NovelToon NovelToon
Karmina Dan Ketua OSIS

Karmina Dan Ketua OSIS

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Horor / Action / Ketos / Balas Dendam / Mata Batin
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Ira Adinata

Prediksi Karmina mengenai kehidupan Dewa--ketua OSIS di sekolahnya--serta kematian misterius seorang mahasiswi bernama Alin, justru menyeret gadis indigo itu ke dalam kasus besar yang melibatkan politikus dan mafia kelas kakap. Akankah Karmina mampu membantu membalaskan dendam Dewa dan Alin? Ataukah justru mundur setelah mengetahui bahwa sasaran mereka bukanlah orang sembarangan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ira Adinata, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Melindungi Adik

Farhan masih memandang kakak beradik itu dengan tatapan menyelidik. Pertanyaan yang sama diulanginya berkali-kali. Saat Zahra hendak membuka mulutnya, Anwar telah bersuara lebih dulu.

"Saya cuma iseng, Pak," kata Anwar dengan yakin.

"Apa?! Jadi, fitnah yang kamu sebarkan lewat media sosial itu hanya karena iseng?!" sungut Farhan geram.

"Iya, Pak. Saya cuma senang aja lihat keributan di antara anak sekolah. Hidup ini jangan lempeng-lempeng aja, Pak. Harus seru!" tutur Anwar diiringi tawa kecil.

"Begitukah? Lalu, tentang video tak senonoh Saudari Gracia di laptop kamu, apa itu juga karena ulahmu? Atau jangan-jangan kalian berdua bersekongkol? Yang kami ketahui, video itu juga berasal dari ponsel Zahra," cerocos Farhan, mulai hilang kesabaran.

"Ya, itu semua ulah saya, Pak. Saya senang merekam kegiatan teman-teman saya bersama seorang gadis belia sebagai koleksi pribadi. Saya sengaja memakai hape adik saya untuk merekam video, supaya nggak dicurigai sama mama saya. Lalu, video itu saya hapus dari hapenya setelah dipindahkan ke laptop," jelasnya dengan santai, tanpa raut gugup sedikitpun.

Farhan tak habis pikir dengan semua keterangan yang dipaparkan oleh Anwar. Setelah mengembuskan napas berat, ia menatap lagi pemuda berwajah kalem itu.

"Ternyata kamu ini diam-diam menghanyutkan, ya. Apa kamu tahu konsekuensinya jika sampai video-video aneh kamu itu tersebar? Bukan cuma kamu saja yang bisa dikenai hukuman, tapi orang lain juga bisa merugi gara-gara perbuatan kamu," cerocos Farhan menunjuk-nunjuk Anwar.

"Saya nggak peduli, Pak. Ngapain juga saya harus mikirin orang lain?" ketus Anwar sembari menyunggingkan senyum di salah satu sudut bibirnya.

"Jadi, kamu juga nggak merasa menyesal telah membuat seorang perempuan mengakhiri hidupnya gara-gara video yang kamu rekam?"

"Ngapain menyesal, Pak? Toh, selama saya merekam, orang-orang di dalam video itu nggak keberatan, kok. Apakah di dalam video itu, ceweknya minta tolong? Enggak, kan? Mereka melakukannya atas dasar suka sama suka, Pak," terang Anwar begitu lancar.

"Kalau begitu, apa kamu pernah mengancam Gracia dengan rekaman video itu?"

"Enggak, kok, Pak. Ngapain saya ngancam-ngancam dia? Lagian, video itu cuma koleksi pribadi, bukan untuk dijual ke situs lain," jawab Anwar.

Habis sudah kesabaran Farhan mendengar semua sanggahan yang dilontarkan oleh Anwar. Diketiknya lagi semua keterangan yang diperolehnya dari putra sulung Bu Wilda, sembari sesekali menggeleng lemah. Tentu saja, semua penyelidikan ini sangat merugikan bagi Anwar.

Di sisi lain, Zahra merasa lega setelah dilindungi oleh sang kakak. Diliriknya Anwar yang duduk dengan santai sambil tersenyum-senyum. Sungguh, Zahra berutang budi sangat besar pada abangnya. Karena ulah usilnya, sang kakak harus mengorbankan nama dan harga diri.

Setelah semua proses penyidikan selesai, Zahra keluar dari ruangan Farhan dengan melangkah gontai. Tatapannya begitu kosong, apalagi saat melihat sang kakak dibawa oleh dua orang berseragam polisi ke ruang tahanan.

Karmina mendelik pada Zahra yang sedang dipeluk erat oleh ibunya. Tampak ketidakpuasan pada air mukanya, setelah mengetahui keputusan Farhan. Adapun Dewa, mendengkus sebal menyaksikan Zahra tak menerima hukuman apapun.

