Takdir yang mempertemukan mereka berdua, takdir pula yang membawa mereka kedalam hubungan yang rumit.
Faiha Azkiya, seorang muslimah yang mempunyai mimpi menjadi wanita yang kuat dan tangguh. Pundaknya saat ini dituntut menjadi kokoh, untuk menghidupi dirinya dan sang nenek. Ingin rasanya ia menyerah pada takdir, namun semuanya itu berbanding terbalik. Dimana, takdir itu malah merubah kehidupannya.
Azzam Arsalaan. Pemberontakkan, kejam dan ditakuti oleh hampir semua orang dalam dunia bisnis. Bahkan dunia hitam pun sangat tidak ingin terlibat sesuatu dengannya. Ia akan sangat murka jika kehidupannya terusik, tiada kata 'ampun dan maaf' darinya. Jika tidak, maka nyawa mereka akan lenyap saat itu juga.
Akankah takdir itu dapat menyatukan mereka dan bahagia? Atau sebalinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tsabita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Di saat Kiya membuka matanya, dengan memicingkan matanya akibat terkena sinar cahaya lampu. Merasa sangat asing berada didalam ruangan tersebut, matanya mengitari setiap sudut ruangan.
" Sayang! kau sudah sadar?." Suara Azzam terdengar jelas ditelinga Kiya.
" Tuan!" Kiya sangat kaget dengan keberadaan Azzam disana.
" Sudah, tidak perlu seperti itu. Bersikaplah seperti biasanya, apa ada yang kamu mau, sayang?." Azzam duduk bersebelahan dengan tempat tidur Kiya.
" Sa sa ya haus tuan." Jawab Kiya dengan sedikit ragu.
Dengan segera Azzam mengambilkannya untuk Kiya, perlahan Azzam menaikan sandaran pada tempat tidurnya. Dengan tujuan, mempermudah Kiya untuk minum
" Pelan-pelan." Melihat Kiya seperti terburu-buru untuk menghabiskan air dalam gelas, Azzam segera menggingatkannya.
Meletakkan gelas yang telah kosong di atas nakas, Azzam kembali membawa semangkuk bubur. Kening Kiya mengkerut, merasa aneh dengan sikap bosnya.
" Tidak usah berfikir yang aneh-aneh, cepat buka mulutnya." Tangan Azzam sudah menyendokkan bubur untuk segera diberikan kepada Kiya.
" Bi biar saya sendiri saja tuan. Tidak enak dilihat orang." Kiya menundukkan kepalanya saat berbicara pada Azzam.
" Mulai saat ini, kamu harus terbiasa dengan ini semua, sayang! Ayo cepat makan, nanti nenek segera datang." Azzam masih bersikukuh untuk menyuapkan bubur itu.
Mendengar kata nenek, Kiya sangat merasa senang. Tanpa sadar, ia membuka mulutnya dan mulai menerima suapan demi suapan dari tangan Azzam. Tak terasa, semangkuk bubur itu telah habis. Azzam tersenyum melihatnya.
" Terima kasih tuan." Ucap Kiya.
" Jangan panggil tuan lagi, honey. Ya Honey. Tidak ada protes, kamu sekarang adalah kekasih saya. Jadi, jangan dibiasakan menggunakan penggilan yang biasa-biasa saja. Oke sayang!." Azzam memainkan matanya dengan sangat menggoda.
Kiya saat itu menampakkan ekpresi wajah yang sangat aneh, bingung dan penuh tanda tanya. Mau protes? Percuma saja, tidak bakalan didengar dan ditanggapi. Memutar bola matanya dengan sangat malas, Kiya hanya bisa memandangi pemandangan dari balik jendela.
Tok
Tok
Tok
Pintu tersebut terbuka, tampaklah wajah sang nenek, Ambarwati dan disusul oleh Daffa dibelakangnya. Mata Kiya langsung berkaca-kaca melihatnya, wajah yang mulai keriput itu terlihat sangat mengkhawatirkan dirinya.
" Kiya!." Ucap Ambar saat melihat cucunya itu terbaring di atas tempat tidur, Azzam segera menarik dirinya untuk menjauh.
" Nenek." Panggil Kiya, Ambar segera memeluk tubuh lemah sang cucu.
" Sudah-sudah, jangan menangis nak. Dasar bandel!." Ambar mentoel hidung Kiya.
Mereka berdua larut dalam percakapan tersendiri, Azzam dan Daffa saat itu membicarakan tentang permasalahan yang mereka dapatkan baru-baru ini.
" Apa yang kalian temukan?!." Tanya Azzam dengan ucapan yang tegas.
" Kenan menemukan ada sindikat perdagangan gelap yang mengatasnamakan kelompok kita, tuan. Mereka melipat gandakan harga penjualan dan memberikan ancaman kepada setiap pembeli. Dan semuanya itu, menggunakan nama besar tuan sebagai penjaminnya." Daffa menjelaskan.
Terdengar suara tulang tangan Azzam yang saat itu ia genggam dengan sangat kuat, sorot mata tajamnya memancarkan amarah yang sangat besar. Hal itu ia tahan, agar tidak terlihat oleh Kiya dan neneknya.
