka, Karena Telah Membawa Rena Pulang.
"Ratih... Lihat Ade Kamu Ratih, Kenapa Ia bisa Begini?" Bu Mirah Menangis Sesenggukan Melihat Rena Lemas Sudah Tidak Bernyawa.
"Bu..." Ratih Ragu-ragu Ingin Menjawab Kalau Ia Yang Melakukan Semua Itu, Namun Bibirnya Kelud, Hatinya Entah Menggapa Tampa Rasa Iba, Bahkan Air Matanya Saja Sama Sekali Tidak Menetes.
"Rena Meningal Ratih...." Bu Mirah Berteriak Lantang, Tersendu Sambil Meremas Tangan Rena Yang Sudah Dingin, "Gimana Bisa Begini Rena, Rena Bangun Nak'Maafin Ibu...."
Ratih Menelan Ludahnya, Ia Ikut Bersimpuh Menguatkan Ibunya Yang Menangis, "Ibu Yang Sabar Ini Sudah Takdir..." Ratih Nampak Tenang, Meskipun Melihat Jenazah Rena Agak Ketar-Ketir
Ia Tidak Menyangka Santet Yang Ia Ucapkan Untuk Adiknya Benar-Benar Terjadi.
Para Tetangga Mendatangi Rumah Bu Mirah, Mereka Kaget Saat Tahu Rena Meninggal Secara Mendadak, Padahal Pagi Tadi Mereka Melihat Rena Masih Menyapu Halaman, Bahkan Menyapa Mereka Saat Hendak Pergi Ke pasar
"Yang Sabar Bu Mirah..." Para Tetangga Berdatangan Melayat, Namun Tidak Ada Yang Diperbolehkan Membuka Jenazah Rena, Bahkan Memandikannya Saja Harus Memanggil Pemandi Jenazah Khusus.
"Iyah Bu... Terimakasih Sudah Datang."
Jenazah Rena Dikebumikan Sore ini Juga, Langit Nampak Mendung, Meskipun Banyak Luka-Luka Didada Rena, Namun Saat Meningal Ia Nampak Terseyum.
Bu Mirah Masih Menangis Hinga Mengatrakan Jenazah Rena Kepemakaman, Sementara Ratih Masih Terdiam Menatap Nyalang Adiknya Dikebumikan, Ia Santai Memakai Pakaian Serba Hitam, Dan Kacamata Hitam Untuk Menutupi Matanya. Sementara Hari Makin Sore Dan Mulai Turun Gerimis.
"Bu, Ayo Pulang Sudah Turun Gerimis." Ratih Memayungi Ibunya Yang Sedang Duduk Memeluk Batunisan, Sementara Dirinya Tetap Berdiri Santai Menggenggam Payung.
"Ibu Mau Tetap Disini Ratih, Kasian Rena Kedinginan." Bu Mirah Memeluk Erat Batunisan Milik Rena.
"Buat Apa Ibu Terus Menangis Disini, Waktu Rena Hidup Saja Ibu Sia-Siakan!" Ratih Menarik Nafas Kasar, Matanya Memandang Malas.
"Tapi Ibu Masih Belum Terima Ratih, Ibu Ngak Nyangka Rena Meningal Begitu Mendadak."
"Udah Deh Bu, Ngak Usah Banyak Drama!" Ratih Melipat Tangan Malas.
"Kalau Ibu Ngak Mau Pulang Sati Bagimana, Siapa Yang Mau Ngurus Sati, Aku Harus Berangkat Kerja!" Meskipun Emosi Ia Juga Tidak Bisa Mengutuk Ibunya Dengan Santet Pitung Dino, Karena Ia Masih Butuh Ibunya Untuk Menjaga Rarasati.
Ratih Membawa Paksa Ibunya Pulang, Karena Hujan Mulai Turun Dengan Lebat.
.
.
Ratih Tetap Harus Kembali Bekerja, Meskipun Dirumah Masih Dalam Suasana Duka, Ia Menyewa Beberapa Ibu-ibu Untuk Menemani Ibunya Dan Sati, Satu Malam Ratih Membayar Empat Ibu-ibu Masing-Masing Lima ratus Ribu.
