Banyak yang bilang orang baru akan kalah dengan orang lama. Nyatanya nasib Zema sangat berbeda.
Menikah dengan sahabat masa kecilnya justru membuat luka yang cukup dalam dan membuatnya sedikit trauma dengan pernikahan.
Dikhianati, dimanfaatkan dan dibuang membuat Zema akhirnya sadar. Terkadang orang yang dikenal lebih lama bisa saja kalah dengan orang baru yang hadir dihidup kita.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Redwhite, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Mereka bertemu saat makan malam. Luthfi jelas tahu jika Zema masih berada di Jakarta. Herannya Atta tak mengkonfirmasi tentang itu yang bisa dipastikan jika permasalahan mereka, Atta dan mungkin juga Kenzie belum tahu, pikir Zema.
Luthfi menyambutnya seperti dulu. Senyum lelaki berkaca mata itu seakan menyatakan jika hubungan mereka masih seperti baik-baik saja sebelum semua bencana ini terjadi.
Sayangnya, Zema yang telah muak tak bisa bersikap tenang dan tetap menampilkan wajah datarnya.
"Sepertinya kamu punya ponsel lain, sebab aku benar-benar ngga tahu apa-apa tentang kamu sekarang."
Luthfi berkata seakan menyadap ponsel Zema adalah hal wajar dan tak perlu di besar-besarkan.
"Mengintip privasi orang benar-benar membuatmu bahagia ya Luth. Aku heran bagaimana Psikolog bisa membuat surat keterangan jika dirimu sudah sehat secara mental," cibir Zema.
Luthfi tak terpengaruh, dia mengusap bibir gelasnya dan kembali menatap Zema yang terlihat jijik padanya.
"Tadinya aku pikir, bisa berbicara santai denganmu, tapi kelihatannya kamu masih marah—"
"Marah? Itu hanya pikiran sempitmu, yang sebenarnya aku rasakan justru aku muak padamu. Kau tahu Luth? Hal yang paling aku selali dalam hidup adalah bertemu psikopat sepertimu!"
Luthfi tersenyum remeh, seakan kemarahan Zema dianggap angin lalu olehnya.
"Kau marah karena bang Dery atau karena aku berusaha menghancurkan karirmu?"
"Aku marah karena telah menganggapmu sahabatku. Dan ya, kau berusaha mengancurkan karirku dengan berusaha merusak semua file-file pentingku, beuntung aku tak bisa kau bodohi, jadi kini giliranmu yang akan aku hancurkan!"
Luthfi tertawa kencang, seakan semua ancaman Zema adalah sebuah bualan yang tak akan berimbas apa-apa padanya.
"Memangnya kau bisa apa?" sinis Luthfi.
Zema tersenyum tipis. "Aku tadinya penasaran, anak terkutuk korban pencabulan ayah tirinya sepertimu ini kenapa bisa berubah seperti ini."
Diingatkan tanpa perasaan akan masalalu kelamnya membuat tubuh Luthfi bergetar hebat.
"kau membuat bang Dery merasakan apa yang kamu rasakan. Kenapa? Kamu ingin memiliki teman yang senasib denganmu?"
Wajah Luthfi semakin pias karena entah dari mana Zema bisa tahu keadaan Dery. Yang ia tahu penyiksaan dengan kekerasan seksual itu memang dia yang mengatur. Bahkan orang tua Zema pun tak tahu kejadian itu.
Apa Dery yang memberitahunya? Tak mungkin, pikirnya. Lelaki itu gila karena siksaan hebat itu.
"Aku tahu kau penasaran kenapa aku bisa sampai tahu. Ingat Luth, aku bukan Zema yang dulu, aku akan buat kau membayar semua hal yang telah kau lakukan pada keluargaku, bahkan tentang orang-ornag yang kau bayar untuk menyakiti Bang Dery!"
"Kamu ngga bisa bicara sembarang Zema!" pekik Luthfi murka.
Dia bahkan bangkit dan hendak menyakiti Zema. Namun tindakannya langsung dihentikan oleh seseorang yang membuat tubuhnya membeku.
"Cukup! Apa kamu sebajingan ini hingga mau menyakiti perempuan hah!"
"Mahira?" panggil Luthfi lirih.
Zema tersenyum tipis kemudian bangkit berdiri. Dia melangkah mendekati mantan sahabatnya dan menepuk bahunya pelan.
"Sekarang giliran karir dan keluargamu, kupastikan kau akan gila setelah ini!" bisik Zema.
Wanita bernama Mahira itu menangis sesenggukan. Di belakangnya ada sosok Intan yang menatap mereka dengan datar.
Mahira, calo istri Luthfi yang tak lelaki itu bayangkan ternyata ikut terseret.
Bagaimana mungkin Zema bisa mengetahui tentang Mahira?
Apa benar, Zema telah memata-mati dirinya? Bagaimana mungkin?
Zema bukan orang yang akan paham hal-hal seperti itu.
Luthfi masih denial dengan semua yang terjadi hari itu.
Niat hati ingin menekan Zema, yang terjadi justru dirinya diberikan kejutan yang akan membuat masa depannya hancur berantakan.
"Aku ngga menyangka kalau kamu sejahat ini Luth," lirih Mahira yang seketika itu membuat kesadaran Luthfi kembali.
Dia bergegas mendekati tunangannya. Digenggamnya tangan Mahira. Saat hendak mengusap air matanya, tangannya ditepis oleh Mahira dan tamparan keras justru mendarat di pipinya.