" Kau atur semuanya, aku akan menyusul." Tegas Azzam memberikan perintah kepada Daffa.
" Baik tuan, permisi." Daffa kemudian berpamitan kepada Kiya dan neneknya, lalu ia keluar dari ruangan tersebut.
Azzam berjalan mendekati Kiya dan sang nenek, senyuman yang ia tampakkan tidak sama dengan suasana hatinya saat itu. Menarik sebuah kursi, dan ikut bergabung dengan kedua wanita tersebut.
" Nak Azzam, terima kasih atas bantuannya. Nenek sudah bosan menasehati anak bandel ini." Ambar melirik Kiya.
" Nenek." Kiya memprotes perkataan sang nenek. Namun, ia mendapatkan tatapan yang seakan menghakiminya seketika dari neneknya itu sehingga membuat Kiya bungkam.
" Tidak apa-apa nek, sudah sepantasnya saya seperti ini. Kiya sudah menjadi bagian dari hidup saya, nenek tidak perlu khawatir." Azzam tersenyum penuh kemenangan, namun tidak untuk Kiya.
" Benar nak, mulut nenek sudah kapalan menasehatinya untuk menjaga pola makannya. Dasar bandel." Ambar kembali menghakimi Kiya dengan perkataannya.
Mereka pun semakin terbawa suasana, hingga percakapan yang terjadi terasa sangat berkesan.
" Nek, apa boleh saya meminang cucu nenek yang bandel ini?" Sontak saja, Kiya dan sang nenek menjadi kaget dengan perkataan Azzam yang tiba-tiba.
Wajah Kiya kini sudah tidak beraturan lagi, perasaannya sudah seperti sayur gado-gado yang tercampur menjadi satu bersama kuah kacang dan sayuran. Rasa pedas, manis, asam dan asin, sungguh sangat membuat Kiya pusing. Ambar dan Kiya saling bertatapan satu sama lain.
Dasar manusia aneh, seenaknya saja. Kekasih, calon istri dan sekarang beraninya bilang sama nenek mau meminangku. Heh, tidak semudah itu Ferguso. Kiya.
" Apa nak Azzam serius?." Ambar kembali bertanya.
" Saya sangat serius nek." Jawab Azzam menyakinkam Ambar.
" Nenek tidak bisa memutuskan hal itu, hanya bisa memberikan restu untuk kalian jika itu terjadi. Semua keputusan itu, ada sepenuhnya pada Kiya. Karena dia yang akan menjalaninya." Ambar tersenyum kepada kedua insan yang sedang dilanda berbagai perasaan itu.
" E e,..." Hanya itu yang Kiya ucapkan, begitu sulitnya untuk ia menjawab ucapan Azzam.
" Tidak perlu menjawabnya sekaran, sayang. Kamu pasti membutuhkan waktu untuk berfikir. Oh ya nek, aku masih ada urusan yang lainnya. Nanti aku akn kembali lagi, maaf tidak bisa menemani lama-lama." Azzam berpamitan kepada kedua wanita disana.
" Baiklah nak, hati-hati." Ambar tersenyum melihat Azzam dan Kiya dengan salah tingkahnya.
Setelah Azzam hilang dari pandangan mereka berdua, Ambar perlu mengajak cucunya itu untuk berbicara serius. Selama ini, ia selalu saja menghindar.
" Ki, nenek tidak melarangmu untuk berhubungan dengan siapapun. Ikuti kata hatimu, jangan terlalu egois untuk masalah masa depanmu nak. Nenek akan merasa sangat bersalah jika kamu tidak bisa menikmati hidupmu, jangan terus-terussan memikirkan kebahagian nenek. Sudah saatnya kamu harus memikirkan kebahagian untuk dirimu sendiri." Ambar memegang tangan Kiya.
" Nek, jujur Kiya sampai saat ini tidak mempunyai perasaan apa-apa sama bos Kiya itu nek. Hanya dia saja yang selalu bertingkah seolah-olah, Kiya adalah miliknya. Kiya juga bingung dengan keadaan ini nek." Kiya menunduk, memejamkan matanya.
Sebuah tangan dengan perlahannya mengusap punggung Kiya, ya. Ambar sangat tau perasaan cucunya itu saat ini.
" Nenek tidak memaksamu nak,nak Azzam juga sudah memberikanmu waktu untuk menentukan jawabannya. Mintalah pada Allah, untuk memantapkannya. Masalah hasilnya, biarkanlah Allah yang menuntunmu." Ambar berharap yang terbaik untuk cucunya.
" Terima kasih nek, nenek sudah menjaga dan menyayangi Kiya." Memeluk tubuh yang mulai renta itu, Kiya menumpahkan air matanya yang tak tertahankan.
......................
💐💐💐
Cerita ini, hanyalah pandangan fiksi yang berasal dari Author saja. Jika kalian merasa ceritanya tidak menarik dan kurang menyenangkan, langsung out saja ya.
Terima Kasih 😊