Selanjutnya, orang-orang yang berdiri di depan ruangan Farhan, dibawa ke ruangan lain. Di sana, mereka dijelaskan mengenai duduk perkara yang sedang ditangani. Tak lupa, Farhan memaparkan hasil keterangan dari para pelaku dan saksi-saksi.

"Jadi, keputusan akhirnya, Saudara Anwar kami tahan. Karena perbuatan iseng dia, fitnah menyebar begitu cepat, bahkan hampir saja membuat Saudari Karmina selaku saksi menjadi tersangka," jelas Farhan di depan semua orang yang ada di dalam ruangan itu.

"Jadi, anak saya nggak bersalah, Pak?" tanya Bu Lela memastikan.

"Tidak, Bu," jawab Farhan. "Video yang beredar hanyalah editan, bukan asli."

"Alhamdulillah," ucap Bu Lela, kemudian memeluk putri sulungnya. "Akhirnya lu kagak jadi nginep di hotel prodeo, Minaaa ...."

Perasaan Karmina menjadi campur aduk mendengar ucapan sang ibu. Entah harus bersedih atau bahagia, yang jelas, gadis itu merasa lega setelah dirinya tak dijadikan tersangka dalam kasus ini.

Pak Gunawan yang masih berduka, hanya bisa bersabar dan lapang dada dengan kepergian putri bungsunya. Farhan memandang iba pada Pak Gunawan.

Setelah selesai menyampaikan hal-hal penting, Farhan mempersilakan orang-orang di dalam ruangan itu untuk pulang. Ia kemudian mengajak berbincang-bincang sebentar dengan Pak Gunawan yang keluar paling terakhir.

"Pak Gunawan, ada satu hal lagi yang perlu saya sampaikan berdua saja sama Bapak," kata Farhan memegang pundak pria berkacamata itu.

"Apa itu, Pak?" Pak Gunawan menoleh sembari mengerutkan dahi.

Farhan menjelaskan secara rinci mengenai video tak senonoh Gracia pada Pak Gunawan. Sontak, ayah dari Gracia itu terkejut bukan main, bahkan tak percaya dengan fakta yang dipaparkan oleh Farhan.

"Mustahil, Pak! Putri saya anak yang baik. Mana mungkin dia melakukan itu!" bantah Pak Gunawan dengan mata membelalak.

"Kalau Bapak tidak percaya, Bapak bisa ikut saya sebentar," ajak Farhan.

"Apakah ada indikasi, kalau anak saya diancam dengan video itu sehingga mengakhiri hidupnya?" tanya Pak Gunawan penasaran.

"Dari keterangan pelaku, tak ada ancaman apapun. Dia mengaku, kalau video itu hanya dijadikan koleksi pribadi, bukan untuk dijual ke situs lain," jelas Farhan, dengan langkah semakin cepat.

Sementara Farhan membawa Pak Gunawan ke ruang tim siber, Karmina bersama Bu Lela berjalan menuju keluar kantor kepolisian. Zahra yang berjalan di belakang mereka, segera berlari menghampiri Karmina.

"Karmina!" panggil Zahra.

Karmina berhenti, kemudian berbalik badan. Zahra segera memeluk gadis berambut pendek itu dengan erat.

"Terimakasih, ya," ucap Zahra.

Karmina mengernyitkan kening seraya bertanya, "Terimakasih? Buat apa?"

"Terimakasih udah nyeret gue ke dalam kasus ini. Pasti lo yang bilang ke polisi kalau gue udah nyebarin video itu, kan? Sialan lo!" bisik Zahra.

Karmina segera melepaskan pelukan Zahra, sambil mendelik. "Apa maksud lo bilang gitu? Lo pikir gue yang laporin lo ke polisi? Gue nggak tau apa-apa soal lo, Zahra!"

Zahra tersenyum, kemudian merangkul Karmina sambil melangkah keluar kantor kepolisian. "Nggak usah berkelit, Karmina. Lo pasti sengaja bilang ke polisi karena pengin ngerusak nama baik gue di depan Dewa, kan? Ngaku aja lo!"

"Oh, jadi lo nuduh-nuduh gue karena takut kehilangan muka di depan si Ketos, gitu? Gimana kalau kenyataannya cowok yang lo puja-puja itu justru ngelaporin lo?" Karmina tersenyum sinis.

"Apa?! Mana mungkin!" bantah Zahra dengan mata terbelalak.

"Kalau nggak percaya, tanyain aja langsung sama Dewa. Gue berani bertaruh, lo bakal malu seumur hidup," kata Karmina, mendelik pada Zahra.