"Apa yang kamu dengar ngga benar Ira. Wanita itu gila. Aku akan jelaskan—"
"Cukup Luth! Kamu fikir aku kecewa karena dengar pembicaraan kalian tadi saja? Enggak, aku justru di sini hanya untuk membuktikan ucapan Zema. Ternyata benar, kamu menjijikan!"
"Apa maksudmu?" lirih luthfi.
Mahira terduduk, dia menjelaskan semuanya pada Luthfi.
Siang tadi.
Mahira yang meupakan anak pemilik rumah sakit tempat Luthfi bekerja tiba-tiba didatangi oleh dua orang wanita yang ingin berkonsultasi dengannya.
Sebagai seorang psikiater dia berpikir kalau Zema dan Intan adalah pasien seperti yang lainnya.
"Selamat siang Ibu, ada yang bisa saya bantu?"
"Siang Dokter, perkenalkan saya Zema teman baik Luthfi calon suami Anda," balas Zema yang seketika itu membuat Mahira heran karena nama tunangannya disebut.
"Maaf. Ah baiklah, ibu di rekomendasikan oleh calon suami saya?" saat itu Mahira masih berpikir positif dan berpikir mungkin Zema membawa-bawa nama Luthfi agar bisa meminta keringan biaya atau perawatan khusus.
"Enggak, saya ke sini ingin membicarakan tentang tunangan Dokter."
"Maksudnya? Maaf bu ini masih jam praktik saya. Kalau ingin berbicara urusan pribadi maaf saya enggak bisa," tolak Mahira tegas.
"Jangan gegabah dulu Dok, lihat ini baik‐baik setelah itu keputusan ada di tangan Dokter. Mau lanjutkan pembicaraan kita, atau foto ini aku pastikan sampai ke ayah Anda," ancam Zema.
Zema lantas memberikan amplop berisi foto-foto Luthfi yang berhasil Anton dapatkan.
Wajah Mahira pucat pasi, dia menggeleng seakan mengelak foto itu.
"Ini pasti tipuan, kamu ingin menjelekkan Luthfi?"
"Untuk apa saya melakukan hal itu. Saya bukan orang bodoh yang akan menceburkan diri ke dalam masalah apalagi akan berhadapan dengan orang besar seperti orang tua Dokter!"
Zema dan Intan bangkit berdiri. "Pasien Doker tinggal satu, saya tunggu Dokter di kafe depan. Kalau Dokter enggak datang terpaksa saya kirimkan ke ayah Anda—"
"Apa tujuanmu?"
"Tunanganmu telah menghancurkan keluargaku. Dan apa Dokter pikir dia mencintai Dokter?"
Setelah kepergian Zema, Mahira tak bisa bekerja dengan tenang. Meski berusaha fokus pada pasien terakhirnya, dia tetap saja diliputi pertanyaan besar dengan kemunculan Zema yang tiba-tiba sambil menunjukkan foto Luthfi yang tak pantas.
Akhirnya dia kalah. Mahira bergegas ke kafe depan rumah sakit tempat Zema menunggunya.
"Katakan, apa maksudmu?" tanya Mahira langsung.
"Dia itu seorang psikopat. Menikahimu hanya untuk menaikan statusnya. Aku tak akan membiarkan hal itu terjadi sebab dia pasti akan bersikap semena-mena, entah pada keluargaku atau kepada orang lain."
"Lalu foto ini apa maksudnya?"
"Ya Luthfi itu seorang homo seksual, bahkan dia seorang Bot* tom, Anda paham kan? Jadi kalau kalian menikah dia tak akan bisa menyentuh Anda. Anda pasti lebih paham maksud saya."
Tubuh Mahira melemah. Dia benar-benar tak mengerti dengan semua ini. Semuanya terlalu tiba-tiba di mana rencana pernikahan mereka tinggal dua minggu lagi.
"Apa yang kamu dapatkan dari memberitahu saya hal ini?" lirih Mahira tak mengerti.
"Saya akan menghancurkan dia seperti dia menghancurkan kehidupan saya!" jelas Zema berapi-api.
"Memang apa yang telah dia lakukan padamu? Kalau ... Kalau aku tak peduli?" lirih Mahira.
Bukan karena kenyataan calon suaminya seorang homo seksual. Lebih dari itu Mahira benar-benar jatuh cinta pada Luthfi.
Lelaki tampan dan idaman para wanita itu membuatnya merasa bangga bisa menjadi pemenang.
Namun kenyataan baru ini menghantamnya begitu kuat hingga dia benar-benar tak siap menerimanya.
"Itu terserah pada anda Dokter, yang pasti orang tua Anda tak akan membiarkan anak gadisnya menikah dengan lelaki yang mungkin hanya akan memanfaatkan putrinya saja."
Mahira masih menangis. Zema benar, wanita di depannya ini telah menjelaskan akan mengadukan jati diri Luthfi pada orang tuanya.
Orang tua Mahira yang sejak awal memang tak begitu menyukai Luthfi sudah dipastikan kalau ucapan Zema akan menguatkan keyakinan mereka.
"Kalau Anda masih denial, silakan ikut kami nanti malam dan lihat sendiri bagaimana kelakuan tunanganmu itu!"
.
.
.
Lanjut
jgn lma* up nya y k
terimakasih Thor ...
makin seru dan bikin penasaran ceritanya.
semangat buat up lagi ya Thor ...💪