"Aku Harus Cepat Mengejar Target, Besok Malam Aku Juga Harus Mencari Ibu-ibu Yang Hendak Melahirkan." Ratih Menatap Lurus Kedepan Sambil Mengemudi Mobilnya Hendak Ke Kecamatan, Menuju Rumah Bordir.
"Aduh... Mana Besok Juga Bertepatan Malam Jumat Kliwon Lagi." Sebenarnya Agak Susah Dan Jarang Sekali Ada Anak Yang Lahir Pada Malam Jumat Kliwon. Maka Dari Itu Ratih Berfikir Keras Agar Mendapatkan Anak Yang Lahir Pada Hari Besok Bertepatan Pada Tangal Lima Belas Bulan Jawa.
Ratih Keluar Dari Dalam Mobilnya, Karena Baru saja Mamih Rumah Bordir Memberikan Kabar Kalau Sudah Ada Tamu Yang Ingin Bertemu Dengannya.
"Selamat Malam Mamih... Maaf Terlambat Tadi Di rumah Ada Sedikit Kendala." Ratih Nampak Santai, Mungkin Hanya Dirinya Yang Bekerja Dirumah Bordir, Namun Mamihnya Tidak Pernah Komplen Jika Ia Terlambat Datang.
"Oh-Tidak Apa, Santai Saja. Oh-Iya Ia Sudah Menunggu Mu Dikamar, Lekas Temui Dia." Mamih Nampak Senang, Karena Ia Mendapatkan Upah Yang Cukup Banyak.
Ratih Langsung Naik ke lantai Dua, Ia Memasang Wajah Ceria, Karena Hendak Menemui Tamu Pertama Malam Ini.
Ratih Membuka Pintu. "Ka-mu.... " Ratih Membulatkan Mata, Ia Terkejut Didalam Kamarnya Sudah Ada Tuan Zacky Yang Sedang Duduk Santai Menunggu Dirinya.
"Hai Ratih... Apa Kabar?" Ucap Tuan Zacky Langsung Beranjak Dari Duduknya Saat Melihat Ratih Membuka Pintu.
"Jadi Tuan, Tamu Yang Mamih Anggap Istimewa Itu!" Ratih Menarik Nafas Kesal, Ia Nampak Marah Dan Kembali Ingin Keluar Menutup Pintu itu Kembali. Namun Dengan Sigap Tuan Zacky Langsung Meraih Tangan Ratih. "Sudah Cukup Ratih Jangan Menghindar Lagi." Tuan Zacky Menarik Tangan Ratih, Dan Langsung Menutup Pintu Kamar Itu.
"Saya Sudah Bilang Tuan, Tolong Jangan Terus Memaksa Saya, Menemui Tuan." Ratih Mengusap Wajahnya Gusar
"Bagimana Saya Bisa Tenang, Kalau saya Belum Melihat Wajah Mu, Dan Memastikan Kau Aman Ratih." Tuan Zacky Menarik Tangan Ratih, Dan Menaruh Didadanya.
Ratih Menarik Nafas Dalam, Melepaskan Tangannya Dari Genggaman Tangan Tuan Zacky.
"Berapa Uang Yang Tuan Berikan Pada Mamih, Biar Saya Kembalikan." Ratih Membuka Dompetnya.
"Tidak Perlu, Saya Hanya Butuh Bertemu Dengan Mu Saja."
Nafas Ratih Tidak Beraturan, Baru Kali ini Ia Merasa Kacau, Biasanya Setiap Malam Menghabiskan Malam Penuh Sentuhan Dan Buaian, Namun Kali Ini Begitu Kacau Ia Didalam Kamar Malah Terus Didesak Oleh Tuan Zacky Meminta Jawaban
Darinya, Agar Ratih Mau Menikah Dengan Nya.
"Tuan Sekali Lagi Saya Tegaskan, Saya Tidak Mau Menikah, Tolong Tuan Segera Keluar Dari Ruangan Saya." Kali Ini Ratih Nampak Terbawa Suasana ia Meninggikan Nada Bicaranya.
"Tidak Saya Tidak Akan Keluar, Jika Kau Tidak Mau Saya Akan Memaksa, Terpaksa Saya Akan Menghamili Kamu Terlebih Dulu Agar Kamu Mau Menikah Dengan Saya." Tuan Zacky Mengancam. Ratih Langsung Gelagapan, Saat Tuan Zacky Kembali Menarik Tangannya Dan Mendekat Kearahnya.