Adapun Dewa, sedang berjalan beriringan dengan Bu Wilda. Tampak semburat kekesalan di wajah wanita itu tatkala mendapati Dewa masih baik-baik saja.

"Aku kira kamu sudah mati diberondong peluru, tapi nyatanya masih hidup. Seharusnya aku sendiri yang menghabisimu," bisik Bu Wilda dengan ketus.

"Kita sedang di kantor polisi, Bu. Nggak baik kalau Ibu ngancam aku di sini. Apa Ibu mau aku laporkan juga ke polisi?" sanggah Dewa tersenyum tipis.

"Sialan!" umpat Bu Wilda mengepalkan tangan.

"Lagipula, masih untung aku nggak melaporkan suami Ibu ke kantor polisi tentang andilnya mendukung teroris. Dia sok-sokan banget pakai kedok agama buat merekrut anak-anak muda dari pelosok agar menjadi pemberontak negara. Mengerikan sekali Sahar Muzakir ini. Aku punya buktinya, tapi sejak tahu suami Ibu tewas, aku membakar data-datanya agar lenyap dengan tenang bersama dosa-dosa suami Ibu," tutur Dewa.

Bu Wilda membelalakkan mata, menoleh pada Dewa. "Apa?! Kamu tahu dari mana soal itu?"

Dewa terkekeh. "Aku juga tahu kalau Ibu terlibat dalam penjualan kosmetik yang memiliki kandungan merkuri dan hidroquinon. Menjijikkan sekali. Seorang dokter kulit terlibat dalam penjualan kosmetik berbahaya? Astaga! Kalau mau laku jadi dokter, nggak usah pakai cara kotor, Bu!" cibir Dewa, mendelik sinis pada Bu Wilda.

"Cukup! Sebaiknya tutup mulutmu atau aku tidak akan membiarkanmu hidup!" ancam Bu Wilda menunjuk Dewa.

"Ya, aku akan tutup mulut asalkan Ibu menarik kembali orang-orang yang mengawasi rumahku. Apa Ibu masih takut, aku akan berbuat macam-macam pada keluarga Ibu?"

"Ya, buktinya Zahra--"

"Zahra ke sini karena dijadikan saksi, bukan tersangka. Aku harap, Ibu memahami itu," kata Dewa menyela.

Bu Wilda mendesah kasar.

"Sebaiknya Ibu melakukan yang aku minta, ya. Tolong, jangan awasi lagi rumahku. Aku juga ingin hidup tenang, sama seperti Ibu. Kecuali ... kalau Ibu masih mau berurusan dengan aku. Aku akan lebih cepat melaporkan bisnis kotor Ibu pada polisi," imbuh Dewa.

Bu Wilda mengangguk. "Baiklah. Tapi kalau kamu coba-coba melaporkan bisnis yang aku pegang, awas aja nanti!"

Dewa menjulurkan tangan pada Bu Wilda, lalu keduanya bersalaman. "Sepakat?" tanya Dewa.

"Sepakat!" sahut Bu Wilda.

Zahra berlari menghampiri keduanya yang baru saja selesai bersalaman. Ia menatap heran, mendapati keduanya terlihat dekat seperti sudah lama saling mengenal.

"Mama kenal sama Dewa?" tanya Zahra.

"Mama ... Mama cuma lagi minta maaf soal kelakuan Anwar sama Dewa," jawab Bu Wilda terbata-bata.

"Bu," ucap Dewa menyela. "Aku pamit dulu, ya. Tolong, didik anak Ibu baik-baik. Jangan sampai putri Ibu terlibat juga dalam kasus seperti ini."

Bu Wilda tersenyum getir sembari mengangguk. Dewa kemudian berlalu dari hadapan Bu Wilda dan Zahra.

Sementara itu, Karmina yang sudah keluar dari kantor kepolisian lebih dulu, tak sengaja melihat seorang pria berusia 30-an sedang berdiri di dekat mobilnya sambil memandangi layar ponsel. Sebuah kilasan singkat tentang kematian pria itu melintas di pikiran Karmina. Secepatnya, gadis berambut pendek itu berlari.

"Mina! Mau ke mana lu?" teriak Bu Lela.

Alih-alih mendengarkan ibunya, Karmina berlari semakin cepat. Saat si pria asing memasuki kendaraannya, Karmina berhasil tiba di dekat mobil hitam itu. Akan tetapi, usaha Karmina memberitahu soal tragedi yang akan menimpa pria itu, sia-sia saja ketika mobil melaju meninggalkannya lebih dulu.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!